Besok malam, angka tahun sudah berganti menjadi tahun dengan angka 2015. Seiring bergantinya angka, tentu banyak hal yang kualami. Banyak peristiwa dan pelajaran yang terjadi di tahun 2014.
Namun secara umum yang bisa kukatakan adalah bahwa, "aku belum jadi orang sukses di tahun 2014!". Ya sukses nama, ya sukses materi. Ya, ya, ya...
Yang kusuka di tahun 2014 ini, aku bisa menunaikan impian yang sudah bertahun-tahun kubangun. Yaitu, menunaikan ibadah Umroh! Terima kasih kuucapkan buat adik bungsuku dan istriku, dua sayap manis yang telah menerbangkan diriku ke Baitullah. Semoga Allah Swt, melimpahkan rezeki dan kesehatan kepada kalian berdua.
Kepada adik-adikku yang lain, wow! Kalian sungguh luar biasa bagiku. Tetap tidak pernah merepotkan aku sebagai kakak tertua. Sementara aku tetap masih begini, belum bisa berarti banyak bagi kalian.
Kepada anak-anakku, wow! juga. Kalian penuh pengertian bahwa bapaknya (aku) belum bisa memenuhi keinginan kalian yang berbau "high cost". Maklum bapak belum jadi orang kaya.
Dan lebih dari itu semua, aku patut dan harus mengucapkan "Alhamdulillah", bersyukur kepada Allah Swt, atas masih diberinya kesempatan aku untuk menghirup udara segar di muka bumi ini. Tadinya kuberpikir usiaku sudah tipis harapan untuk melangkah hingga ujung tahun 2014 ini.
Aku prihatin dengan kesehatan jantungku. Berdasarkan hasil tindakan kateter, jantungku musti di bypass. Ada satu sumbatan yang sudah mencapai 100% pada salah satu pembuluh arteri jantungku. Selain itu ada lagi plak di tiga pembuluh arteri yang lain. Ada yang 70%. Akan tetapi aku belum mau, tepatnya masih takut dengan operasi bypass. Untuk itu aku harus rajin periksa sebulan sekali dan minum obat setiap hari.
Tadinya aku rajin periksa di RS Jantung Harapan Kita. Dan kini dilanjutkan periksa di RSUD Tarakan di poli Jantung. Menggunakan Askes/BPJS. Terima kasih Askes! Sungguh terasa manfaatnya. Apa sebabnya? Karena jika tidak memakai kartu Askes, wow! tak terbayang berapa lembar jutaan yang harus kubelanjakan. Dan terima kasih pula untuk istriku tercinta, perhatianmu luar biasa untuk perawatan sakit jantungku di RSJ Harapan Kita.
Di penghujung tahun 2014 ini, aku menatap ke belakang atas karir yang sudah kujalani. Ada sedikit rasa sesal dalam bentuk tanya; mengapa aku lambat berpikir? mengapa aku salah bertindak? dan sejuta mengapa, menyergapku.. Wow! aku tak ingin menjawabnya, walaupun aku bisa.
Tapi sudahlah, waktu sudah berlalu. Kini saatnya menatap ke depan ke tahun 2015. Semoga ke-sukses-an-lah yang kuraih! Melalui tulisan (menerbitkan buku, myBook n myNovel) serta melalui desain dan lukisan!
Semoga namaku bisa terukir di tahun 2015!
Wassalam,
SangPenging@T!
Adsense
Selasa, Desember 30, 2014
Selasa, Desember 16, 2014
Mengelola
Hidup harus dikelola. Mereka yang pandai mengelola hidupnya maka bisa dipastikan hidupnya nggak bakal sengsara.
Pemimpin harus bisa mengelola bawahan.
Kepala keluarga harus bijak mengelola keluarganya. Tidak ringan lho tugas menjadi seorang ayah dalam rumah tangga. Dia harus tegas tapi tidak beringas. Ayah harus bersikap adil kepada anak-anaknya. Tidak pilih kasih.
Ibu rumah tangga harus pandai mengelola keuangan dan segala tetek bengek urusan dalam rumah. Mulai dari mengurus bayi, anak-anak, merapihkan kamar tidur hingga meladeni suami. Nah bagi yang punya duit lebih, tentu lebih baik punya pembantu RT.
Waktunya shalat, tidak dipergunakan dengan baik alias tidak shalat, maka ini akan mengakibatkan bencana bagi orang yang lalai dalam menjalankan perintah-Nya.
Pendek kata, semua manusia harus pandai mengelola waktu. Waktu yang terbuang percuma, mendatangkan penyesalan di kemudian hari.
Wassalam,
SangPenging@T!
Pemimpin harus bisa mengelola bawahan.
Kepala keluarga harus bijak mengelola keluarganya. Tidak ringan lho tugas menjadi seorang ayah dalam rumah tangga. Dia harus tegas tapi tidak beringas. Ayah harus bersikap adil kepada anak-anaknya. Tidak pilih kasih.
Ibu rumah tangga harus pandai mengelola keuangan dan segala tetek bengek urusan dalam rumah. Mulai dari mengurus bayi, anak-anak, merapihkan kamar tidur hingga meladeni suami. Nah bagi yang punya duit lebih, tentu lebih baik punya pembantu RT.
Waktunya shalat, tidak dipergunakan dengan baik alias tidak shalat, maka ini akan mengakibatkan bencana bagi orang yang lalai dalam menjalankan perintah-Nya.
Pendek kata, semua manusia harus pandai mengelola waktu. Waktu yang terbuang percuma, mendatangkan penyesalan di kemudian hari.
Wassalam,
SangPenging@T!
"Sebelum" itu penting.
Umumnya semua kejadian (kontrak bisnis, misalnya) dan produksi (penciptaan) produk/jasa baru yang kita inginkan, bisa dipastikan melalui proses "tahapan rancangan atau rencana". Nah rancangan atau rencana itu yang aku sebut sebagai "sebelum" sesuatu.
Kata "sebelum" itu penting. Sampai sejauh mana tingkat kepentingannya? Itu tergantung seberapa penting kita menghargai sesuatu yang akan datang, yang akan kita hadapi.
Sebelum mati, maka kita harus ingat bekal apa yang akan kita bawa. Tetapi banyak orang yang tidak peduli dengan bekalnya. Mereka hidup sesukanya,
Sebelum nikah, kita musti menyiapkan segala sesuatu dengan matang. Mulai dari cari pasangan hidup yang cocok sampai dengan cari penghulu, plus ngumpulin biaya buat nikah.
Sebelum shalat, ya harus wudhu. Tanpa wudhu, shalat tidak sah. Sia-sia shalat tanpa wudhu.
Sebelum marah, pikirkan matang-matang dan ajukan pertanyaan, "Apakah saya harus marah, brO?". Ah, boro-boro mikir. Mau marah ya marah aja. Dhuar der dor!! bagaikan peluru yang lepas dari moncong senjata. Eh, ati-ati marah yang tanpa sebab bisa-bisa Anda disebut gila! Iya ya... tapi terus terang meredam amarah itu nggak gampang. Aku akui itu, karena aku kadang-kadang suka marah (hehehe...)
Pikirkanlah matang-matang sebelum sesuatunya terjadi. Agar tidak menyesal di kemudian hari.
Wassalam,
SangPenging@T!
Kata "sebelum" itu penting. Sampai sejauh mana tingkat kepentingannya? Itu tergantung seberapa penting kita menghargai sesuatu yang akan datang, yang akan kita hadapi.
Sebelum mati, maka kita harus ingat bekal apa yang akan kita bawa. Tetapi banyak orang yang tidak peduli dengan bekalnya. Mereka hidup sesukanya,
Sebelum nikah, kita musti menyiapkan segala sesuatu dengan matang. Mulai dari cari pasangan hidup yang cocok sampai dengan cari penghulu, plus ngumpulin biaya buat nikah.
Sebelum shalat, ya harus wudhu. Tanpa wudhu, shalat tidak sah. Sia-sia shalat tanpa wudhu.
Sebelum marah, pikirkan matang-matang dan ajukan pertanyaan, "Apakah saya harus marah, brO?". Ah, boro-boro mikir. Mau marah ya marah aja. Dhuar der dor!! bagaikan peluru yang lepas dari moncong senjata. Eh, ati-ati marah yang tanpa sebab bisa-bisa Anda disebut gila! Iya ya... tapi terus terang meredam amarah itu nggak gampang. Aku akui itu, karena aku kadang-kadang suka marah (hehehe...)
Pikirkanlah matang-matang sebelum sesuatunya terjadi. Agar tidak menyesal di kemudian hari.
Wassalam,
SangPenging@T!
Senin, Desember 15, 2014
NO "Smoke On The Water" !
Aku membaca berita daftar Orang Terkaya Di Indonesia Tahun 2014 versi majalah bisnis Forbes, edisi Desember di Liputan6 isi beritanya sebagai berikut:
>>> Kakak beradik pemilik Grup Djarum belum bergeser dari posisi puncak orang terkaya di RI dengan total kekayaan US$ 16,5 miliar atau setara Rp 203,19 triliun. >>>>
(Aku, sebagai mantan pecandu berat rokok, hanya bisa berdecak sinis ck ck ck (eh.. masak nggak kagum sih? Tidak! Mengapa? Karena rokok telah merusak jantungku!)
Dinobatkan seperti itu, sudah seharusnya mereka pasang iklan "Ucapan Terima Kasih" satu halaman di surat kabar nasional.
Bunyinya iklannya, boleh seperti ini :
" Terima kasih"
Untuk rakyat Indonesia penggemar rokok, sebatang rokok yang anda hisap (nikmati, bro) setiap hari, setiap tahun.. sepanjang hidup Anda... telah mengantarkan kami (produsen rokok Jarum) menjadi orang terkaya se Indonesia.
Tetaplah merokok! Resiko anda jantungan, kanker, TBC itu mohon ditanggung sendiri ya. (bukankah ada Kartu Sehat, BPJS...? )
Dan mohon sekali lagi mohooon... gambar-gambar seram dibungkus rokok diabaikan saja. Kalo perlu tutup (tempel stiker) dengan gambar artis. Atau terserah Anda saja, mau ditempeli gambar apa.
Lalu diiklannya ada splash (berwarna merah darah).dan di dalam splash itu ada tulisannya " Keep Smoking, don't worry about your health! No smokin juga death kok!"...
Weh weh... kok bahasa Inggris campur sari sih?. Hehehe... biar terasa rasa humornya sedikit.
Tapi... st stt... sebaiknya no smoking sajalah, biar badan Anda tetap sehat, tetap semangat menghadapi hidup yang semakin penuh tantangan.
Wassalam,
SangPenging@T!
Rabu, Desember 03, 2014
Aku Sedang Sedih
Sedih adalah bagian dari jiwa. Manusia yang nggak pernah sedih, boleh dikatakan sedang sakit jiwa. Tepatnya jiwanya sedang sakit. Sedih dan gembira silih berganti setiap hari. Sedih terus sepanjang hari, rasanya nggak mungkin. Habis sedih pasti ada gembira.
Buah hati bisa mendatangkan kegembiraan, dan bisa juga menimbulkan kesedihan. Hari ini aku merasa sedih atas ucapan si bungsu. Sungguh perih hati ini. Apa yang diucapkannya? ah, itu rahasia.
Pernah suatu saat bapakku dulu, merasa amat sedih ketika salah satu anaknya meminta sesuatu, tapi tak bisa dipenuhinya. Padahal dia amat ingin mengabulkan permintaan buah hati tercintanya. Aku dengar kesedihan bapakku itu dari Ibunda yang berkisah. Kata ibu, bapak sudah pensiun, dia gusar mendengar permintaan itu. Uangnya terbatas.
Nah ujung-ujungnya uang lagi, lagi-lagi uang.
Aku hanya bisa membayangkan perasaan mereka yang punya uang milyaran di tabungannya. Atau ratusan juta. Atau bahkan puluhan juta. Suatu hal yang belum pernah nyata kurasakan nikmatnya punya uang sebegitu banyak. Belum takdirnya mungkin? Atau memang aku yang pemalas mencari uang bejibun!
Kini aku sedang sedih belum bisa membahagiakan orang-orang yang paling kucinta, istri dan dua anakku.
Aku menghibur diri dengan kukatakan pada mereka, "suatu saat yakinlah pasti ada episode kebebasan finasial itu."
Berdoalah. Mereka menjawab kompak, "sudaaaaah pak doanya, bapaknya aja yang nggak getol cari duit."
Dalam hati kuberkata, "Yaa Rabb, itulah kata mereka.... anugerahi aku kecakapan untuk membuktikan kesungguhanku. Yaa Allah, kabulkan doa kami..."
Wassalam,
SangPenging@T!
Buah hati bisa mendatangkan kegembiraan, dan bisa juga menimbulkan kesedihan. Hari ini aku merasa sedih atas ucapan si bungsu. Sungguh perih hati ini. Apa yang diucapkannya? ah, itu rahasia.
Pernah suatu saat bapakku dulu, merasa amat sedih ketika salah satu anaknya meminta sesuatu, tapi tak bisa dipenuhinya. Padahal dia amat ingin mengabulkan permintaan buah hati tercintanya. Aku dengar kesedihan bapakku itu dari Ibunda yang berkisah. Kata ibu, bapak sudah pensiun, dia gusar mendengar permintaan itu. Uangnya terbatas.
Nah ujung-ujungnya uang lagi, lagi-lagi uang.
Aku hanya bisa membayangkan perasaan mereka yang punya uang milyaran di tabungannya. Atau ratusan juta. Atau bahkan puluhan juta. Suatu hal yang belum pernah nyata kurasakan nikmatnya punya uang sebegitu banyak. Belum takdirnya mungkin? Atau memang aku yang pemalas mencari uang bejibun!
Kini aku sedang sedih belum bisa membahagiakan orang-orang yang paling kucinta, istri dan dua anakku.
Aku menghibur diri dengan kukatakan pada mereka, "suatu saat yakinlah pasti ada episode kebebasan finasial itu."
Berdoalah. Mereka menjawab kompak, "sudaaaaah pak doanya, bapaknya aja yang nggak getol cari duit."
Dalam hati kuberkata, "Yaa Rabb, itulah kata mereka.... anugerahi aku kecakapan untuk membuktikan kesungguhanku. Yaa Allah, kabulkan doa kami..."
Wassalam,
SangPenging@T!
Selasa, Desember 02, 2014
Gila, Aku Gak Waras?
Aku gila? Masak sih? Ya aku benar benar seperti orang gila, nggak waras! Ah, baru "seperti" kok, itu artinya belum gila. Dan mudah-mudahan tidak gila. Memangnya mau jadi orang gila? Oh, tentu tidak, gila apa? Jadi orang waras aja susahnya setengah mati, eh ditawarin mau jadi orang gila. Ogah ah!
Bayangkan coba. Kalau pembaca malas membayangkan, ya sudah nggak usah dipaksa. hehehe....
Aku selama ini digaji dibawah UMR diam saja. Direndahkan tetangga, diam saja. Diremehkan teman, diam saja. Dan seribu satu macam perilaku yang bercorak negatip yang dilakukan oleh seseorang yang kucintai atau tidak kucintai terhadapku, ya aku diam saja. Dan yang parah, dimaki-maki, dicemooh, dijelek-jelekin oleh diri sendiri, ya tetap diam saja. Nah, ini yang kuanggap sebagai jangan-jangan aku sudah gila!
Gila, mungkin dalam arti aku sudah tidak peka lagi melihat dan menanggapi manusia di sekitarku. Lihat anak sendiri "terlantar", aku diam saja. Lihat istri nggak punya perhiasan emas yang memadai (seperti tetangga), aku diam saja. Padahal istri tercinta kulihat bibirnya sampai dower minta dibelikan mas-masan. Aku tetap tak bereaksi. Dan kujawab ringan, "nanti ada masanya, bu". Dan selalu istriku bilang berulang kali, "Kapan, Pak?"... Kapan?... dan lalu kujawab ringan sekali..."Yaaa, kapan-kapan bu".
Ya, aku melihat semua itu seperti bukan suatu keharusan aku mati-matian cari duit. Kerja keras, banting tulang demi untuk memenuhi standar hidup buat yang kucintai, istri dan anak-anak. Apa ini namanya kalau bukan gila, alias gak waras?
Ya tiba-tiba kesadaranku mulai bangkit, mulai bangun. Selama ini kesadaranku "tidur panjang" rupanya. Di-nina-bobokan oleh "kecukupan" yang semu. Kecukupan yang dicukupi oleh istri. Kasihan dia sudah kerja keras untuk keluarga kecil kami.
Aku bertekad "Mulai malam ini, Aku harus mandiri!". Ya bukankah, hidupku hari ada pilihanku sendiri. Aku harus mempertanggungjawabkan pilihan profesi karirku ini. Dunia dan akhirat loh! Hi, berat banget yak?
Sukses itu berawal dari tekad diri sendiri, jangan mengandalkan orang lain. Bantuan (tepatnya dukungan) dari orang lain baru didapat setelah usaha kita membuahkan hasil. Aku kira begitulah jalan untuk menapaki kesuksesan. Ya masih kira-kira. Lho? ya iyalah kan aku belum jadi orang sukses. Jadinya masih berupa hipotesa pernyataan yang kutulis itu.
Yes, aku mohon doa dari pembaca untuk cita-citaku menjadi motivator ketaatan beribadah kepada Allah Swt. Semoga Allah Swt meridhoi langkahku. Amiiin...
Wassalam,
SangPenging@T!
Bayangkan coba. Kalau pembaca malas membayangkan, ya sudah nggak usah dipaksa. hehehe....
Aku selama ini digaji dibawah UMR diam saja. Direndahkan tetangga, diam saja. Diremehkan teman, diam saja. Dan seribu satu macam perilaku yang bercorak negatip yang dilakukan oleh seseorang yang kucintai atau tidak kucintai terhadapku, ya aku diam saja. Dan yang parah, dimaki-maki, dicemooh, dijelek-jelekin oleh diri sendiri, ya tetap diam saja. Nah, ini yang kuanggap sebagai jangan-jangan aku sudah gila!
Gila, mungkin dalam arti aku sudah tidak peka lagi melihat dan menanggapi manusia di sekitarku. Lihat anak sendiri "terlantar", aku diam saja. Lihat istri nggak punya perhiasan emas yang memadai (seperti tetangga), aku diam saja. Padahal istri tercinta kulihat bibirnya sampai dower minta dibelikan mas-masan. Aku tetap tak bereaksi. Dan kujawab ringan, "nanti ada masanya, bu". Dan selalu istriku bilang berulang kali, "Kapan, Pak?"... Kapan?... dan lalu kujawab ringan sekali..."Yaaa, kapan-kapan bu".
Ya, aku melihat semua itu seperti bukan suatu keharusan aku mati-matian cari duit. Kerja keras, banting tulang demi untuk memenuhi standar hidup buat yang kucintai, istri dan anak-anak. Apa ini namanya kalau bukan gila, alias gak waras?
Ya tiba-tiba kesadaranku mulai bangkit, mulai bangun. Selama ini kesadaranku "tidur panjang" rupanya. Di-nina-bobokan oleh "kecukupan" yang semu. Kecukupan yang dicukupi oleh istri. Kasihan dia sudah kerja keras untuk keluarga kecil kami.
Aku bertekad "Mulai malam ini, Aku harus mandiri!". Ya bukankah, hidupku hari ada pilihanku sendiri. Aku harus mempertanggungjawabkan pilihan profesi karirku ini. Dunia dan akhirat loh! Hi, berat banget yak?
Sukses itu berawal dari tekad diri sendiri, jangan mengandalkan orang lain. Bantuan (tepatnya dukungan) dari orang lain baru didapat setelah usaha kita membuahkan hasil. Aku kira begitulah jalan untuk menapaki kesuksesan. Ya masih kira-kira. Lho? ya iyalah kan aku belum jadi orang sukses. Jadinya masih berupa hipotesa pernyataan yang kutulis itu.
Yes, aku mohon doa dari pembaca untuk cita-citaku menjadi motivator ketaatan beribadah kepada Allah Swt. Semoga Allah Swt meridhoi langkahku. Amiiin...
Wassalam,
SangPenging@T!
Kuserahkan Revisi Final MyBook Hari Ini
Setelah diuber-uber sama editor, hari ini rasanya mak PloNK! Selesai sudah naskah bukuku! kuserahkan naskah final myBook ke penerbit Lentera Hati.
Diuber-uber? memangnya editor seperti petugas Kamtib? Hehehe... maksudku sms dan telpon dari editor mas Faiq, supaya aku cepat menyerahkan revisi myBook.
Setelah tadi malam aku revisi layout iklan-iklan yang masih bisa dipercantik, sampai terkantuk-kantuk. Lalu disambung lagi revisinya setelah bangun tidur, sebelum aku dirikan shalat tahajud. Istirahat sebentar begitu adzan subuh berkumandang di masjid. Diteruskan lagi sehabis subuhan sampai tuntas pukul 11.15 siang ini. Selasa, 2 Desember 2014.
Alhamdulillah. Terima kasih Allah, akhirnya hamba bisa menyelesaikan myBook yang kuanggap sebagai karya monumentalku yang pertama ini. Novel segera menyusul, ck ck ck... mantapBro!
Wassalam,
SangPenging@T!
Diuber-uber? memangnya editor seperti petugas Kamtib? Hehehe... maksudku sms dan telpon dari editor mas Faiq, supaya aku cepat menyerahkan revisi myBook.
Setelah tadi malam aku revisi layout iklan-iklan yang masih bisa dipercantik, sampai terkantuk-kantuk. Lalu disambung lagi revisinya setelah bangun tidur, sebelum aku dirikan shalat tahajud. Istirahat sebentar begitu adzan subuh berkumandang di masjid. Diteruskan lagi sehabis subuhan sampai tuntas pukul 11.15 siang ini. Selasa, 2 Desember 2014.
Alhamdulillah. Terima kasih Allah, akhirnya hamba bisa menyelesaikan myBook yang kuanggap sebagai karya monumentalku yang pertama ini. Novel segera menyusul, ck ck ck... mantapBro!
Wassalam,
SangPenging@T!
Jumat, November 28, 2014
Surat Cinta Dari Allah Swt.
Bagaimana kita memperlakukan surat cinta dari kekasih tersayang? Tentu sangat cermat. Mulai dari membukanya hingga membacanya. Lalu disimpan lagi ke dalam amplop. Dibuka, dibaca, disimpan lagi. Terus begitu sampai bosan, atau sampai ada surat balasan yang baru lagi.
Ah, itu cerita zaman Siti Nurbaya kali. Sekarang zaman gadget, smartphone. Surat cinta tak lagi harus memakai kertas, amplop dan perangko. Cukup kirim WA, email atau SmS. Dan masa cintaku dulu masih saling berkirim surat, tidak seperti zaman sekarang. Dan boleh jadi mendapat kiriman WA, sms atau email bagi mereka yang sedang jatuh cinta, sudah bisa membuat jantung berdegup kencang.
Bagi mereka yang sedang di mabuk cinta. Hari-hari berjalan penuh warna-warni. Ada suka dan duka. Pokoknya sejuta rasa. Beda dengan hari yang dijalani oleh para jomblowan. Datar, tanpa rasa.
Dan ketika cinta sudah diraih, puncaknya adalah pernikahan. Sesudah menikah tak ada lagi surat cinta. Kecuali mereka yang berani berselingkuh. Surat cinta itu bisa mengalir lagi, dengan jalan sembunyi-sembunyi. Tapi ini tak dianjurkan. Ngapain musti berselingkuh. Kalau mau nambah, bilang saja sama istri kita. Setujukah dia? Kalau tidak setuju? Dan apakah memang perlu persetujuan istri kalau mau beristri lagi? Oh, itu terserah pembaca. Memang tidak ada dalam aturan agama, harus ada ijin dari istri pertama untuk kawin lagi. Yang ada adalah boleh kawin lagi, bahkan sampai empat asal bisa berlaku adil. Titik!
Membicarakan perihal surat, ternyata Kitab Suci umat Islam Al Qur'an terdiri dari 114 surah. Surah atau surat tersebut adalah surat cinta dari Sang Khalik kepada makhluknya. Allah menyampaikan surah-surahnya kepada Nabi Muhammad Saw, melalui malaikat Jibril.
Nabi Muhammad Saw dikenal juga sebagai "kekasih" Allah (Habibullah). 114 surah dalam Al Qur'an adalah ibaratnya surat cinta dari Allah kepada Nabi, dan juga ditujukan untuk umatnya hingga akhir zaman.
Bagaimana kita memperlakukan Al Qur'an itulah gambaran cinta kita kepada Kitab Suci ciptaan-Nya, sekaligus bukti cinta kita kepada Allah Swt.
Apakah bisa kita katakan orang yang tidak pernah atau jarang membaca surat cinta dari kekasihnya, bisa dibilang dia cinta kepada kekasihnya. Kayaknya masih diragukan tuh cintanya. Demikian pula halnya, kita sebagai makhluk ciptaan Allah, yang katanya cinta kepada-Nya, tetapi faktanya jarang membaca surah-surah cintanya yang termaktub dalam Al Qur'an.
Bacalah Al Qur'an setiap hari, tunjukkan cinta kita kepada Allah Swt.
Wassalam,
SangPenging@T!
Rabu, November 26, 2014
Buku Murah
Buku murah jelas belum buku murahan. Aku lihat buku ini di teras masjid, kemarin selepas shalat Dhuhur. Isinya sangat bermanfaat walau penampilannya sederhana. Dicetak dengan kertas murah. Covernya sangat sederhana.
Tapi isinya kuanggap sangat bermanfaat. Bahkan mungkin dengan buku ini aku akan membelah bumi. Ck ck ck. Ya dengan buku ini (dalam arti setelah aku amalkan isinya) aku bisa membelah atau menghancurkan tembok penghalang langkah majuku. Aku sudah bosan tak dianggap oleh mereka. Siapakah mereka? Ah, aku tak ingin membertahukan kepada pembaca di tulisan ini.
Kepada penjual buku itu aku tanya harganya. Penjualnya bilang "Rp 35.000,- pak!". Lalu aku tawar, "Sepuluh ribu, ya?". Tak dibolehkannya. Aku lalu ngoloyor pergi. Sampai di parkiran motor. Aku lihat penjual itu berteriak, "Lima belas ribu, pak!"
Mendengar teriakannya, aku setuju. Lalu penjual itu menghampiriku ke parkiran sembari membawa buku yang kuincar itu.
Aku bertekad dengan buku ini aku harus sukses! Dunia memang harus ditaklukkan. Percuma hidup sekali kalau tak punya arti!
Wassalam,
SangPenging@T!
Tapi isinya kuanggap sangat bermanfaat. Bahkan mungkin dengan buku ini aku akan membelah bumi. Ck ck ck. Ya dengan buku ini (dalam arti setelah aku amalkan isinya) aku bisa membelah atau menghancurkan tembok penghalang langkah majuku. Aku sudah bosan tak dianggap oleh mereka. Siapakah mereka? Ah, aku tak ingin membertahukan kepada pembaca di tulisan ini.
Kepada penjual buku itu aku tanya harganya. Penjualnya bilang "Rp 35.000,- pak!". Lalu aku tawar, "Sepuluh ribu, ya?". Tak dibolehkannya. Aku lalu ngoloyor pergi. Sampai di parkiran motor. Aku lihat penjual itu berteriak, "Lima belas ribu, pak!"
Mendengar teriakannya, aku setuju. Lalu penjual itu menghampiriku ke parkiran sembari membawa buku yang kuincar itu.
Aku bertekad dengan buku ini aku harus sukses! Dunia memang harus ditaklukkan. Percuma hidup sekali kalau tak punya arti!
Wassalam,
SangPenging@T!
Kamis, November 06, 2014
Pornographi
Ada orang (perempuan, laki-laki juga ada) yang suka di potret telanjang. Lalu diunggah ke dunia maya. Bisa oleh dirinya sendiri, orang lain atau musuhnya. Tujuannya macam-macam mulai dari iseng sampai murni buat cari duit.
Tetapi rasanya lebih banyak lagi orang yang suka melihat potret dan video begituan, ketimbang para pelakunya. Ya jelas dong!
Kata ustadz kondang, sudahlah hentikan kebiasaan meng-klik situs-situs begituan dan melihat gambar-gambar porno. Hanya menumpuk dosa. Hayyo periksa diri kita sendiri, lihat di hp kita, hardisk di komputer atau notebook kita, apakah masih tersimpan file begituan? Berani (tepatnya mau) tidak men-delete?
Setan betul-betul punya seribu cara untuk memerosokkan manusia ke lembah neraka. Ya lewat pornographi itu. Dahsyat brO!
Pornographi erat kaitannya dengan hawa nafsu. Selama hawa nafsu masih dikandung badan maka selama itu pula pornographi terus menerus berusaha mencengkeram manusia.
Waspadalah, kawan!
Wassalam.
SangPenging@T
Tetapi rasanya lebih banyak lagi orang yang suka melihat potret dan video begituan, ketimbang para pelakunya. Ya jelas dong!
Kata ustadz kondang, sudahlah hentikan kebiasaan meng-klik situs-situs begituan dan melihat gambar-gambar porno. Hanya menumpuk dosa. Hayyo periksa diri kita sendiri, lihat di hp kita, hardisk di komputer atau notebook kita, apakah masih tersimpan file begituan? Berani (tepatnya mau) tidak men-delete?
Setan betul-betul punya seribu cara untuk memerosokkan manusia ke lembah neraka. Ya lewat pornographi itu. Dahsyat brO!
Pornographi erat kaitannya dengan hawa nafsu. Selama hawa nafsu masih dikandung badan maka selama itu pula pornographi terus menerus berusaha mencengkeram manusia.
Waspadalah, kawan!
Wassalam.
SangPenging@T
Jumat, Oktober 31, 2014
Renovasi Garasi Dan Kamar Mandi
Ternyata renovasi rumah itu biayanya tidak sedikit. Menguras isi dompet. Tapi isi dompet istri tepatnya. Maklum isi dompet memang sudah terbiasa terkuras.
Hari ini, tukang selesai sementara merenovasi rumah warisan peninggalan orangtua. Garasi sudah aman, paling tidak menurutku, dari keruntuhan.
Kamar mandi utama juga sudah selesai. Walau sampai detik ini bak air, masih bocor. Mumet aku, mencari dimana kebocoran itu berasal. Lubangnya dimana?
Hari ini, tukang selesai sementara merenovasi rumah warisan peninggalan orangtua. Garasi sudah aman, paling tidak menurutku, dari keruntuhan.
Kamar mandi utama juga sudah selesai. Walau sampai detik ini bak air, masih bocor. Mumet aku, mencari dimana kebocoran itu berasal. Lubangnya dimana?
PNS
Sampai detik ini aku masih kerap bertanya dalam hati; apakah dulu aku telah salah mengambil keputusan penting, dalam memilih jalur karir yang sesuai dengan kebisaanku (bakatku)?
Sehingga yang aku rasakan kini, di usiaku yang setengah abad lebih dua tahun ini, aku kok sepertinya sedang berada di depan tembok yang tinggi dan tebal, bak tembok China. Sulit rasanya mau maju, menembus atau melompati tembok itu. Jalan yang kutempuh selama ini rupanya jalan buntu? Wow! Betul-betul menyebalkan. Sudah seumur begini, baru menyadari jalannya buntu.
Ah, apakah betul buntu? Jangan-jangan ini hanya perasaanku saja. Iya ya, jangan khawatir. Segera ambil keputusan penting. Atret! tahu apa itu atret? itu loh, mundur brO!. Yes, aku harus mundur beberapa langkah, atau beberapa meter untuk cari pertigaan, atau perempatan jalan, atau bisa juga sekedar tepian jalan yang pas buat mobil (atau "aku") memutar haluan. Lalu cari jalan lain yang bisa mengarahkan diriku ke tempat tujuan dengan tepat, jaraknya pendek dan tidak sampai kehabisan bensin (alias finish, atawa dead) sebelum sampai ke tujuan.
Emangnye tujuan ente kemana, pak? Ck ck ck... betul-betul pertanyaan bodoh. Atau pura-pura bodoh. Atau memang betul-betul gak ngerti ente? kataku berbalik tanya.
Dulu waktu muda, jelas tujuan hidupku; lulus kuliah secepatnya, dapat gelar sarjana S1, lalu cari kerja di biro iklan papan atas. Sudah gitu kawin dengan pacar tercantikku.
Kok nggak ingin jadi Pegawai Negeri Sipil? Jawabku cepat, karena dulu di (zaman) era orde baru, pegawai negeri rendahan, gajinya setara buruh pabrik. Sementara gaji Pegawai Swasta kantoran wuiih bayarannya 3 kali lipat dari gaji PNS.
Itu sebabnya aku memilih jadi pegawai swasta. Harapannya suatu saat nanti bisa jadi pengusaha terkemuka. Hmm... ternyata jadi juga sih pengusaha, tetapi pengusaha kelas teri. Tanpa kantor, tanpa karyawan. Alias pengusaha mandiri. Semua dikerjakan sendiri, yah ada sih bantuan tenaga dan dana dari istri. Apa pekerjaannya? Ya bikin desainlah. Graphic Design. Mulai dari desain kartu nama, kop surat, liflet, poster sampai spanduk.
Tapi kenapa nggak bisa maju usahanya. Mungkin disebabkan aku kurang gesit. Terlalu banyak mikir, sehingga lambat mengambil keputusannya. Ya jadinya begini.
Dalam posisi seperti sekarang, (di tengah mencari jalan yang pas buat tujuan selanjutnya, alias tujuan akhir). Aku melihat teman yang sukses jadi PNS. Aku jadi iri begini. Kok ngiri sih? Apa yang di-iri-kan? Iri, lihat penghasilannya yang diatas buruh pabrik. Bisa keliling Indonesia gratis, dapat uang saku lagi. Begitu pensiun. Hmmm, masih dapat bayaran setiap bulannya dari pemerintah. Opo ra enak?
Sebetulnya rasa iri itu tak perlu ada. Toh, dulu ketika disarankan oleh Bapakku, untuk melamar jadi PNS, aku tolak mentah-mentah.
Eh, gak tahunya sekarang malah aku mau muntah, mikirin jadi karyawan swasta kelas teri. Setelah mengarungi samudera pekerjaan sebagai karyawan di beberapa perusahaan iklan dan percetakan kelas menengah (ada juga sih yang kelas bawah), akhirnya aku terdampar di sini. Di perusahaan digital printing bukan papan atas. Makanya penghasilannya pas-pasan.
Kenapa mau muntah. Sebabnya banyak, atau sedikit order, nggak berpengaruh sama isi dompetku. Itu yang bikin aku kesel, kheki bin katrok. Lho, lho... opo toh kuwi?
Oh iya, tadi kan aku sempet nyinggung tentang tujuan hidup. Gimana tuh lanjutannya. Sampai-sampai pertanyaanku dibilang sebagai pertanyaan bodoh. Tersinggung nih aku. Hehehe... oh tersinggung toh? Maapin deh ye.
Iya sekarang tujuan akhir yang harus kucapai adalah mati husnul khotimah, mewariskan pendidikan dan harta yang cukup buat anak-anak dan istri. Dan nanti di akhirat semoga bisa masuk surga.Itulah tujuan hidupku selanjutnya, setelah mentok di ujung jalan bertembok tebal dan tinggi.
Aku harus cari jalan yang bisa mengantarkan ke tujuanku di atas tadi. Jalan yang tepat, lurus dan yang harus adalah jalan yang diridai oleh Allah Swt.
Wassalam,
SangPenging@T!
Sehingga yang aku rasakan kini, di usiaku yang setengah abad lebih dua tahun ini, aku kok sepertinya sedang berada di depan tembok yang tinggi dan tebal, bak tembok China. Sulit rasanya mau maju, menembus atau melompati tembok itu. Jalan yang kutempuh selama ini rupanya jalan buntu? Wow! Betul-betul menyebalkan. Sudah seumur begini, baru menyadari jalannya buntu.
Ah, apakah betul buntu? Jangan-jangan ini hanya perasaanku saja. Iya ya, jangan khawatir. Segera ambil keputusan penting. Atret! tahu apa itu atret? itu loh, mundur brO!. Yes, aku harus mundur beberapa langkah, atau beberapa meter untuk cari pertigaan, atau perempatan jalan, atau bisa juga sekedar tepian jalan yang pas buat mobil (atau "aku") memutar haluan. Lalu cari jalan lain yang bisa mengarahkan diriku ke tempat tujuan dengan tepat, jaraknya pendek dan tidak sampai kehabisan bensin (alias finish, atawa dead) sebelum sampai ke tujuan.
Emangnye tujuan ente kemana, pak? Ck ck ck... betul-betul pertanyaan bodoh. Atau pura-pura bodoh. Atau memang betul-betul gak ngerti ente? kataku berbalik tanya.
Dulu waktu muda, jelas tujuan hidupku; lulus kuliah secepatnya, dapat gelar sarjana S1, lalu cari kerja di biro iklan papan atas. Sudah gitu kawin dengan pacar tercantikku.
Kok nggak ingin jadi Pegawai Negeri Sipil? Jawabku cepat, karena dulu di (zaman) era orde baru, pegawai negeri rendahan, gajinya setara buruh pabrik. Sementara gaji Pegawai Swasta kantoran wuiih bayarannya 3 kali lipat dari gaji PNS.
Itu sebabnya aku memilih jadi pegawai swasta. Harapannya suatu saat nanti bisa jadi pengusaha terkemuka. Hmm... ternyata jadi juga sih pengusaha, tetapi pengusaha kelas teri. Tanpa kantor, tanpa karyawan. Alias pengusaha mandiri. Semua dikerjakan sendiri, yah ada sih bantuan tenaga dan dana dari istri. Apa pekerjaannya? Ya bikin desainlah. Graphic Design. Mulai dari desain kartu nama, kop surat, liflet, poster sampai spanduk.
Tapi kenapa nggak bisa maju usahanya. Mungkin disebabkan aku kurang gesit. Terlalu banyak mikir, sehingga lambat mengambil keputusannya. Ya jadinya begini.
Dalam posisi seperti sekarang, (di tengah mencari jalan yang pas buat tujuan selanjutnya, alias tujuan akhir). Aku melihat teman yang sukses jadi PNS. Aku jadi iri begini. Kok ngiri sih? Apa yang di-iri-kan? Iri, lihat penghasilannya yang diatas buruh pabrik. Bisa keliling Indonesia gratis, dapat uang saku lagi. Begitu pensiun. Hmmm, masih dapat bayaran setiap bulannya dari pemerintah. Opo ra enak?
Sebetulnya rasa iri itu tak perlu ada. Toh, dulu ketika disarankan oleh Bapakku, untuk melamar jadi PNS, aku tolak mentah-mentah.
Eh, gak tahunya sekarang malah aku mau muntah, mikirin jadi karyawan swasta kelas teri. Setelah mengarungi samudera pekerjaan sebagai karyawan di beberapa perusahaan iklan dan percetakan kelas menengah (ada juga sih yang kelas bawah), akhirnya aku terdampar di sini. Di perusahaan digital printing bukan papan atas. Makanya penghasilannya pas-pasan.
Kenapa mau muntah. Sebabnya banyak, atau sedikit order, nggak berpengaruh sama isi dompetku. Itu yang bikin aku kesel, kheki bin katrok. Lho, lho... opo toh kuwi?
Oh iya, tadi kan aku sempet nyinggung tentang tujuan hidup. Gimana tuh lanjutannya. Sampai-sampai pertanyaanku dibilang sebagai pertanyaan bodoh. Tersinggung nih aku. Hehehe... oh tersinggung toh? Maapin deh ye.
Iya sekarang tujuan akhir yang harus kucapai adalah mati husnul khotimah, mewariskan pendidikan dan harta yang cukup buat anak-anak dan istri. Dan nanti di akhirat semoga bisa masuk surga.Itulah tujuan hidupku selanjutnya, setelah mentok di ujung jalan bertembok tebal dan tinggi.
Aku harus cari jalan yang bisa mengantarkan ke tujuanku di atas tadi. Jalan yang tepat, lurus dan yang harus adalah jalan yang diridai oleh Allah Swt.
Wassalam,
SangPenging@T!
Revisi Lagi
Setiap kuhidupkan komputer. Lalu kubuka file bukuku yang ingin kuterbitkan, selalu saja masih ada yang bisa kuperbaiki alias aku revisi. Akhirnya mau tidak mau ya harus aku revisi. Mulai dari gaya bahasanya, ide kalimatnya. Bahkan ada paragraf yang terpaksa aku singkirkan. Dibuang jauh-jauh, karena terlalu luas bahasannya.
Tetapi tidak bisa seperti ini terus. Harus ada kata "Selesai (cukup) untuk revisi!", supaya bisa diantar segera file siap cetak dari bukuku ini ke penerbit Kata Elha.
Mereka mungkin sudah menunggu terlalu lama. Ayo dong kata temanku menyemangatiku. Kirim segera ke penerbit. Yess! jawabku mantap.
Iya betul harus diselesaikan segera dan segera di sampaikan ke penerbit. Tetapi waktu yang diberikan penerbit tiga bulan sejak tanda tangan kontrak. Makanya ingin aku sempurnakan sesempurna yang bisa kulakukan.
Wassalam,
SangPenging@T!
Tetapi tidak bisa seperti ini terus. Harus ada kata "Selesai (cukup) untuk revisi!", supaya bisa diantar segera file siap cetak dari bukuku ini ke penerbit Kata Elha.
Mereka mungkin sudah menunggu terlalu lama. Ayo dong kata temanku menyemangatiku. Kirim segera ke penerbit. Yess! jawabku mantap.
Iya betul harus diselesaikan segera dan segera di sampaikan ke penerbit. Tetapi waktu yang diberikan penerbit tiga bulan sejak tanda tangan kontrak. Makanya ingin aku sempurnakan sesempurna yang bisa kulakukan.
Wassalam,
SangPenging@T!
Seng Su
Judul tulisan ini bukan nama Tionghoa. Itu adalah nama masakan khas di warung remang-remang di pinggiran jalan kota Yogyakarta. Lokasinya pastinya dimana? wah aku lali (lupa) je, maklum aku kuliah di Yogyakarta antara tahun 1982-1988.
Seng Su. Kependekan dari tongSENG aSu. Sajian masakan berbahan daging anjing. Hi, serem. Dibunuhnya bukan disembelih, tapi dimasukkan karung lalu digebukin sampai mati. Kejam!
Baru saja aku lihat sebuah tautan di halaman facebook-ku, isinya menentang pembantaian anjing untuk bahan masakan dengan cara digebukin itu. Keprihatinan itu disuarakan oleh para kaum penyayang hewan anjing.
Aku hanya bisa mengelus dada, melihat kenyataan itu. Islam mengharamkan daging anjing. Dan Islam tidak membolehkan menyembelih binatang dengan cara sembarangan. Jadi terus terang kita harus punya sikap perikebinatangan. Bukan hanya perikemanusiaan saja yang kita jaga dalam berperilaku.
Itulah manusia semua mau dimakan. Mengerikan!
Wassalam,
SangPenging@T!
Seng Su. Kependekan dari tongSENG aSu. Sajian masakan berbahan daging anjing. Hi, serem. Dibunuhnya bukan disembelih, tapi dimasukkan karung lalu digebukin sampai mati. Kejam!
Baru saja aku lihat sebuah tautan di halaman facebook-ku, isinya menentang pembantaian anjing untuk bahan masakan dengan cara digebukin itu. Keprihatinan itu disuarakan oleh para kaum penyayang hewan anjing.
Aku hanya bisa mengelus dada, melihat kenyataan itu. Islam mengharamkan daging anjing. Dan Islam tidak membolehkan menyembelih binatang dengan cara sembarangan. Jadi terus terang kita harus punya sikap perikebinatangan. Bukan hanya perikemanusiaan saja yang kita jaga dalam berperilaku.
Itulah manusia semua mau dimakan. Mengerikan!
Wassalam,
SangPenging@T!
Senin, Oktober 27, 2014
Ada Hari Blogger Nasional
Wah baru tahu aku, kalau hari ini 27 Oktober adalah hari blogger nasional. Hebat. Aku sebagai aktivis blog, tentu ingin mengucapkan selamat! bunyi ucapannya begini: Selamat Ngblog Bro!
Mau nulis apa nih? wah kok jadi bingung begene. Bener, serius pikiranku lagi mumet. Dompet menipis, pengeluaran renov canopy (garasi) mobil, wc dan cat kamar anakku.
Ah, memusingkan tapi untung istriku punya segelang emas, yang bisa dijual dan akhirnya pikiranku sedikit terbebaskan. Aku betul-betul salut atas pengorbanannya.
Aku belum bisa berbuat banyak. Tapi aku yakin suatu saat pasti bisa berbuat. Mudah-mudahan Allah Swt. memberi kesempatan itu.
Wassalam,
SangPenging@T!
Mau nulis apa nih? wah kok jadi bingung begene. Bener, serius pikiranku lagi mumet. Dompet menipis, pengeluaran renov canopy (garasi) mobil, wc dan cat kamar anakku.
Ah, memusingkan tapi untung istriku punya segelang emas, yang bisa dijual dan akhirnya pikiranku sedikit terbebaskan. Aku betul-betul salut atas pengorbanannya.
Aku belum bisa berbuat banyak. Tapi aku yakin suatu saat pasti bisa berbuat. Mudah-mudahan Allah Swt. memberi kesempatan itu.
Wassalam,
SangPenging@T!
Selasa, Oktober 07, 2014
Tanda Tangan Kontrak Penerbitan Bukuku
Dengan ucapan "Bismillah..." maka kutanda-tanganilah kontrak untuk menerbitkan bukuku di penerbit Kata ELHa pada hari ini; Selasa, 7 Oktober 2014. Tepatnya di Jl. Kertamukti, Ciputat.
Penerbit tersebut adalah imprint dari Penerbit Lentera Hati.Saat tanda tangan, disaksikan oleh seorang editor yang akan menangani bukuku, mas Faiq.
Berjuta rasa bergabung jadi satu dalam hatiku. Ada rasa senang, rasa penasaran dan rasa takut. Wow begitukah rasanya? Rame begitu, kok kayak permen nano-nano. Ya begitulah yang kurasa.
Mengapa ada rasa senang? Ya tentulah senang karena perjuangan selama ini akhirnya mencapai titik temunya dengan sebuah penerbit yang sudi menerbitkan. Meski pernah kurasakan pahitnya ditolak satu kali oleh sebuah penerbit buku Islam.
Lalu rasa penasaran itu, mengapa timbul? Hmm... aku penasaran seperti apakah nanti jadinya bukuku itu saat mejeng di stand toko buku ternama atau saat terpajang di stand pameran buku. Artinya aku masih penasaran seperti apakah nanti hasil cetakannya, covernya dan penampilan keseluruhan bukuku itu. Ingin rasanya cepat-cepat rasa penasaran itu kupecahkan sehingga aku bisa melihat tampilan bukuku sebenar-benarnya. Bukan sekedar dalam impian ataupun angan-angan.
Dan terakhir, mengapa harus takut? Ya itulah yang menghantui perasaanku bersama terbitnya rasa senang. Ketakutan itu betul-betul menghantuiku. Takut apa? ya bisa macam-macam. Antara lain; takut bukunya jelek tampilan covernya ataupun layout halamannya.Takut kalau-kalau pemasarannya seret. Dan berbagai ketakutan yang muncul. Ah, tapi sudahlah kuserahkan saja semuanya kepada Yang Maha Kuasa, Allah Swt. Pasrahkan saja kepada-Nya, yang penting aku sudah ikhtiar untuk menulis dan menerbitkan. Selebihnya semua berada diluar kekuasaanku.
Yang pasti ada sejuta rencana dariku untuk bukuku itu. Aku ingin keliling Indonesia dan keliling Dunia bersama bukuku. Tujuannya untuk apa, untuk ceramah dan jualan buku, hehehe....
Wassalam,
SangPenging@T!
Penerbit tersebut adalah imprint dari Penerbit Lentera Hati.Saat tanda tangan, disaksikan oleh seorang editor yang akan menangani bukuku, mas Faiq.
Berjuta rasa bergabung jadi satu dalam hatiku. Ada rasa senang, rasa penasaran dan rasa takut. Wow begitukah rasanya? Rame begitu, kok kayak permen nano-nano. Ya begitulah yang kurasa.
Mengapa ada rasa senang? Ya tentulah senang karena perjuangan selama ini akhirnya mencapai titik temunya dengan sebuah penerbit yang sudi menerbitkan. Meski pernah kurasakan pahitnya ditolak satu kali oleh sebuah penerbit buku Islam.
Lalu rasa penasaran itu, mengapa timbul? Hmm... aku penasaran seperti apakah nanti jadinya bukuku itu saat mejeng di stand toko buku ternama atau saat terpajang di stand pameran buku. Artinya aku masih penasaran seperti apakah nanti hasil cetakannya, covernya dan penampilan keseluruhan bukuku itu. Ingin rasanya cepat-cepat rasa penasaran itu kupecahkan sehingga aku bisa melihat tampilan bukuku sebenar-benarnya. Bukan sekedar dalam impian ataupun angan-angan.
Dan terakhir, mengapa harus takut? Ya itulah yang menghantui perasaanku bersama terbitnya rasa senang. Ketakutan itu betul-betul menghantuiku. Takut apa? ya bisa macam-macam. Antara lain; takut bukunya jelek tampilan covernya ataupun layout halamannya.Takut kalau-kalau pemasarannya seret. Dan berbagai ketakutan yang muncul. Ah, tapi sudahlah kuserahkan saja semuanya kepada Yang Maha Kuasa, Allah Swt. Pasrahkan saja kepada-Nya, yang penting aku sudah ikhtiar untuk menulis dan menerbitkan. Selebihnya semua berada diluar kekuasaanku.
Yang pasti ada sejuta rencana dariku untuk bukuku itu. Aku ingin keliling Indonesia dan keliling Dunia bersama bukuku. Tujuannya untuk apa, untuk ceramah dan jualan buku, hehehe....
Wassalam,
SangPenging@T!
Selasa, September 30, 2014
Revisi My Book
Sudah kuserahkan revisi My Book ke Lentera Hati. Tenggang waktu yang disediakan kupakai dengan bijak. Yakni dari tanggal 5 s.d 28 September 2014. Revisi meliputi penggantian terjemahan Qur'an dari terjemahan versi Kementerian Agama ke terjemahannya Pak Quraish Shihab. Terjemahan M. Quraish Shihab (MQS) terasa lebih detil dalam menjelaskan makna Firman Allah Swt.
Kemarin aku serahkan revisi-annya ke editor. Malamnya ku-sms pak Faiq (editor yang menangani naskah My Book). Alhamdulillah jawabannya positif. Demikian juga untuk kata pengantar dari Ahli Qur'an. Kuusulkan pak Atho Mudhar (Guru Besar Pasca Sarjana UIN Syarief Hidayatullah, Ciputat) untuk memberi kata pengatar. Dan ini disetujui oleh pihak penerbitan. Tinggal menunggu apakah beliau bersedia atau tidak.
Benar-benar minggu yang padat waktu revisi itu. Otakku diperas untuk menghasilkan karya yang mudah-mudahan saja berbobot. Aku sudah maksimal menurutku. Tapi tentu penilaian atas sebuah karya adalah terserah publik yang menikmatinya.
Aku terus berdoa dan berdoa mohon petunjuk Allah Swt. Sebab tanpa ide yang diberikan-Nya, hmm... mustahil rasanya aku seorang diri bisa menghasilkan karya yang bernilai manfaat bagi orang banyak.
Kini setelah naskah revisi My Book kuserahkan ke penerbit aku bisa bernafas sedikit lega. Lho kok sedikit? ya iyalah belum lega plong. Karena My Book belum terbit brO! kok MyBook, my Book...sebutin dong judul bukunya. Eh, ntar dong, masih dirahasiakan. Biar ada kejutan geto loh! hehehe...
Sekarang fokus lagi ke penulisan MyNovel. Semoga yang ini juga bisa sesuai jadwal terbitnya. Rencananya sih Novel Trilogi. Mantap brO! satu aja belum kelarrrr sudah mikir tiga. Apa nggak stress tuh? Tidaklah yauww, yang penting tetap semangat dan terus memohon petunjuk-Nya.
Wassalam,
SangPenging@T!
Kemarin aku serahkan revisi-annya ke editor. Malamnya ku-sms pak Faiq (editor yang menangani naskah My Book). Alhamdulillah jawabannya positif. Demikian juga untuk kata pengantar dari Ahli Qur'an. Kuusulkan pak Atho Mudhar (Guru Besar Pasca Sarjana UIN Syarief Hidayatullah, Ciputat) untuk memberi kata pengatar. Dan ini disetujui oleh pihak penerbitan. Tinggal menunggu apakah beliau bersedia atau tidak.
Benar-benar minggu yang padat waktu revisi itu. Otakku diperas untuk menghasilkan karya yang mudah-mudahan saja berbobot. Aku sudah maksimal menurutku. Tapi tentu penilaian atas sebuah karya adalah terserah publik yang menikmatinya.
Aku terus berdoa dan berdoa mohon petunjuk Allah Swt. Sebab tanpa ide yang diberikan-Nya, hmm... mustahil rasanya aku seorang diri bisa menghasilkan karya yang bernilai manfaat bagi orang banyak.
Kini setelah naskah revisi My Book kuserahkan ke penerbit aku bisa bernafas sedikit lega. Lho kok sedikit? ya iyalah belum lega plong. Karena My Book belum terbit brO! kok MyBook, my Book...sebutin dong judul bukunya. Eh, ntar dong, masih dirahasiakan. Biar ada kejutan geto loh! hehehe...
Sekarang fokus lagi ke penulisan MyNovel. Semoga yang ini juga bisa sesuai jadwal terbitnya. Rencananya sih Novel Trilogi. Mantap brO! satu aja belum kelarrrr sudah mikir tiga. Apa nggak stress tuh? Tidaklah yauww, yang penting tetap semangat dan terus memohon petunjuk-Nya.
Wassalam,
SangPenging@T!
Sabtu, September 13, 2014
Anjing
Namanya juga anjing. Mau ditulis dengan sehormat apapun tetap anjing. Apa perlu ditulis "anjing terhormat" Ah, ono-ono wae.
Azan subuh baru saja selesai berkumandang. Sebagai muslim yang taat, tentu panggilan mulia itu tak kusia-siakan. Setelah beres pakai sarung, pakai koko, kubuka pintu ruang tamu.Nah waktu mau ngunci pintu, aku dengar selintas ada suara desiran angin kencang di belakang punggungku. Weit, apaan tuh? hatiku bertanya-tanya, jangan-jangan ada makhluk halus lewat sambil terbang. Tapi bukan kali ah. Kenapa bukan? Iya sebabnya bulu ketekku (eh bulu kudukku deng)...nggak berdiri.
Begitu ku berbalik arah menuju pintu pagar, kulemparkan pandangan ke sekeliling rumah. Ah, ternyata sepi. Nggak ada yang mencurigakan. Ah, sebodo amat, ah. Aku nggak mikiran suara apa tadi.
Nah, begitu pintu pagar kubuka, aku langkahkan kaki keluar, lalu pagar pintu pagar kututup lagi. Aku lihat anjing tetangga berjalan pelan ke arahku.Anjing sialan! Bikin kaget gue aje luh. Rupanya anjing ini nih, sumber suara desiran angin tadi. Dia berlari cepat entah nguber apa. Atau jangan-jangan habis nguber setan.
Anjing itu melangkah pelan tak bersuara lewat di depanku, sambil matanya menatap tajam ke arah mataku. Tak berapa jauh dariku, kira-kira empat meter anjing itu berhenti. Aku mulai ngeri, kalau-kalau dia menyerangku. Dia tidak menyalak. Mungkin lagi malas menggonggong.
Kulihat dia, matanya masih menatapku curiga. Dia pikir ini orang maling apa yang punya rumah. Tapi kalau maling kenapa pakai koko. Mungkin anjing itu berpikir, ah masak sih maling pakai koko. Biasanya maling pakai T-Shirt. Eh, lagian ngapaian nulis apa yang dipikirin anjing ya? Dampak positipnya buat tulisan ini kayaknya nggak ada ya. Ya sudahlah, kita lanjutkan.
Aku belagak ingin menyerang dia, eh lebih tepatnya mengusir dia supaya pergi jauh dariku. Eh, begitu anjing itu liat aku hendak menyerangnya, dia nggak mau kalah strategi. Anjing itu segera ambil posisi ingin benar-benar menyerangku. Makin tampak galaknya. Busyet dah, seru nih kalau ada pertarungan seorang jamaah masjid melawan seekor anjing.
Untuk meredakan ketegangan aku ambil sikap cuek, sembari sekali-kali ngelirik tuh anjing kalau-kalau tiba-tiba dia menyerangkan sambil menggigit kakiku. Keep calm bro! Hmmm ternyata ada dampaknya anjing itu pun melihat aku nggak jadi mengusirnya, dia pun pasang gaya santai. Lalu aku diam-diam (ya ialah masak musti ngomong2 pamitan dulu sama anjing) berjalan pelan-pelan meninggalkannya.
Anjing itu akhirnya jalan di tempat sambil mengibas-ngibaskan buntutnya, melihat aku berjalan ke masjid.
Bisa aku bayangkan seandainya aku tetap dalam posisi garang, bahkan ngambil batu di jalan lalu nimpuk kepala tuh anjing. Wow! bisa semakin buas tuh anjing. Dan aku nggak bisa membayangkan sarung yang robek-robek, baju koko yang kotor. Ujung-ujungnya aku nggak dapat pahala subuhan di masjid.
Ternyata sama anjing saja kita harus berlaku sopan, apalagi sama orang ya?
Wassalam,
SangPenging@T!
Azan subuh baru saja selesai berkumandang. Sebagai muslim yang taat, tentu panggilan mulia itu tak kusia-siakan. Setelah beres pakai sarung, pakai koko, kubuka pintu ruang tamu.Nah waktu mau ngunci pintu, aku dengar selintas ada suara desiran angin kencang di belakang punggungku. Weit, apaan tuh? hatiku bertanya-tanya, jangan-jangan ada makhluk halus lewat sambil terbang. Tapi bukan kali ah. Kenapa bukan? Iya sebabnya bulu ketekku (eh bulu kudukku deng)...nggak berdiri.
Begitu ku berbalik arah menuju pintu pagar, kulemparkan pandangan ke sekeliling rumah. Ah, ternyata sepi. Nggak ada yang mencurigakan. Ah, sebodo amat, ah. Aku nggak mikiran suara apa tadi.
Nah, begitu pintu pagar kubuka, aku langkahkan kaki keluar, lalu pagar pintu pagar kututup lagi. Aku lihat anjing tetangga berjalan pelan ke arahku.Anjing sialan! Bikin kaget gue aje luh. Rupanya anjing ini nih, sumber suara desiran angin tadi. Dia berlari cepat entah nguber apa. Atau jangan-jangan habis nguber setan.
Anjing itu melangkah pelan tak bersuara lewat di depanku, sambil matanya menatap tajam ke arah mataku. Tak berapa jauh dariku, kira-kira empat meter anjing itu berhenti. Aku mulai ngeri, kalau-kalau dia menyerangku. Dia tidak menyalak. Mungkin lagi malas menggonggong.
Kulihat dia, matanya masih menatapku curiga. Dia pikir ini orang maling apa yang punya rumah. Tapi kalau maling kenapa pakai koko. Mungkin anjing itu berpikir, ah masak sih maling pakai koko. Biasanya maling pakai T-Shirt. Eh, lagian ngapaian nulis apa yang dipikirin anjing ya? Dampak positipnya buat tulisan ini kayaknya nggak ada ya. Ya sudahlah, kita lanjutkan.
Aku belagak ingin menyerang dia, eh lebih tepatnya mengusir dia supaya pergi jauh dariku. Eh, begitu anjing itu liat aku hendak menyerangnya, dia nggak mau kalah strategi. Anjing itu segera ambil posisi ingin benar-benar menyerangku. Makin tampak galaknya. Busyet dah, seru nih kalau ada pertarungan seorang jamaah masjid melawan seekor anjing.
Untuk meredakan ketegangan aku ambil sikap cuek, sembari sekali-kali ngelirik tuh anjing kalau-kalau tiba-tiba dia menyerangkan sambil menggigit kakiku. Keep calm bro! Hmmm ternyata ada dampaknya anjing itu pun melihat aku nggak jadi mengusirnya, dia pun pasang gaya santai. Lalu aku diam-diam (ya ialah masak musti ngomong2 pamitan dulu sama anjing) berjalan pelan-pelan meninggalkannya.
Anjing itu akhirnya jalan di tempat sambil mengibas-ngibaskan buntutnya, melihat aku berjalan ke masjid.
Bisa aku bayangkan seandainya aku tetap dalam posisi garang, bahkan ngambil batu di jalan lalu nimpuk kepala tuh anjing. Wow! bisa semakin buas tuh anjing. Dan aku nggak bisa membayangkan sarung yang robek-robek, baju koko yang kotor. Ujung-ujungnya aku nggak dapat pahala subuhan di masjid.
Ternyata sama anjing saja kita harus berlaku sopan, apalagi sama orang ya?
Wassalam,
SangPenging@T!
Kamis, September 04, 2014
Breaking News!
"Alhamdulillah..." itulah ucapan syukur yang terdengar lirih dari mulutku ketika mendengar kabar dari editor Lentera Hati pagi ini. Kamis, 4 September 2014.
"OK! Bukunya (sambil memegang dummy buku karyaku) bisa kami setujui untuk diterbitkan di sini (di Lentera Hati)" kata editor Lentera Hati, Sdr. Faiq (mau nyebut bapak kayaknya kurang pas, hmm karena terlihat masih muda belia, wow tapi terbaca gelar di kartu namanya MA. Hum.
Tapi ada beberapa catatan dari Lentera Hati untuk diperhatikan, pesannya.
Yes! Pokoknya aku seneng banget malam ini pas malam Jumat. Bukunya mudah-mudahan siap edar di akhir tahun ini. Perubahan pentingnya, aku musti mengganti terjemahan Qur'an dengan versi terjemahan Pak Quraish. No problemo. Dan tema perlu ditambah lagi, biar semakin bukunya lebih punya daya jual. Allright.
Oh ya, habis itu siangnya aku janjian sama sahabatku di Citos. Sama siapa? sama dokter MS Wibisono, dan biasa kupanggil dengan Mas/dokter Udin.
Ternyata kami sampai di sana nyaris berbarengan. Cuma beda tempat parkir. Dia parkir di tempat parkir mobil, sementara kendaraan roda duaku di tempat parkir motor. Aku tunggu dia di depan toko Breadtalk. Saling telpon sebentar, mengabarkan posisi dimana. Dan akhirnya ketemulah. Saling salaman. Jabat erat. Maklum sudah lama banget gak jumpa. Lalu jalan, sambil dia menawarkan "Mau makan apa nih?"
"Bagaimana dengan menu ikan laut?" kataku. "Oke", kata pak dokter. Akhirnya kami menuju ke restoran Fish n Co... Hmmm hidangannya maknyusss. Kami pilih menu for two. Dihidangkan dalam nampan besar, isinya nasi Thailand, potongan cumi, udang, daging ikan (berwujud betul-betul daging, karena aku sudah tidak bisa melihat wujud ikannya, karena sudah dipisah dari tulang dan kepalanya).. rasane uenake.
Lalu ada kerangnya. ada kentang goreng... full of delicious lunch.
Sambil menyantap hidangan, sebelum dan sesudah makan kami saling bertukar cerita apa saja.
Thanks doctor! Jam 13.15 kami berpisah... Aku shalat Dhuhur di kawasan Cilandak Sport Center.
Oh ya kelupaan, musti ditulis nih. Sebelum sampai kantor Lentera Hati, ban belakang motor jadulku bocorrr. di depan terminal Lebak Bulus. Dorong-dorong. Untungnya dekat situ ada tukang tambal ban. Ada dua lubang. Satunya dekat pentil. Alhasil musti ganti ban baru. Rp38.000,- pindah lokasi dari dompetku ke kas tukang tambal ban.
Janji jam 10.00, kulihat jam masih setengah sepuluh. Motor aku kebut ke komplek dosen IAIN, jalan Ibnu Rusd II. Kaget aku dibuatnya. Sudah rata brO! dengan tanah. Alias sudah dibongkar habisss. Entahlah mo dijadikan apa tuh komplek. Sedih melihatnya, tempat tinggalku waktu TK dulu, sudah hilang.
Dan malam ini aku mulai asyik dengan revisi bukuku. Editornya bilang, mudah-mudahan akhir tahun 2014, sudah bisa terbit dan beredar di toko Gramedia.... Mantap!!!!
Insya Allah, semoga tak ada aral melintang...
Wassalam,
SangPenging@T
"OK! Bukunya (sambil memegang dummy buku karyaku) bisa kami setujui untuk diterbitkan di sini (di Lentera Hati)" kata editor Lentera Hati, Sdr. Faiq (mau nyebut bapak kayaknya kurang pas, hmm karena terlihat masih muda belia, wow tapi terbaca gelar di kartu namanya MA. Hum.
Tapi ada beberapa catatan dari Lentera Hati untuk diperhatikan, pesannya.
Yes! Pokoknya aku seneng banget malam ini pas malam Jumat. Bukunya mudah-mudahan siap edar di akhir tahun ini. Perubahan pentingnya, aku musti mengganti terjemahan Qur'an dengan versi terjemahan Pak Quraish. No problemo. Dan tema perlu ditambah lagi, biar semakin bukunya lebih punya daya jual. Allright.
Oh ya, habis itu siangnya aku janjian sama sahabatku di Citos. Sama siapa? sama dokter MS Wibisono, dan biasa kupanggil dengan Mas/dokter Udin.
Ternyata kami sampai di sana nyaris berbarengan. Cuma beda tempat parkir. Dia parkir di tempat parkir mobil, sementara kendaraan roda duaku di tempat parkir motor. Aku tunggu dia di depan toko Breadtalk. Saling telpon sebentar, mengabarkan posisi dimana. Dan akhirnya ketemulah. Saling salaman. Jabat erat. Maklum sudah lama banget gak jumpa. Lalu jalan, sambil dia menawarkan "Mau makan apa nih?"
"Bagaimana dengan menu ikan laut?" kataku. "Oke", kata pak dokter. Akhirnya kami menuju ke restoran Fish n Co... Hmmm hidangannya maknyusss. Kami pilih menu for two. Dihidangkan dalam nampan besar, isinya nasi Thailand, potongan cumi, udang, daging ikan (berwujud betul-betul daging, karena aku sudah tidak bisa melihat wujud ikannya, karena sudah dipisah dari tulang dan kepalanya).. rasane uenake.
Lalu ada kerangnya. ada kentang goreng... full of delicious lunch.
Sambil menyantap hidangan, sebelum dan sesudah makan kami saling bertukar cerita apa saja.
Thanks doctor! Jam 13.15 kami berpisah... Aku shalat Dhuhur di kawasan Cilandak Sport Center.
Oh ya kelupaan, musti ditulis nih. Sebelum sampai kantor Lentera Hati, ban belakang motor jadulku bocorrr. di depan terminal Lebak Bulus. Dorong-dorong. Untungnya dekat situ ada tukang tambal ban. Ada dua lubang. Satunya dekat pentil. Alhasil musti ganti ban baru. Rp38.000,- pindah lokasi dari dompetku ke kas tukang tambal ban.
Janji jam 10.00, kulihat jam masih setengah sepuluh. Motor aku kebut ke komplek dosen IAIN, jalan Ibnu Rusd II. Kaget aku dibuatnya. Sudah rata brO! dengan tanah. Alias sudah dibongkar habisss. Entahlah mo dijadikan apa tuh komplek. Sedih melihatnya, tempat tinggalku waktu TK dulu, sudah hilang.
Dan malam ini aku mulai asyik dengan revisi bukuku. Editornya bilang, mudah-mudahan akhir tahun 2014, sudah bisa terbit dan beredar di toko Gramedia.... Mantap!!!!
Insya Allah, semoga tak ada aral melintang...
Wassalam,
SangPenging@T
Selasa, September 02, 2014
Ada telpon dari Lentera Hati
Menaruh buku di penerbit harus bersabar untuk menunggu kepastian; apakah bisa dterbitkan buku yang kita taruh di sana. Waktu tunggunya antara satu bulan hingga tiga bulan. Betul lama, lama betul. Harus dibutuhkan kesabaran tingkat tinggi.
Hari senin 11 Agustus 2014 bulan lalu, aku mengantarkan bukuku ke penerbit miliknya pak Quraish Shihab. Keesokannya kutelpon mbak resepsionisnya. Kutanyakan kabar berita bukuku. Jawabnya, "Buku sudah diserahkan ke editor. Jadi tunggu saja telpon dari redaksi pak...". hmm... aku terdiam dan rasa penasaranku semakin dalam.
Hari demi hari, penuh ketidakpastian yang kurasakan.Dan sampailah hari yang kutunggu-tunggu itu. Tadi sore begitu masuk rumah. Aku lihat HP. Hah?!! ternyata ada panggilan tak terjawab tiga kali. Dari siapa? Dari Lentera Hati. Alhamdulillah, aku diminta menghadap editor pada lusa.
Semoga berita baik yang kudapat, bukan penolakan. Hmmm nantikan saja beritanya di blogspotku ini.
Tapi sebelumnya aku mau cerita. Tadi selepas shalat Ashar di masjid Al Isra, dekat kantor. Tiba-tiba motor tak ada suara mesinnya, alias mati. Ini pasti busi. Padahal kemarin baru di servis. Busi kubuka. Aku bersihkan sekedarnya dengan jari.Kupasang lagi ke tempat busi. Nah, hidup mesinnya. Langsung tancap gas. Eh, belum sampai keluar halaman masjid. Mati lagi mesin motor jadul kecintaanku, Honda Astrea 800.
Sampai kantor, kusuruh teman yang kebetulan bertugas sebagai office boy, untuk membelikan busi baru. Harganya Rp 15000,- kuberi dia ongkos Rp 10.000,-. Begitu kupasang, tetap saja mesin motor nggak hidup. Penasaran kubuka tutup bensin. Masya Allah, ternyata biang keroknya ada di tangki bensin. Kosong, brO!
Baru kuingat bahwa kemarin motor diservis, dan karburator dibersihkan pakai bensin motorku yang dituangkan oleh montir ke wadah. Mungkin ada setengah liter yang dikeluarkannya. Dan tadi pagi aku setengah hati mengecek isi tangki. Sepertinya terlihat masih cukup. Hmmm ternyata tinggal sedikit lagi habis.
Sekali lagi, kalau kerja itu harus serius. Periksa sesuatu itu harus teliti dan pastikan keadaannya.
Wassalam,
SangPenging@T!
Hari senin 11 Agustus 2014 bulan lalu, aku mengantarkan bukuku ke penerbit miliknya pak Quraish Shihab. Keesokannya kutelpon mbak resepsionisnya. Kutanyakan kabar berita bukuku. Jawabnya, "Buku sudah diserahkan ke editor. Jadi tunggu saja telpon dari redaksi pak...". hmm... aku terdiam dan rasa penasaranku semakin dalam.
Hari demi hari, penuh ketidakpastian yang kurasakan.Dan sampailah hari yang kutunggu-tunggu itu. Tadi sore begitu masuk rumah. Aku lihat HP. Hah?!! ternyata ada panggilan tak terjawab tiga kali. Dari siapa? Dari Lentera Hati. Alhamdulillah, aku diminta menghadap editor pada lusa.
Semoga berita baik yang kudapat, bukan penolakan. Hmmm nantikan saja beritanya di blogspotku ini.
Tapi sebelumnya aku mau cerita. Tadi selepas shalat Ashar di masjid Al Isra, dekat kantor. Tiba-tiba motor tak ada suara mesinnya, alias mati. Ini pasti busi. Padahal kemarin baru di servis. Busi kubuka. Aku bersihkan sekedarnya dengan jari.Kupasang lagi ke tempat busi. Nah, hidup mesinnya. Langsung tancap gas. Eh, belum sampai keluar halaman masjid. Mati lagi mesin motor jadul kecintaanku, Honda Astrea 800.
Sampai kantor, kusuruh teman yang kebetulan bertugas sebagai office boy, untuk membelikan busi baru. Harganya Rp 15000,- kuberi dia ongkos Rp 10.000,-. Begitu kupasang, tetap saja mesin motor nggak hidup. Penasaran kubuka tutup bensin. Masya Allah, ternyata biang keroknya ada di tangki bensin. Kosong, brO!
Baru kuingat bahwa kemarin motor diservis, dan karburator dibersihkan pakai bensin motorku yang dituangkan oleh montir ke wadah. Mungkin ada setengah liter yang dikeluarkannya. Dan tadi pagi aku setengah hati mengecek isi tangki. Sepertinya terlihat masih cukup. Hmmm ternyata tinggal sedikit lagi habis.
Sekali lagi, kalau kerja itu harus serius. Periksa sesuatu itu harus teliti dan pastikan keadaannya.
Wassalam,
SangPenging@T!
Otokritik
Aku lagi ingin mengeritik diriku sendiri. Terlalu! Betul-betul bukan kebetulan kalau aku menulis kata "terlalu" itu, pakai tanda pentung lagi. Faktanya ya memang begitu aku sangat terlalu.
Terlalu lebay dengan kemampuanku, terlalu santai menghadapi hidup ini. Terlalu lemah menghadapi tekanan hidup, sehingga mudah runtuh ketika menghadapi badai kegagalan.
Tubuhku ini sudah selayaknya tidak boleh dinina-bobokan oleh kemapanan, kenyamanan dan ketampanan. Uih, memangnya tampan? Nggk gitu-gitu amat kale. Ah, itu kata anda. Terserah. No problemo!
Pikiranku ini sudah semestinya dipaksa untuk berpikir keras, kenapa sampai begitu gampang digoblokin oleh orang-orang yang memang senang menggoblok-goblokin orang lain. Hmm... terutama musuhnya.
Yess! Betul kawan, tubuh dan pikiranku harus kupaksa kerja keras. Kalo perlu kerja paksa sekalian. Apa perlu minta dikirim pasukan jepang Kenpetai, yang hobinya main perintah kerja paksa. Atau bangkitkan kembali dari kubur tentaranya Westerling. Biar nyahok ini tubuh dan pikiranku.
Okelah ini bukan maksud memuji diri sendiri atawa riya. Tubuh, pikiran, mulut dan mataku setiap pagi sesudah shalat subuh sudah mau dipaksa untuk membaca Qur'an beserta terjemahannnya. Mantap! patut diacungi dua jempol! (Eh, ntar dulu emangnya siape yang mau ngacungin dua jempot buat ente, jar? hehehe... iya ya... terlalu GeEr nih gue...)
Bagaimana dengan pembaca? Ayo dong baca Quran setiap hari. Masak baca koran bisa setiap hari, sementara baca Quran ogah-ogahan begitu....
Saluut buat yang sudah rutin baca Quran tiap hari satu juz. OneDay OneJuzz....
Wassalam,
SangPenging@T
Terlalu lebay dengan kemampuanku, terlalu santai menghadapi hidup ini. Terlalu lemah menghadapi tekanan hidup, sehingga mudah runtuh ketika menghadapi badai kegagalan.
Tubuhku ini sudah selayaknya tidak boleh dinina-bobokan oleh kemapanan, kenyamanan dan ketampanan. Uih, memangnya tampan? Nggk gitu-gitu amat kale. Ah, itu kata anda. Terserah. No problemo!
Pikiranku ini sudah semestinya dipaksa untuk berpikir keras, kenapa sampai begitu gampang digoblokin oleh orang-orang yang memang senang menggoblok-goblokin orang lain. Hmm... terutama musuhnya.
Yess! Betul kawan, tubuh dan pikiranku harus kupaksa kerja keras. Kalo perlu kerja paksa sekalian. Apa perlu minta dikirim pasukan jepang Kenpetai, yang hobinya main perintah kerja paksa. Atau bangkitkan kembali dari kubur tentaranya Westerling. Biar nyahok ini tubuh dan pikiranku.
Okelah ini bukan maksud memuji diri sendiri atawa riya. Tubuh, pikiran, mulut dan mataku setiap pagi sesudah shalat subuh sudah mau dipaksa untuk membaca Qur'an beserta terjemahannnya. Mantap! patut diacungi dua jempol! (Eh, ntar dulu emangnya siape yang mau ngacungin dua jempot buat ente, jar? hehehe... iya ya... terlalu GeEr nih gue...)
Bagaimana dengan pembaca? Ayo dong baca Quran setiap hari. Masak baca koran bisa setiap hari, sementara baca Quran ogah-ogahan begitu....
Saluut buat yang sudah rutin baca Quran tiap hari satu juz. OneDay OneJuzz....
Wassalam,
SangPenging@T
Senin, September 01, 2014
Mengapa Jadi Buntu?
Ternyata menulis novel nggak segampang yang aku kira. Tapi ini jelas perkiraanku saja mungkin. Serius sulit bro! Lebih sulit ketimbang nulis artikel di blogspot ini.
Ya jelas dong. Kan blog ente nggak untuk dijual. So, tulisannya ya tulis saja. Bisa jadi itu AsTul. Eh, apaan tuh "astul"?... hmmm.. itu? ah masak gak tahu sih? Astul yaa... asal tulis-lah. mirip-mirip asbun. Asal bunyi, asal njeplak, asal ngomong. Main bicara tanpa pikir panjang.
Layout tiap bab sudah kumuntahkan dengan sesukaku. Tinggal sekarang mengolahnya menjadi sebuah bab yang menarik. Nah, ini ni yang susah. Mengolah berbagai kalimat ide utama untuk dijadikan sebuah bab yang menarik. Terserah pembaca deh, mo dibilang menarik hati, mata atau kolornya pembaca.
Novel, oh my first novel. Itu bagaikan mimpi besar yang harus kuwujudkan. Yeah mudah-mudahan cepat selesainya. Ayooo! semangat, semangat, semangat!!!!
Wassalam,
SangPenging@T!
Ya jelas dong. Kan blog ente nggak untuk dijual. So, tulisannya ya tulis saja. Bisa jadi itu AsTul. Eh, apaan tuh "astul"?... hmmm.. itu? ah masak gak tahu sih? Astul yaa... asal tulis-lah. mirip-mirip asbun. Asal bunyi, asal njeplak, asal ngomong. Main bicara tanpa pikir panjang.
Layout tiap bab sudah kumuntahkan dengan sesukaku. Tinggal sekarang mengolahnya menjadi sebuah bab yang menarik. Nah, ini ni yang susah. Mengolah berbagai kalimat ide utama untuk dijadikan sebuah bab yang menarik. Terserah pembaca deh, mo dibilang menarik hati, mata atau kolornya pembaca.
Novel, oh my first novel. Itu bagaikan mimpi besar yang harus kuwujudkan. Yeah mudah-mudahan cepat selesainya. Ayooo! semangat, semangat, semangat!!!!
Wassalam,
SangPenging@T!
Minggu, Agustus 24, 2014
Menulis Novel
Aku ingin menulis novel. Tersulut semangatku gara-gara keranjingan membaca novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Gila! Edan! Luar biasa! sebuah novel yang mengaduk-aduk perasaanku. Pandai nian dikau, Bung Andrea. Kau olah kata-kata jadi suatu kalimat yang indah, yang mampu menggugah dan mengguncang dunia sastra Indonesia.
Kini sudah diterjemahkan ke lebih dari 30 bahasa di muka bumi ini. Ck ck ck... dua jempol kuacungi buat kau! Dan diam-diam aku memendam rasa ingin juga seperti kau. Tapi macam mana pula caranya, kawan?
Diam-diam pula aku mulai merangkai kata-kata. Plot cerita sudah jadi. Tinggal mewujudkannya menjadi sebuah novel. Mimpiku sih bisa jadi novel trilogi. Hmmm... mantap! satu saja belum jadi, sudah hendak bikin tiga. Mimpi kau, fajar? Yes, I'm dreaming about that, bro!
Membaca dan menulis. Membaca karya sastra yang kuanggap baik, dan menulis apa yang terlintas di benakku. Sebuah aktivitas yang membangkitkan passion-ku. Menulis novel pertamaku sudah kumulai sejak tanggal 11 Agustus 2014, hari Senin, minggu lalu.
Aku patut bersyukur kepada Ilahi Robbi. Atas karunia yang telah diberikan kepadaku. Apakah ini bakatku? Yang sudah lama kusia-siakan, akibat kemalasanku memulainya. Atau memang karena belum ada pemicunya. Nah, kupikir novel Laskar Pelangi itulah pemicunya. Yang meledakkan semangatku untuk menuangkan apa yang ada dalam benakku ada dalam perasaan hatiku. Yeah! nulis lagi, lagi dan lagi.....
Oh ternyata menulis itu nikmat....
Wassalam,
SangPenging@T!
Kini sudah diterjemahkan ke lebih dari 30 bahasa di muka bumi ini. Ck ck ck... dua jempol kuacungi buat kau! Dan diam-diam aku memendam rasa ingin juga seperti kau. Tapi macam mana pula caranya, kawan?
Diam-diam pula aku mulai merangkai kata-kata. Plot cerita sudah jadi. Tinggal mewujudkannya menjadi sebuah novel. Mimpiku sih bisa jadi novel trilogi. Hmmm... mantap! satu saja belum jadi, sudah hendak bikin tiga. Mimpi kau, fajar? Yes, I'm dreaming about that, bro!
Membaca dan menulis. Membaca karya sastra yang kuanggap baik, dan menulis apa yang terlintas di benakku. Sebuah aktivitas yang membangkitkan passion-ku. Menulis novel pertamaku sudah kumulai sejak tanggal 11 Agustus 2014, hari Senin, minggu lalu.
Aku patut bersyukur kepada Ilahi Robbi. Atas karunia yang telah diberikan kepadaku. Apakah ini bakatku? Yang sudah lama kusia-siakan, akibat kemalasanku memulainya. Atau memang karena belum ada pemicunya. Nah, kupikir novel Laskar Pelangi itulah pemicunya. Yang meledakkan semangatku untuk menuangkan apa yang ada dalam benakku ada dalam perasaan hatiku. Yeah! nulis lagi, lagi dan lagi.....
Oh ternyata menulis itu nikmat....
Wassalam,
SangPenging@T!
Rabu, Agustus 13, 2014
Robbin William Tewas Mengenaskan
Artis Hollywood Robbin William ditemukan bunuh diri di kamarnya. Siang, 11 Agustus 2014. Dia tenar. Dia hebat. Dia luar biasa aktingnya. Tapi dia dilanda depresi. Rupanya hidup di dalam film beda jauh dengan kehidupan nyata. Dia mengakhiri hidupnya di usia 63 tahun
Dia bukan aktor yang pertama melakukan bunuh diri. Jadi aktor ataupun aktris tidak bisa dijadikan panutan mutlak. Beda dia di film dengan di kehidupan nyata.
Memang betul bahwa sebagai muslim idola terbaik kita adalah Nabi Muhammad Saw.
Artikel tulisan ini begitu singkat. Yeah seperti kehidupan ini, bukankah juga teramat singkat, Sobat?
Wassalam,
SangPenging@T!
Dia bukan aktor yang pertama melakukan bunuh diri. Jadi aktor ataupun aktris tidak bisa dijadikan panutan mutlak. Beda dia di film dengan di kehidupan nyata.
Memang betul bahwa sebagai muslim idola terbaik kita adalah Nabi Muhammad Saw.
Artikel tulisan ini begitu singkat. Yeah seperti kehidupan ini, bukankah juga teramat singkat, Sobat?
Wassalam,
SangPenging@T!
Bingung
Aku ingin berteriak pada dunia. Dunia yang mana kutak tahu pasti. Tapi sebenarnya kupasti tahu. Ah, membingungkan. Kalimatku rancu, sesuai pikiranku yang kacau ketika menuliskan artikel ini.
Suka-suka aku mau nulis apa. Dan suka-suka kau mau baca atau melewatkannya. Dunia memang sulit dimengerti oleh yang papa. Papa ilmu, papa rasa, paparozi. Ah, membingungkan lagi.
Sudah jelas, baik pakai jilbab. Tapi mengapa dikau lepas jilbab, Marshanda? Dan masih ada beberapa artis lagi yang lepas jilbab. Jangankan artis, tetangga aku aja ada yang buka jilbab. Padahal sudah beberapa bulan yang lalu dia terlihat cantik pakai jilbab. Eh, sekarang kemana-kemana umbar aurat rambut.
Memang manusia sukar dimengerti. Makanya aku ingin berteriak kepada dunia. Tapi dunia mana yang musti aku teriaki.
Memang dunia satu. Tapi dunia itu terbagi ke dalam bagian yang manusia suka-suka membaginya. Ada dunia ilmu pengetahuan, ada dunia musik, ada dunia hitam ada dunia putih, ada dunia iklan ada dunia the haves (orang kaya), ada dunia kaum jelata ada dunia wanita. Oh ternyata ada 1001 macam dunia. Aku tetap masih bingung mau teriak di dunia yang mana.
Ah nggak usah bingung-bingung. Teriak saja di blogspotmu ini. Oh iya yaa...
Oke aku akan teriak sekarang. Tapi bingung aku harus teriak apa?
Wassalam,
SangPenging@T
Suka-suka aku mau nulis apa. Dan suka-suka kau mau baca atau melewatkannya. Dunia memang sulit dimengerti oleh yang papa. Papa ilmu, papa rasa, paparozi. Ah, membingungkan lagi.
Sudah jelas, baik pakai jilbab. Tapi mengapa dikau lepas jilbab, Marshanda? Dan masih ada beberapa artis lagi yang lepas jilbab. Jangankan artis, tetangga aku aja ada yang buka jilbab. Padahal sudah beberapa bulan yang lalu dia terlihat cantik pakai jilbab. Eh, sekarang kemana-kemana umbar aurat rambut.
Memang manusia sukar dimengerti. Makanya aku ingin berteriak kepada dunia. Tapi dunia mana yang musti aku teriaki.
Memang dunia satu. Tapi dunia itu terbagi ke dalam bagian yang manusia suka-suka membaginya. Ada dunia ilmu pengetahuan, ada dunia musik, ada dunia hitam ada dunia putih, ada dunia iklan ada dunia the haves (orang kaya), ada dunia kaum jelata ada dunia wanita. Oh ternyata ada 1001 macam dunia. Aku tetap masih bingung mau teriak di dunia yang mana.
Ah nggak usah bingung-bingung. Teriak saja di blogspotmu ini. Oh iya yaa...
Oke aku akan teriak sekarang. Tapi bingung aku harus teriak apa?
Wassalam,
SangPenging@T
Selasa, Agustus 12, 2014
Mengirim Naskah Bukuku
Kemarin siang aku pergi ke penerbit Lentera Hati. Membawa Dummy buku tulisanku. Harapannya sih, semoga Lentera Hati berminat menerbitkan bukuku itu.
Selepas Dhuhur aku dalam kebimbangan. Mengirimkan naskah itu sekarang atau esok harinya. Kuputuskan sekarang saja. Aku bosan menunda!
Esok paginya kukirim surel (email) lewat website lentera hati. Kutulis bahwa aku kemarin telah mengirim naskah buku ke penerbit Lentera Hati di jalan Kertamukti, di daerah Ciputat. Diterima oleh seorang wanita di bagian recepsionist.
Terus terang ini kiriman naskah ke penerbit berbeda, untuk yang kedua kali. Naskahku ditolak oleh penerbit yang pertama. Mereka bilang, bukunya ke-gede-an formatnya. Waktu itu aku bikin ukuran A4. Judulnya, membingungkan orang awam, katanya. Kalau buat orang iklan sih, mungkin pasti jelas judul itu, walau tanpa penjelasan yang detil.
Dan setelah kukecilkan formatnya jadi setengahnya, lalu judulnya aku ubah, kini aku kirimkan ke penerbit yang lain (Lentera Hati). Nggak tahu nih hasilnya, ditolak lagi atau diterima? Positive thinking aja, Bro!
Pulang dari sana. Hujan deras mengguyur. Untung di bagasi motor ada jas hujan. Lewat lebak bulus, ada bisikan buat mampir ke carrefour. Ah, tidak. Bikin repot saja. Hujan-hujan begini, sempet-sempetnya cuci mata.
Masuk toko, jika dompet tipis. Bikin kheki. Mau beli ini, itu, nggak bisa. Akhirnya cuma bisa berkata dalam hati, "Ntar lo, kapan-kapan gue beli ini barang!". Paling bisanya hanya membatin.
Ternyata nggak punya duit itu, nggak nyaman. Kelebihan duit juga bisa menggelincirkan. Buku laris bikin isi dompet jadi tebal. Itu jelas harapan setiap penulis.
Ah, sudahlah nggak usah berpikir terlalu jauh. Sekarang pikiranku lagi terfokus kepada "menunggu jawaban positif dari penerbit Lentera Hati milik pak Quraish Shihab".
Semoga dapat kabar baik dari sana. Aku yakin kalau Allah meridhoi, pasti dimudahkan jalannya. Aamiin..
Wassalam,
SangPenging@T!
Selepas Dhuhur aku dalam kebimbangan. Mengirimkan naskah itu sekarang atau esok harinya. Kuputuskan sekarang saja. Aku bosan menunda!
Esok paginya kukirim surel (email) lewat website lentera hati. Kutulis bahwa aku kemarin telah mengirim naskah buku ke penerbit Lentera Hati di jalan Kertamukti, di daerah Ciputat. Diterima oleh seorang wanita di bagian recepsionist.
Terus terang ini kiriman naskah ke penerbit berbeda, untuk yang kedua kali. Naskahku ditolak oleh penerbit yang pertama. Mereka bilang, bukunya ke-gede-an formatnya. Waktu itu aku bikin ukuran A4. Judulnya, membingungkan orang awam, katanya. Kalau buat orang iklan sih, mungkin pasti jelas judul itu, walau tanpa penjelasan yang detil.
Dan setelah kukecilkan formatnya jadi setengahnya, lalu judulnya aku ubah, kini aku kirimkan ke penerbit yang lain (Lentera Hati). Nggak tahu nih hasilnya, ditolak lagi atau diterima? Positive thinking aja, Bro!
Pulang dari sana. Hujan deras mengguyur. Untung di bagasi motor ada jas hujan. Lewat lebak bulus, ada bisikan buat mampir ke carrefour. Ah, tidak. Bikin repot saja. Hujan-hujan begini, sempet-sempetnya cuci mata.
Masuk toko, jika dompet tipis. Bikin kheki. Mau beli ini, itu, nggak bisa. Akhirnya cuma bisa berkata dalam hati, "Ntar lo, kapan-kapan gue beli ini barang!". Paling bisanya hanya membatin.
Ternyata nggak punya duit itu, nggak nyaman. Kelebihan duit juga bisa menggelincirkan. Buku laris bikin isi dompet jadi tebal. Itu jelas harapan setiap penulis.
Ah, sudahlah nggak usah berpikir terlalu jauh. Sekarang pikiranku lagi terfokus kepada "menunggu jawaban positif dari penerbit Lentera Hati milik pak Quraish Shihab".
Semoga dapat kabar baik dari sana. Aku yakin kalau Allah meridhoi, pasti dimudahkan jalannya. Aamiin..
Wassalam,
SangPenging@T!
Minggu, Agustus 10, 2014
Aje Gile, Lebaran Hari Kedua Nyawaku Terancam
Wajahnya memancarkan air muka keras,bagai preman. Gaya bicaranya seperti orang setengah mabuk. Matanya sedikit memerah. Profesinya sebagai supir taksi. Usianya mungkin seusiaku, 50 tahunan. Namanya sebut saja Fulan (bukan nama sebenarnya).
Setiap acara buka puasa bersama (bukber) di selasar masjid Darul Muttaqin tak pernah dilewatkannya. Kalau kebetulan aku ngasih kultum, terlihat dia menyimaknya.
Berikut ini kisah nyatanya.
Sebelum azan Dhuhur berkumandang di Lebaran hari kedua, Selasa, 29 Juli 2014, aku sudah beranjak dari kursi di depan komputerku. Komputer aku sleep mode. Lalu aku melangkahkan kakiku ke masjid. Niatnya sih ingin azan.
Masuk ke dalam masjid suasana masih sepi. Hanya ada, Fulan, lalu ada pak Matsani mantan tukang bakso gerobak. Ada pak Slamet, mantan irjen depag. Lalu ada tiga orang lagi tak kuingat siapa.
Jam LED penunjuk waktu shalat lima waktu, yang menempel di belakang mimbar, menunjukkan angka 11.55. Berarti masih ada enam menit lagi masuk waktu Dhuhur. Kulihat si Fulan sibuk sendiri, tidak seperti biasanya. Mungkin karena pak Yahya, sang muadzin tidak hadir, makanya dia leluasa bertingkah.
Mula-mula dihidupkannya saklar di tembok yang berhubungan langsung dengan perangkat sound system. Mulailah dia test suara mic-nya. Bukan dengan suara, tetapi dengan cara mengetuk-ngetukkan jari tangannya ke muka mike. Mulai dari mic buat adzan, sampai mic buat kutbah di atas mimbar, tak luput diketuknya.
Aku tegur dia dengan suara pelan, agar tidak melakukan hal itu. Karena mengetuk-ngetuk mic bisa merusak mic. Pak Matsani, bilang ke aku, "ah, orang dia budeg mana denger!". Lantas suaraku aku tinggikan volumenya, "Heh pak, itu mic jangan diketuk2! bisa rusak".
Mendengar suaraku meninggi, dia rupanya tak terima. Dibalasnya dengan kata-kata lebih keras, "Heh, ini masjid ada pengurusnya, ada biayanya kalau rusak. Itu bukan urusan lu!". Langsung aku jawab, "bukan begitu, itu mic bisa rusak kalau diketuk-ketuk seperti itu"
"Diam lu!"... hardiknya seraya matanya melotot kearahku. Tetap menyerocos terus dia, sambil duduk lima meter di depanku. Masih terus nyerocos, padahal mulutku sudah berhenti. Aku tak ingin bertempur dengannya. Aku kemukakan lagi alasan mengapa jangan diketuk mic-nya. Lebih keras dia menghardikku, kata-katanya masih serupa, "Diam lu!"
Masya Allah, aku sudah diam. Dia masih terus bicara ngalor-ngidul. Akhirnya aku ambil tindakan pamungkas yang kupikir bisa menyumpal mulutnya itu. Aku ambil akting bagai pesilat sedang pasang kuda-kuda buat menyerang musuh. Tapi tetap posisiku dalam keadaan duduk.
Tangan kiri aku angkat agak kebelakang lima jariku terkepal mantap seakan ingin menonjok mukanya, lalu tangan kanan aku sorongkan ke depan dengan posisi mengepal tapi satu jari telunjuk aku arahkan ke atas langit masjid, sambil kugoyang-goyangkan sedikit, seolah-olah mengajaknya untuk maju ke arahku. Dan mataku menatap tajam kearah matanya. Setengah melotot. Agar terlihat seram. Mulutku tak bersuara. Tapi mengisyaratkan kata-kata, "jangan ngoceh terus lu, ayo kalau mau tanding!" (hahaha... serius amat bacanya... sok jagoan bener ya...?)
Reaksinya melihat aku bersikap seperti itu. Dia seperti kucing kecebur got. Diam seribu bahasa. Pucat pasi wajahnya. Matanya yang tadi garang jadi kuyu. Dia mulai melemah. Melihat aksiku bak jagoan dari cimande. Aku berpikir, jangan-jangan dia berpikir nih ustadz punya ilmu tenaga dalam apa yaa?
Melihat keadaanya seperti itu, aku kembalikan posisi tubuhku seperti semula, duduk santai bersila bersender di tiang masjid. Eh, tak kusangka dia berulah lagi. Berdiri tegak, maju selangkah lalu diam disitu sambil mulutnya menyalak lantang "Ayo, kalau lu berani ayo kita keluar sekarang juga, gua tunggu!".
Aku tak meladeni tantangannya. Dan berusaha bersikap tenang sambil berkata, "ngapain kita begini (maksudku ada mulut, mau saling duel), kan kemarin kita baru saling maap-maapan?". Dia terdiam lalu ngloyor pergi menghampiri pak Amsari yang baru masuk masjid dan duduk enam meter dariku. Dia ngobrol berdua, entah ngomongin apa?
Bunyi "beep" tanda masuk waktu dhuhur berbunyi. Aku tak bersemangat untuk adzan. Dan ketika shalat, aku jadi nggak khusuk mikirin tantangannya. Repot nih, habis shalat masak ada pertandingan duel di depan masjid. Apa kata dunia? Lebaran-lebaran bukan saling maap-maapan eh malah duel-duelan.
Selesa shalat, lalu do'a lalu mataku menyapu jamaah satu persatu, weh mana nih si Fulan? Ah, jangan-jangan dia ambil belati ke rumah, lalu buat menusukkan dalam duel nanti. Gawat! nyawaku terancam. Betulan ini, pikiran jadi berprasangka buruk terhadapnya.
Untuk mengusir penasaranku atas tantangannya itu, aku ajak salah satu jamaah masjid buat ngobrol sembari menunggu siapa tahu dia datang lagi ke masjid. Kutunggu hampir setengah jam tidak muncul-muncul dia.
Dua hari berlalu aku tak berjumpa dia di masjid. Aku merasa berdosa, jika gara-gara pertengkaran tempo hari ada satu jamaah masjid yang tidak lagi shalat lima waktu di masjid, seperti biasanya. Aku juga terus berpikir, betapa buruknya perangaiku baru aja jadi setengah ustadz kok sudah sok jagoan. Menyesal aku atas tindakanku berkata keras kepadanya.
Sampai pada suatu dhuhur, entah hari keberapa setelah terjadinya peristiwa itu, ketika aku masuk masjid, dari jendela kaca masjid, aku lihat dia sedang duduk di dalamnya. Nah, ini dia saatnya yang kutunggu-tunggu. Untuk apa? Duel lagi? No, no,no... Aku ingin meminta maaf kepadanya.
Eh, tanpa kusangka-sangka, malah dia yang beranjak dari duduknya, segera menyongsongku ke depan pintu masjid. Lalu dia berkata sambil menyorongkan tangannya untuk berjabat tangan,"pak, maafin saya kemarin ya pak! Aku pun juga bilang "ah, saya yang harus minta maaf"...Sambil aku peluk dia.
Happy Ending Story rupanya. Alhamdulillah, sekarang nyawaku sudah tak terancam lagi olehnya.
Ternyata menjaga emosi itu penting.
Wassalam,
SangPenging@T!
Setiap acara buka puasa bersama (bukber) di selasar masjid Darul Muttaqin tak pernah dilewatkannya. Kalau kebetulan aku ngasih kultum, terlihat dia menyimaknya.
Berikut ini kisah nyatanya.
Sebelum azan Dhuhur berkumandang di Lebaran hari kedua, Selasa, 29 Juli 2014, aku sudah beranjak dari kursi di depan komputerku. Komputer aku sleep mode. Lalu aku melangkahkan kakiku ke masjid. Niatnya sih ingin azan.
Masuk ke dalam masjid suasana masih sepi. Hanya ada, Fulan, lalu ada pak Matsani mantan tukang bakso gerobak. Ada pak Slamet, mantan irjen depag. Lalu ada tiga orang lagi tak kuingat siapa.
Jam LED penunjuk waktu shalat lima waktu, yang menempel di belakang mimbar, menunjukkan angka 11.55. Berarti masih ada enam menit lagi masuk waktu Dhuhur. Kulihat si Fulan sibuk sendiri, tidak seperti biasanya. Mungkin karena pak Yahya, sang muadzin tidak hadir, makanya dia leluasa bertingkah.
Mula-mula dihidupkannya saklar di tembok yang berhubungan langsung dengan perangkat sound system. Mulailah dia test suara mic-nya. Bukan dengan suara, tetapi dengan cara mengetuk-ngetukkan jari tangannya ke muka mike. Mulai dari mic buat adzan, sampai mic buat kutbah di atas mimbar, tak luput diketuknya.
Aku tegur dia dengan suara pelan, agar tidak melakukan hal itu. Karena mengetuk-ngetuk mic bisa merusak mic. Pak Matsani, bilang ke aku, "ah, orang dia budeg mana denger!". Lantas suaraku aku tinggikan volumenya, "Heh pak, itu mic jangan diketuk2! bisa rusak".
Mendengar suaraku meninggi, dia rupanya tak terima. Dibalasnya dengan kata-kata lebih keras, "Heh, ini masjid ada pengurusnya, ada biayanya kalau rusak. Itu bukan urusan lu!". Langsung aku jawab, "bukan begitu, itu mic bisa rusak kalau diketuk-ketuk seperti itu"
"Diam lu!"... hardiknya seraya matanya melotot kearahku. Tetap menyerocos terus dia, sambil duduk lima meter di depanku. Masih terus nyerocos, padahal mulutku sudah berhenti. Aku tak ingin bertempur dengannya. Aku kemukakan lagi alasan mengapa jangan diketuk mic-nya. Lebih keras dia menghardikku, kata-katanya masih serupa, "Diam lu!"
Masya Allah, aku sudah diam. Dia masih terus bicara ngalor-ngidul. Akhirnya aku ambil tindakan pamungkas yang kupikir bisa menyumpal mulutnya itu. Aku ambil akting bagai pesilat sedang pasang kuda-kuda buat menyerang musuh. Tapi tetap posisiku dalam keadaan duduk.
Tangan kiri aku angkat agak kebelakang lima jariku terkepal mantap seakan ingin menonjok mukanya, lalu tangan kanan aku sorongkan ke depan dengan posisi mengepal tapi satu jari telunjuk aku arahkan ke atas langit masjid, sambil kugoyang-goyangkan sedikit, seolah-olah mengajaknya untuk maju ke arahku. Dan mataku menatap tajam kearah matanya. Setengah melotot. Agar terlihat seram. Mulutku tak bersuara. Tapi mengisyaratkan kata-kata, "jangan ngoceh terus lu, ayo kalau mau tanding!" (hahaha... serius amat bacanya... sok jagoan bener ya...?)
Reaksinya melihat aku bersikap seperti itu. Dia seperti kucing kecebur got. Diam seribu bahasa. Pucat pasi wajahnya. Matanya yang tadi garang jadi kuyu. Dia mulai melemah. Melihat aksiku bak jagoan dari cimande. Aku berpikir, jangan-jangan dia berpikir nih ustadz punya ilmu tenaga dalam apa yaa?
Melihat keadaanya seperti itu, aku kembalikan posisi tubuhku seperti semula, duduk santai bersila bersender di tiang masjid. Eh, tak kusangka dia berulah lagi. Berdiri tegak, maju selangkah lalu diam disitu sambil mulutnya menyalak lantang "Ayo, kalau lu berani ayo kita keluar sekarang juga, gua tunggu!".
Aku tak meladeni tantangannya. Dan berusaha bersikap tenang sambil berkata, "ngapain kita begini (maksudku ada mulut, mau saling duel), kan kemarin kita baru saling maap-maapan?". Dia terdiam lalu ngloyor pergi menghampiri pak Amsari yang baru masuk masjid dan duduk enam meter dariku. Dia ngobrol berdua, entah ngomongin apa?
Bunyi "beep" tanda masuk waktu dhuhur berbunyi. Aku tak bersemangat untuk adzan. Dan ketika shalat, aku jadi nggak khusuk mikirin tantangannya. Repot nih, habis shalat masak ada pertandingan duel di depan masjid. Apa kata dunia? Lebaran-lebaran bukan saling maap-maapan eh malah duel-duelan.
Selesa shalat, lalu do'a lalu mataku menyapu jamaah satu persatu, weh mana nih si Fulan? Ah, jangan-jangan dia ambil belati ke rumah, lalu buat menusukkan dalam duel nanti. Gawat! nyawaku terancam. Betulan ini, pikiran jadi berprasangka buruk terhadapnya.
Untuk mengusir penasaranku atas tantangannya itu, aku ajak salah satu jamaah masjid buat ngobrol sembari menunggu siapa tahu dia datang lagi ke masjid. Kutunggu hampir setengah jam tidak muncul-muncul dia.
Dua hari berlalu aku tak berjumpa dia di masjid. Aku merasa berdosa, jika gara-gara pertengkaran tempo hari ada satu jamaah masjid yang tidak lagi shalat lima waktu di masjid, seperti biasanya. Aku juga terus berpikir, betapa buruknya perangaiku baru aja jadi setengah ustadz kok sudah sok jagoan. Menyesal aku atas tindakanku berkata keras kepadanya.
Sampai pada suatu dhuhur, entah hari keberapa setelah terjadinya peristiwa itu, ketika aku masuk masjid, dari jendela kaca masjid, aku lihat dia sedang duduk di dalamnya. Nah, ini dia saatnya yang kutunggu-tunggu. Untuk apa? Duel lagi? No, no,no... Aku ingin meminta maaf kepadanya.
Eh, tanpa kusangka-sangka, malah dia yang beranjak dari duduknya, segera menyongsongku ke depan pintu masjid. Lalu dia berkata sambil menyorongkan tangannya untuk berjabat tangan,"pak, maafin saya kemarin ya pak! Aku pun juga bilang "ah, saya yang harus minta maaf"...Sambil aku peluk dia.
Happy Ending Story rupanya. Alhamdulillah, sekarang nyawaku sudah tak terancam lagi olehnya.
Ternyata menjaga emosi itu penting.
Wassalam,
SangPenging@T!
Jumat, Agustus 08, 2014
Resah
Aku resah...
aku gelisah...
aku cemas
aku ngeri
memikirkan siapakah ISIS itu sesungguhnya?
mereka membantai dan menebas leher para ulama
di bumi IRAK dan SURIAH
di tahun 2014 di bulan juli-agustus ini
beritanya kuikuti di dunia maya
dan dengan bangganya
mereka berpotret di depan kepala-kepala tanpa badan
begitukah manusia muslim?
begitukah yang diajarkan para Nabi?
Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun
aku meneteskan airmata, untuk siapa?
wassalam,
SangPenging@T!
aku gelisah...
aku cemas
aku ngeri
memikirkan siapakah ISIS itu sesungguhnya?
mereka membantai dan menebas leher para ulama
di bumi IRAK dan SURIAH
di tahun 2014 di bulan juli-agustus ini
beritanya kuikuti di dunia maya
dan dengan bangganya
mereka berpotret di depan kepala-kepala tanpa badan
begitukah manusia muslim?
begitukah yang diajarkan para Nabi?
Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun
aku meneteskan airmata, untuk siapa?
wassalam,
SangPenging@T!
Sabtu, Juli 19, 2014
My Computer Crash at 1 July 2014
Komputer Asus kesayanganku, kadang-kadang mati mendadak. Aku mulai cemas. Bisa repot nih jika tiba-tiba tidak bisa dihidupkan. Alias ngambek. Aku ingin backup file2 yang penting. Tapi selalu tertunda, karena menunda itu indah. Ugh! itu mah prinsip ngawurrr! masak menunda indah? jelek atuh!
Suatu malam, ketika komputer dalam keadaan hidup, aku tinggalkan sejenak untuk nonton debat capres antara Prabowo dan Jokowi di televisi. Dan terjadilah apa yang tidak diharapkan. Byar-Pet! Tiba-tiba listrik turun, meredup sebentar lalu mati-hidup dan akhirnya mati beneran. Pikiranku langsung ke komputer. Gawat! Berangkat tidur listrik masih mati. Saklar travo komputer kumatikan saja.
Dua hari kemudian aku hidupkan komputer. Ada bunyi yang diluar kebiasaan saat komputer ku-ON-kan Terdengar bunyi teet, teet, teeeet. Layar hitam dan ada tulisan yang kira2 terjemahannya ada file windows yang rusak, win32 dst.
Hatiku tiba-tiba kacau balau, keluar keringat dari dahi, pikiran bolak-balik mengkhawatirkan file-file penting yang tidak bisa terbuka, atau kemungkinan pahitnya file hilang entah kemana. Aku menyalahkan diriku, mengapa file-file penting tidak buru-buru di copy ke flashdisk atau DVD.
Disini kesabaran dibutuhkan. Suara hati terdalam membisikkan, sabar, sabar, sabaar tenangkan diri, sudah itu cari ahlinya untuk membetulkan my lovely Computer. Akhirnya aku turuti katahatiku.
Selepas tarawih, segera aku larikan ke service komputer di pasar kalimati dekat rumah. Setelah menjalani pemeriksaan. Ternyata hardisk C, rusak berat. Alias tidak bisa dipakai lagi. Pasrah.
Ditengah kebingungan harus mengganti hardisk. Tiba-tiba hadir anak muda ingin menjual hardisk seagate 500gb new ke pemilik service komputer itu. Alhamdulillah. Ini yang dinamakan botol ketemu tutupnya.
Tanpa pikir panjang aku putuskan, ganti sajalah dengan hardisk itu. Ketika tukang service komputer, menyerah karena tidak bisa memperbaiki hardisk yang sudah rusak alias Crash!
Harga cocok, operasi ganti hardisk berjalan mulus. Dan install program windows XP berjalan baik. Malam itu juga komputer selesai diperbaiki. Sayang file yang ada di my document, hilang tak berbekas!
No problem. Komputer mati. bisa diservice dalam waktu singkat dan diganti spareparts-nya yang rusak. Tetapi manusia atau anak manusia yang rusak? butuh perbaikan yang tidak sebentar.
Hargai hidup yang sebentar ini.
SangPenging@T
m fajar irianto
Suatu malam, ketika komputer dalam keadaan hidup, aku tinggalkan sejenak untuk nonton debat capres antara Prabowo dan Jokowi di televisi. Dan terjadilah apa yang tidak diharapkan. Byar-Pet! Tiba-tiba listrik turun, meredup sebentar lalu mati-hidup dan akhirnya mati beneran. Pikiranku langsung ke komputer. Gawat! Berangkat tidur listrik masih mati. Saklar travo komputer kumatikan saja.
Dua hari kemudian aku hidupkan komputer. Ada bunyi yang diluar kebiasaan saat komputer ku-ON-kan Terdengar bunyi teet, teet, teeeet. Layar hitam dan ada tulisan yang kira2 terjemahannya ada file windows yang rusak, win32 dst.
Hatiku tiba-tiba kacau balau, keluar keringat dari dahi, pikiran bolak-balik mengkhawatirkan file-file penting yang tidak bisa terbuka, atau kemungkinan pahitnya file hilang entah kemana. Aku menyalahkan diriku, mengapa file-file penting tidak buru-buru di copy ke flashdisk atau DVD.
Disini kesabaran dibutuhkan. Suara hati terdalam membisikkan, sabar, sabar, sabaar tenangkan diri, sudah itu cari ahlinya untuk membetulkan my lovely Computer. Akhirnya aku turuti katahatiku.
Selepas tarawih, segera aku larikan ke service komputer di pasar kalimati dekat rumah. Setelah menjalani pemeriksaan. Ternyata hardisk C, rusak berat. Alias tidak bisa dipakai lagi. Pasrah.
Ditengah kebingungan harus mengganti hardisk. Tiba-tiba hadir anak muda ingin menjual hardisk seagate 500gb new ke pemilik service komputer itu. Alhamdulillah. Ini yang dinamakan botol ketemu tutupnya.
Tanpa pikir panjang aku putuskan, ganti sajalah dengan hardisk itu. Ketika tukang service komputer, menyerah karena tidak bisa memperbaiki hardisk yang sudah rusak alias Crash!
Harga cocok, operasi ganti hardisk berjalan mulus. Dan install program windows XP berjalan baik. Malam itu juga komputer selesai diperbaiki. Sayang file yang ada di my document, hilang tak berbekas!
No problem. Komputer mati. bisa diservice dalam waktu singkat dan diganti spareparts-nya yang rusak. Tetapi manusia atau anak manusia yang rusak? butuh perbaikan yang tidak sebentar.
Hargai hidup yang sebentar ini.
SangPenging@T
m fajar irianto
Senin, Juni 23, 2014
Jangan Sampai Menyesal Lagi
Bapak tua itu akhirnya bersedia untuk menunjukkannya buku tabungannya kepadaku, setelah kupancing-pancing dengan gaya memelas. Mataku terbelalak dibuatnya. Berapa jumlahnya? Tunggu sebentar aku mau bercerita panjang lebar tentang dia.
Sebut saja namanya Pak Snada (bukan nama sebenarnya). Sudah sejak bulan Maret 2014 aku mengenalnya. Aku sering melihatnya saatnya shalat dhuhur dan ashar di masjid Al Isra', dekat kantorku, di daerah Tanjung Duren, Jakarta Barat.
Nah, aku kerapkali melihatnya mengaji Al Qur'an dan kemudian membaca terjemahannya. Hal itu dilakukannya sekitar lima belas menit sebelum azan Ashar. Rupanya dia pensiunan Kementrian Dalam Negeri. Penampilannya sederhana. Senangnya memakai peci. Kegiatannya setiap hari adalah keluar dari rumah untuk shalat berjamaah di masjid-masjid yang dia suka. Pokoknya harus keluar rumah. Meskipun sudah tua, dia tak suka ongkang-ongkang (duduk santai) di rumah.
Hari ini, Senin 23 Juni 2014, dompetku kosong sama sekali ketika mau berangkat ke kantor. Tadi sebelum berangkat ada sedikit ketegangan komunikasi antar aku dan istriku. Oleh karena itu dia ogah memberiku pinjaman. Untungnya hari ini hari Senin, dan aku belum menyentuh sarapan yang memang tidak ada di meja makan. Makanya aku putuskan untuk puasa saja. Puasa senin. Beres!
Kembali ke Pak Snada. Selepas shalat Dhuhur tadi, aku berbincang-bincang santai dengannya.Dia duduk bersila, sementara aku tiduran. Dia cerita bahwa dia baru saja tadi pagi nge-print buku tabungan BRI-nya. Oh ya, kataku. Aku jadi penasaran mau tahu jumlahnya. Ah, sedikit kok katanya. Aku tak percaya dan makin penasaran. Kubujuk terus, dan terus kubujuk dia agar mau menunjukkan hasil prin-prinannya.
Akhirnya dia buka pelan-pelan buku tabungannya. Hmm... jumlahnya tertera angka Rp 75.550.830,00 (kurang lebih segitu) dan dibuku satunya tertulis angka Rp 25.100.000,00 (sama juga kira-kira segitu). Lho kok kira-kira, ya percisnya aku jelas malaslah menulisnya. Nanti dia pikir aku petugas pajak.
Sementara tabunganku? Hari ini, seratus ribu lebih sedikit. Ah, gak mungkin! itu pasti kata Anda (ah, padahal belum tentu ya? tau dah!). Kataku, kalau nggak percaya boleh tanya toko sebelah dah!, hehehee....
Pensiun yang dia terima sekitar dua juta lima ratus ribu rupiah. Mantap, pengangguran digaji pemerintah. Melihatnya pak Snada dalam hati kuberteriak, "nikmatnya jadi pensiunan, mengapa dulu aku tidak melayangkan lamaran sebagai pegawai negeri, heH?"
Ah, sudahlah itu dulu, dan sekarang harus menatap ke depan. Jangan sampai nanti di akhirat, menyesal tidak mengumpulkan pahala sebanyak mungkin ketika dulu hidup di dunia. Sebab sudah pasti, sedikit pahala banyak dosa, maka neraka tempat tinggalnya. Hi, ngeri!
Yaa, Rabb jangan jadikan aku manusia yang menyesal nanti di akhirat. Tetapi jadikan aku hamba yang beruntung ketika Engkau hidupkan aku untuk yang kedua-kalinya nanti di alam akhirat. Hidup di surga-Mu. Aamiin...
Wassalam,
SangPenging@T!
Sebut saja namanya Pak Snada (bukan nama sebenarnya). Sudah sejak bulan Maret 2014 aku mengenalnya. Aku sering melihatnya saatnya shalat dhuhur dan ashar di masjid Al Isra', dekat kantorku, di daerah Tanjung Duren, Jakarta Barat.
Nah, aku kerapkali melihatnya mengaji Al Qur'an dan kemudian membaca terjemahannya. Hal itu dilakukannya sekitar lima belas menit sebelum azan Ashar. Rupanya dia pensiunan Kementrian Dalam Negeri. Penampilannya sederhana. Senangnya memakai peci. Kegiatannya setiap hari adalah keluar dari rumah untuk shalat berjamaah di masjid-masjid yang dia suka. Pokoknya harus keluar rumah. Meskipun sudah tua, dia tak suka ongkang-ongkang (duduk santai) di rumah.
Hari ini, Senin 23 Juni 2014, dompetku kosong sama sekali ketika mau berangkat ke kantor. Tadi sebelum berangkat ada sedikit ketegangan komunikasi antar aku dan istriku. Oleh karena itu dia ogah memberiku pinjaman. Untungnya hari ini hari Senin, dan aku belum menyentuh sarapan yang memang tidak ada di meja makan. Makanya aku putuskan untuk puasa saja. Puasa senin. Beres!
Kembali ke Pak Snada. Selepas shalat Dhuhur tadi, aku berbincang-bincang santai dengannya.Dia duduk bersila, sementara aku tiduran. Dia cerita bahwa dia baru saja tadi pagi nge-print buku tabungan BRI-nya. Oh ya, kataku. Aku jadi penasaran mau tahu jumlahnya. Ah, sedikit kok katanya. Aku tak percaya dan makin penasaran. Kubujuk terus, dan terus kubujuk dia agar mau menunjukkan hasil prin-prinannya.
Akhirnya dia buka pelan-pelan buku tabungannya. Hmm... jumlahnya tertera angka Rp 75.550.830,00 (kurang lebih segitu) dan dibuku satunya tertulis angka Rp 25.100.000,00 (sama juga kira-kira segitu). Lho kok kira-kira, ya percisnya aku jelas malaslah menulisnya. Nanti dia pikir aku petugas pajak.
Sementara tabunganku? Hari ini, seratus ribu lebih sedikit. Ah, gak mungkin! itu pasti kata Anda (ah, padahal belum tentu ya? tau dah!). Kataku, kalau nggak percaya boleh tanya toko sebelah dah!, hehehee....
Pensiun yang dia terima sekitar dua juta lima ratus ribu rupiah. Mantap, pengangguran digaji pemerintah. Melihatnya pak Snada dalam hati kuberteriak, "nikmatnya jadi pensiunan, mengapa dulu aku tidak melayangkan lamaran sebagai pegawai negeri, heH?"
Ah, sudahlah itu dulu, dan sekarang harus menatap ke depan. Jangan sampai nanti di akhirat, menyesal tidak mengumpulkan pahala sebanyak mungkin ketika dulu hidup di dunia. Sebab sudah pasti, sedikit pahala banyak dosa, maka neraka tempat tinggalnya. Hi, ngeri!
Yaa, Rabb jangan jadikan aku manusia yang menyesal nanti di akhirat. Tetapi jadikan aku hamba yang beruntung ketika Engkau hidupkan aku untuk yang kedua-kalinya nanti di alam akhirat. Hidup di surga-Mu. Aamiin...
Wassalam,
SangPenging@T!
Kamis, Juni 19, 2014
Nonton Stand Up Comedy
Bercerita lucu seorang diri di atas panggung. Ya begitulah terjemahan bebas dari judul di atas. Kemarin sore pulang dari kantor aku diminta anakku yang bungsu untuk mengantarkannya menonton gratis open mic reunion Kompas TV suci 4, di daerah Palmerah.
Berangkat dari rumah sekitar jam 5. Acara dimulai katanya jam 7malam. Ternyata jam 8. Perkiraanku betul, supaya tidak tergesa-gesa. Harus berangkat awal, mengantisipasi macet. Akhirnya shalat magrib dan isya di mushola kantor Kompas TV.
16 finalis tampil semua. Kocak abis. Termasuk grand finalisnya David dari Jakarta dan Abdur dari NTT.
Tadinya aku agak malas juga berangkat kesana. Membayangkan macetnya lalu lintas di sekitar Slipi. Eh, aku ingat rupanya ada jalan praktis ke lokasi yakni lewat permata hijau. Beres. Ok go!
Aku salut kepada mereka. Pandai merancang cerita lucu dan piawai pula membawakannya di atas panggung. Salut, bro!
Kuncinya agar bisa sukses tampil di panggung adalah latihan, latihan dan latihan. Terbukti ada peserta yang sedikit latihan, akhirnya tampil garing, penonton pun tertawa sekedar basa-basi.
Sebagian peserta membawakan lawakan berbau porno. Mungkin karena bukan siaran langsung. Jadi para stand up comedy boleh tampil dengan membawakan bahan lawakan yang vulgar. Segala (maaf) je..but disebut-sebut. Busyet dah.
Diakui oleh David, yang supir ojek (sang grand finalis yang akan bertarung melawan Abdur, nanti hari Jumat,20Juni2014 di Balai Kartini) bahwa menyiapkan materi lawakan yang berbau Betawi, itu gak gampang. Dia sampai perlu observasi ke perkampungan betawi di Jagakarsa.
Terbukti mau jadi juara (orang beken) tak semudah membalik tangan. Dibutuhkan perjuangan yang keras, Bro!
Wassalam,
SangPenging@T!
Berangkat dari rumah sekitar jam 5. Acara dimulai katanya jam 7malam. Ternyata jam 8. Perkiraanku betul, supaya tidak tergesa-gesa. Harus berangkat awal, mengantisipasi macet. Akhirnya shalat magrib dan isya di mushola kantor Kompas TV.
16 finalis tampil semua. Kocak abis. Termasuk grand finalisnya David dari Jakarta dan Abdur dari NTT.
Tadinya aku agak malas juga berangkat kesana. Membayangkan macetnya lalu lintas di sekitar Slipi. Eh, aku ingat rupanya ada jalan praktis ke lokasi yakni lewat permata hijau. Beres. Ok go!
Aku salut kepada mereka. Pandai merancang cerita lucu dan piawai pula membawakannya di atas panggung. Salut, bro!
Kuncinya agar bisa sukses tampil di panggung adalah latihan, latihan dan latihan. Terbukti ada peserta yang sedikit latihan, akhirnya tampil garing, penonton pun tertawa sekedar basa-basi.
Sebagian peserta membawakan lawakan berbau porno. Mungkin karena bukan siaran langsung. Jadi para stand up comedy boleh tampil dengan membawakan bahan lawakan yang vulgar. Segala (maaf) je..but disebut-sebut. Busyet dah.
Diakui oleh David, yang supir ojek (sang grand finalis yang akan bertarung melawan Abdur, nanti hari Jumat,20Juni2014 di Balai Kartini) bahwa menyiapkan materi lawakan yang berbau Betawi, itu gak gampang. Dia sampai perlu observasi ke perkampungan betawi di Jagakarsa.
Terbukti mau jadi juara (orang beken) tak semudah membalik tangan. Dibutuhkan perjuangan yang keras, Bro!
Wassalam,
SangPenging@T!
Rabu, Juni 11, 2014
Terpasung Disini
Kok, aku jadi merasa seperti terpasung disini. Di kantor ini, di ruang ini, ya di sini. Menyesakkan tubuhku. Gila! Aku ingin lari sekencang-kencangnya. Membebaskan diri dari keterpasungan ini. Lama-lama bisa beku badanku, otakku, pikiranku dan perasaanku, jika aku berlama-lama terus disini, di tempat ini. Gila!
Pikiranku sekarang lambat-laun mulai terbuka, selama ini tertutup atau ditutupi oleh ketidakberdayaan menghadapi tekanan ekonomi. Ah, lagi-lagi ekonomi jadi alasan. Bukan itu, tetapi kupikir lebih dalam ternyata itu juga awal masalahnya. Aku jadi seperti orang tolol, yang tak pandai menggunakan pikiran. Buntu!
Seribu, seribu ya seribu cemoohan, seribu ejekan, seribu kepala memandangku dengan sebelah mata. Seolah mereka kurang percaya dengan gelar kesarjanaan yang kusandang. Apa betul begitu? Apakah ini sekedar prasangka burukku?
Ya sekarang waktunya, bukan nanti atau besok. Sekarang saatnya menggali kebisaanku (cita-cita) yang selama ini terpendam, atau telah kupendam tanpa disengaja. Ah, mungkin lebih tepatnya talenta itu sudah kukubur dalam-dalam. Padahal talenta itu karunia Ilahi. Yang harus kusyukuri, karena tidak semua orang diberi-Nya.
Syukurilah anugerah-Nya. Jangan sia-siakan. Apakah pembaca sudah tahu talenta Anda? Jika belum, terus gali, dan gali sampai Anda menemukannya. Selamat berkarya, semoga kita jadi orang kaya karena terus dan terus berkarya. Insya Allah...
Wassalam,
SangPenging@T!
Pikiranku sekarang lambat-laun mulai terbuka, selama ini tertutup atau ditutupi oleh ketidakberdayaan menghadapi tekanan ekonomi. Ah, lagi-lagi ekonomi jadi alasan. Bukan itu, tetapi kupikir lebih dalam ternyata itu juga awal masalahnya. Aku jadi seperti orang tolol, yang tak pandai menggunakan pikiran. Buntu!
Seribu, seribu ya seribu cemoohan, seribu ejekan, seribu kepala memandangku dengan sebelah mata. Seolah mereka kurang percaya dengan gelar kesarjanaan yang kusandang. Apa betul begitu? Apakah ini sekedar prasangka burukku?
Ya sekarang waktunya, bukan nanti atau besok. Sekarang saatnya menggali kebisaanku (cita-cita) yang selama ini terpendam, atau telah kupendam tanpa disengaja. Ah, mungkin lebih tepatnya talenta itu sudah kukubur dalam-dalam. Padahal talenta itu karunia Ilahi. Yang harus kusyukuri, karena tidak semua orang diberi-Nya.
Syukurilah anugerah-Nya. Jangan sia-siakan. Apakah pembaca sudah tahu talenta Anda? Jika belum, terus gali, dan gali sampai Anda menemukannya. Selamat berkarya, semoga kita jadi orang kaya karena terus dan terus berkarya. Insya Allah...
Wassalam,
SangPenging@T!
Rabu, Juni 04, 2014
Kacamata Hitam
Temanku tumben-tumbenan memakai kacamata hitam, beberapa hari belakangan ini. Penampilannya jadi seperti bintang film Sylvester Stallone dalam film Cobra, beberapa tahun silam. Cuma bedanya jauh banget. Yang satunya ganteng, temanku ini kurangnya banyak. Mulai dari kurang ganteng sampai kurang duitnya.
Setelah dia memakai kacamata hitam. Semua pendapatnya jadi serba jelek dan serba kurang. Apa yang dilihatnya, pokoknya serba sumbang komentar yang keluar dari mulutnya, kalau aku mintai pendapatnya.
Lihat cewek cantik bak bidadari dikomentari jelek. Lihat bangunan gedung megah dengan arsitektur modern, dibilang norak. Lihat mobil sedan mewah, dibilang kurang artistik. Payah!
Aku senang memanggilnya dengan Bro. Selain lebih nyaman diucapkan. Mulutku rasanya enak mengucapkannya kata "Bro!" Ketimbang nyebut yang lain. Misalnya, "Nyuk, atau Nyet", bunyi itu terdengar ada nuansa mengejek. Kalau Bro, sepertinya netral. Tidak menghina.
Aku tanya tentang pendapatnya Capres No.1, Prabowo, minta ampun deh negatifnya. Kalau aku badannya lebih besar dari dia, mungkin sudah kuajak duel. Cuma aku nggak yakin menang, makanya aku diam saja tak berani menantangnya hehehe... Paling-paling aku beraninya adu mulut doang sama dia.
Dan ketika kutanya tentang Capres No. 2, Jokowi. Setali tiga uang, sama jeleknya yang keluar dari mulutnya. Yang dia bilang, bajunya gak kompaklah sama wapresnya. Satunya kotak-kotak, satunya putih. Eh, malah dia usul supaya pakai seragam POLKADOT aja gimana ya? Lho malah tanya aku. Silahkan saja sarankan ke tim suksesnya Jokowi-JK.
Lama-lama duduk dekat dengannya maunya muntah aku. Badannya bau? Oh tidak. Mulutnya bau busuk? ah, tidaklah. Wong katanya, dia paling rajin sikat gigi. Bahkan kalau lihat cewek cantik tapi giginya kuning, dia mau kok kalau disuruh nyikatin. Gratis! katanya. Cuma sampai sekarang nggak ada cewek yang mau disikatin sama si Bro.
Lalu apa dong yang menyebabkan aku rasanya mau muntah kalau lama-lama dekat dengan si Bro. Sebabnya itu lho. Masak nggak tahu sih kamu? Pendapat miringnya, suara negatifnya itu lho yang main asal njeplak tanpa dipikir panjang.
Suatu ketika aku punya ide, bagaimana nih orang kalau aku beliin kacamata putih. Ganti kacamata hitamnya. Eh, memang ada kacamata putih? Framenya putih? oh iya ya, maksudku kacamata bening, seperti kacamata baca. Frame biar saja yang hitam. Wah, keren juga setelah dia memakai kacamata putih itu. Anehnya kini pendapatnya tidak jelek. Yang keluar dari mulutnya serba positif. Mantap!
Ketika aku tanya pendapatnya tentang Prabowo, ck ck ck... positip bener. Benar-benar positif. Dia bilang sebagai manusia mana ada sih manusia yang sempurna. Kecuali Nabi Muhammad. Itu cerita negatif, cukup didengarkan saja. Jangan sampai termakan oleh isu-isu miring. Black Campaign!
Dan bagaimana tentang Jokowi. Sami mawon, singkirkan saja berita negatif tentang dia. Ngapain dipusingkan. Pilihlah capres yang sesuai dengan selera Anda, katanya. Yang Anda yakini bisa menjadikan Indonesia adil makmur, gemah ripah loh jinawi. Disegani di Asia, bahkan dunia. Ok?
Wassalam,
SangPenging@T!
Setelah dia memakai kacamata hitam. Semua pendapatnya jadi serba jelek dan serba kurang. Apa yang dilihatnya, pokoknya serba sumbang komentar yang keluar dari mulutnya, kalau aku mintai pendapatnya.
Lihat cewek cantik bak bidadari dikomentari jelek. Lihat bangunan gedung megah dengan arsitektur modern, dibilang norak. Lihat mobil sedan mewah, dibilang kurang artistik. Payah!
Aku senang memanggilnya dengan Bro. Selain lebih nyaman diucapkan. Mulutku rasanya enak mengucapkannya kata "Bro!" Ketimbang nyebut yang lain. Misalnya, "Nyuk, atau Nyet", bunyi itu terdengar ada nuansa mengejek. Kalau Bro, sepertinya netral. Tidak menghina.
Aku tanya tentang pendapatnya Capres No.1, Prabowo, minta ampun deh negatifnya. Kalau aku badannya lebih besar dari dia, mungkin sudah kuajak duel. Cuma aku nggak yakin menang, makanya aku diam saja tak berani menantangnya hehehe... Paling-paling aku beraninya adu mulut doang sama dia.
Dan ketika kutanya tentang Capres No. 2, Jokowi. Setali tiga uang, sama jeleknya yang keluar dari mulutnya. Yang dia bilang, bajunya gak kompaklah sama wapresnya. Satunya kotak-kotak, satunya putih. Eh, malah dia usul supaya pakai seragam POLKADOT aja gimana ya? Lho malah tanya aku. Silahkan saja sarankan ke tim suksesnya Jokowi-JK.
Lama-lama duduk dekat dengannya maunya muntah aku. Badannya bau? Oh tidak. Mulutnya bau busuk? ah, tidaklah. Wong katanya, dia paling rajin sikat gigi. Bahkan kalau lihat cewek cantik tapi giginya kuning, dia mau kok kalau disuruh nyikatin. Gratis! katanya. Cuma sampai sekarang nggak ada cewek yang mau disikatin sama si Bro.
Lalu apa dong yang menyebabkan aku rasanya mau muntah kalau lama-lama dekat dengan si Bro. Sebabnya itu lho. Masak nggak tahu sih kamu? Pendapat miringnya, suara negatifnya itu lho yang main asal njeplak tanpa dipikir panjang.
Suatu ketika aku punya ide, bagaimana nih orang kalau aku beliin kacamata putih. Ganti kacamata hitamnya. Eh, memang ada kacamata putih? Framenya putih? oh iya ya, maksudku kacamata bening, seperti kacamata baca. Frame biar saja yang hitam. Wah, keren juga setelah dia memakai kacamata putih itu. Anehnya kini pendapatnya tidak jelek. Yang keluar dari mulutnya serba positif. Mantap!
Ketika aku tanya pendapatnya tentang Prabowo, ck ck ck... positip bener. Benar-benar positif. Dia bilang sebagai manusia mana ada sih manusia yang sempurna. Kecuali Nabi Muhammad. Itu cerita negatif, cukup didengarkan saja. Jangan sampai termakan oleh isu-isu miring. Black Campaign!
Dan bagaimana tentang Jokowi. Sami mawon, singkirkan saja berita negatif tentang dia. Ngapain dipusingkan. Pilihlah capres yang sesuai dengan selera Anda, katanya. Yang Anda yakini bisa menjadikan Indonesia adil makmur, gemah ripah loh jinawi. Disegani di Asia, bahkan dunia. Ok?
Wassalam,
SangPenging@T!
Minggu, Juni 01, 2014
Kemana Semangat Itu Pergi
Aku kadang suka heran dengan "semangat". Semangatku datang dan pergi sesukanya. Tergantung apa yang mengiringi hari ini. Kalau mentari bersinar terang, langit cerah biru muda sedikit berawan. Hmm, hati jadi sumringah. Tetapi jika langit mendung. Awan gelap menyelimuti. Rasanya semangatku juga ikut redup.
Atau kadang semangatku tergantung isi dompet. Ah, lagi-lagi duit jadi alasan untuk bersemangat. Coba deh bayangin punya duit segepok, eh maksudku bergepok-gepok. Atau ketika ngecek saldo di ATM, wuihh jumlah nolnya banyak benerrrr. Semangat bro! liat dunia rasanya cerah, terang benderang. Lihat nenek tua keriput, seperti melihat Anggun. Eh, enak aja luh cu, gua dibanding-bandingin ama Anggun penyanyi ayu yang lama tinggal di benua Eropa, protes nenek itu. Oh, iya I'm Sorry nek.
Semangat oh semangat. Pagi ini aku sedang bersemangat. Makanya aku menulis artikel ini dengan semangat. Maunya nulis aja. Oh ya? ya dong.
Mudah-mudahan semangat ini tak cepat pergi. Tetapi terus terang jika menghadapi hari senin, lalu harus berangkat ke kantor. Sementara di kantor yang musti dikerjakan nggak ada. Nah, mulai deh semangat yang membara di rumah, lambat laun jadi memudar. Payah!
Aku berdoa dan berharap kepada Yang Maha Kuasa untuk memberikan jalan keluar jika semangatku pergi entah kemana. Kupikir aku harus cari kegiatan yang bisa menyemangatiku untuk tetap semangat dalam menghadapi kehidupan ini.
Wassalam,
SangPenging@T!
Atau kadang semangatku tergantung isi dompet. Ah, lagi-lagi duit jadi alasan untuk bersemangat. Coba deh bayangin punya duit segepok, eh maksudku bergepok-gepok. Atau ketika ngecek saldo di ATM, wuihh jumlah nolnya banyak benerrrr. Semangat bro! liat dunia rasanya cerah, terang benderang. Lihat nenek tua keriput, seperti melihat Anggun. Eh, enak aja luh cu, gua dibanding-bandingin ama Anggun penyanyi ayu yang lama tinggal di benua Eropa, protes nenek itu. Oh, iya I'm Sorry nek.
Semangat oh semangat. Pagi ini aku sedang bersemangat. Makanya aku menulis artikel ini dengan semangat. Maunya nulis aja. Oh ya? ya dong.
Mudah-mudahan semangat ini tak cepat pergi. Tetapi terus terang jika menghadapi hari senin, lalu harus berangkat ke kantor. Sementara di kantor yang musti dikerjakan nggak ada. Nah, mulai deh semangat yang membara di rumah, lambat laun jadi memudar. Payah!
Aku berdoa dan berharap kepada Yang Maha Kuasa untuk memberikan jalan keluar jika semangatku pergi entah kemana. Kupikir aku harus cari kegiatan yang bisa menyemangatiku untuk tetap semangat dalam menghadapi kehidupan ini.
Wassalam,
SangPenging@T!
Jumat, Mei 30, 2014
Bangkok, Pontianak dan Makanan Favoritku
Aku pernah merasakan hidup di negeri orang. Tahun 1974-1975 aku bersekolah di Sekolah Indonesia Bangkok, lokasi sekolahnya di dalam Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Thailand.
Ya, aku dan adik-adik juga Ibunda, semua ikut Bapak yang sedang bertugas sebagai dosen tamu di Mahidol University di Bangkok. Sebuah ibukota yang sibuk, nggak beda jauh dengan Jakarta.
Di Bangkok aku punya makanan favorit. Yang paling kusuka. Antara lain, namanya Somtam. Kalau di Jakarta atawa Bogor ya semacam Asinan Sayuran begitu. Cuma bedanya kalau Somtam, yang jadi bahan baku utamanya cacahan pepaya muda. Sementara kalau asinan bahan utamanya cacahan kubis. Lalu ada kacang tanah goreng, tomat. Plus campuran sayuran lainnya. Lupa aku. Pokoknya, wuihhh, segerrrr apalagi dimakannya siang hari. Biasanya aku beli di hari libur sore hari. Beli di pasar dekat rumah.
Dan ketika pulang sekolah sambil berjalan kaki, aku suka mampir di kedai kopi di dekat rumah. Tentunya kalau duit bekal masih tersisa di kantong. Penjaga kedai itu seorang ibu tua. Aku biasanya main slonong boy. Alias langsung masuk kedai bangunan tua itu, tujuannya ke kulkas yang juga tua di bagian belakang. Aku langsung buka kulkas itu dan kucari RC Cola. Hmm kok bukan Coca Cola? Soalnya harganya RC Cola lebih murah. Lalu tambahannya tak lupa kusambar roti isi coklat atau kacang hijau. Hmm nikmat, minumannya di bungkus pakai plastik. Dan sambil melanjutkan perjalanan pulang ke rumah, aku sruput minuman es itu. Suegerrr tenan!!
Nah waktu tinggal di Pontianak, beda lagi makanan kesukaanku. Diantaranya bubur pedas (menurut berbagai sumber asal bubur ini dari kota sambas). Bubur (sambas) pedas ini rasanya baru sekali aku memakannya, langsung jatuh cinta. Dan bubur sambas itupun pemberian dari tetangga depan rumah. Aku cari info tentang bubur ini di internet ternyata bahan bakunya beras ditumbuk plus campuran sayur mayur ada pakis, kangkung serta diberi tetelan daging, dll. Ibuku rasanya tak pernah memasaknya. Lagi pula, dulu jarang ada warung makan yang menjualnya.
Nikmat jika disantap panas. Ya tepatnya hangatlah, sebab jika panas tentulah bikin bibir dan lidah melepuh.
Lalu ada soto Banjar di dekat rumah. Enak sekali rasanya. Ibu sering membelinya jika tak sempat memasak. Kadang aku yang disuruhnya untuk membeli soto itu sebagai lauk makan malam.
Ada lagi makanan unik khas Pontianak yang kusuka yaitu Pacri Nanas. Hmm segar nian masakan ini.
Waktu SD aku punya tongkrongan istimewa, yakni sate sapi. Lokasi penjual sate sapi ini di samping pintu masuk sekolah Tionghoa. Jika duit cukup untuk membelinya, pasti aku berangkat ke sana, naik sepeda mini, sepulang sekolah.
Asyiiik juga mengenang makanan favorit di suatu kota yang pernah kita tinggal di sana. Bangkok dan Pontianak.
Wassalam,
SangPenging@T
Ya, aku dan adik-adik juga Ibunda, semua ikut Bapak yang sedang bertugas sebagai dosen tamu di Mahidol University di Bangkok. Sebuah ibukota yang sibuk, nggak beda jauh dengan Jakarta.
Di Bangkok aku punya makanan favorit. Yang paling kusuka. Antara lain, namanya Somtam. Kalau di Jakarta atawa Bogor ya semacam Asinan Sayuran begitu. Cuma bedanya kalau Somtam, yang jadi bahan baku utamanya cacahan pepaya muda. Sementara kalau asinan bahan utamanya cacahan kubis. Lalu ada kacang tanah goreng, tomat. Plus campuran sayuran lainnya. Lupa aku. Pokoknya, wuihhh, segerrrr apalagi dimakannya siang hari. Biasanya aku beli di hari libur sore hari. Beli di pasar dekat rumah.
Dan ketika pulang sekolah sambil berjalan kaki, aku suka mampir di kedai kopi di dekat rumah. Tentunya kalau duit bekal masih tersisa di kantong. Penjaga kedai itu seorang ibu tua. Aku biasanya main slonong boy. Alias langsung masuk kedai bangunan tua itu, tujuannya ke kulkas yang juga tua di bagian belakang. Aku langsung buka kulkas itu dan kucari RC Cola. Hmm kok bukan Coca Cola? Soalnya harganya RC Cola lebih murah. Lalu tambahannya tak lupa kusambar roti isi coklat atau kacang hijau. Hmm nikmat, minumannya di bungkus pakai plastik. Dan sambil melanjutkan perjalanan pulang ke rumah, aku sruput minuman es itu. Suegerrr tenan!!
Nah waktu tinggal di Pontianak, beda lagi makanan kesukaanku. Diantaranya bubur pedas (menurut berbagai sumber asal bubur ini dari kota sambas). Bubur (sambas) pedas ini rasanya baru sekali aku memakannya, langsung jatuh cinta. Dan bubur sambas itupun pemberian dari tetangga depan rumah. Aku cari info tentang bubur ini di internet ternyata bahan bakunya beras ditumbuk plus campuran sayur mayur ada pakis, kangkung serta diberi tetelan daging, dll. Ibuku rasanya tak pernah memasaknya. Lagi pula, dulu jarang ada warung makan yang menjualnya.
Nikmat jika disantap panas. Ya tepatnya hangatlah, sebab jika panas tentulah bikin bibir dan lidah melepuh.
Lalu ada soto Banjar di dekat rumah. Enak sekali rasanya. Ibu sering membelinya jika tak sempat memasak. Kadang aku yang disuruhnya untuk membeli soto itu sebagai lauk makan malam.
Ada lagi makanan unik khas Pontianak yang kusuka yaitu Pacri Nanas. Hmm segar nian masakan ini.
Waktu SD aku punya tongkrongan istimewa, yakni sate sapi. Lokasi penjual sate sapi ini di samping pintu masuk sekolah Tionghoa. Jika duit cukup untuk membelinya, pasti aku berangkat ke sana, naik sepeda mini, sepulang sekolah.
Asyiiik juga mengenang makanan favorit di suatu kota yang pernah kita tinggal di sana. Bangkok dan Pontianak.
Wassalam,
SangPenging@T
Selasa, Mei 27, 2014
Manusia Batu
Manusia bukan batu. Manusia punya hati dan akal pikiran. Dengan hati manusia mudah tersentuh. Dengan akal pikiran, manusia mengolah dunia. Para ustadz kerap menyampaikan ungkapan ini (aku suka ungkapan ini); "dengan ilmu hidup jadi mudah, dengan seni hidup jadi indah dan dengan agama hidup jadi terarah."
Tapi dalam kehidupan ini, ada lho manusia batu. Itulah manusia yang kaku dengan pola berpikirnya. Zaman sudah memasuki abad milenium, manusia kaku maka pola pikiran dan rasanya masih berada di masa silam. Maunya banyak, tetapi maunya seperti yang dulu. Kalau masalah musik sih nggak masalah. Musik kuno bukankah masih asyiik di telinga. Yang penting cocok di telinga dan hati kita. Betul?
Nah manusia batu adalah manusia yang enggan belajar. Merasa sudah cukup ilmunya. Merasa sudah mampu. Padahal yang sebetulnya ilmu yang dikuasainya masih jauuh dari memadai. Kemampuannya? Apalagi. Hmm, masih cetek.
Ketahuilah kawan, ilmu Al Qur'an itu amat luas. Kalau kita gali, sampai kita mati boleh jadi masih tersisa banyak hal yang belum kita pahami. Tetapi kita jangan pesimis. Belajar terus dan terus belajar. Bisa lewat internet jika tidak sempat menemui guru yang mumpuni.
Aku beberapa hari ini asyik menikmati ceramah agama Islam tentang mukjizat Al Qur'an. Penceramahnya ustadz muda dari Pakistan yang bermukim di Texas, Amerika. Namanya Nouman Ali Khan. Nikmat betul mendengar ceramahnya. Bahasa Inggrisnya mudah dipahami, ilmunya tentang Agama Islam, amat luas. Nggak percaya? coba deh Anda simak ceramahnya di http://youtu.be/qNcORYy5FFA atau yang ini; http://youtu.be/aRHxyQPJQuw
Terus terang aku nggak mau dijuluki manusia batu. Aku ingin terus mendalami ilmu Agama Islam. Agar semakin terasah dan peka hati sanubariku menerima kebenaran Islam, Al Qur'an. Serta semakin percaya dan yakin bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan di alam semesta ini yang harus disembah dan ditaati perintah-Nya.
Manusia batu adalah manusia yang tak mempercayai itu semua. Why, you don't believe that Allah is God. The one and only?... No other God, except Allah SWT. Mengapa Anda masih terpaku dengan kepercayaan lama orangtua Anda. Jadilah pemuda kritis seperti (Nabi) Ibrahim muda.
Wassalam,
SangPenging@T!
Tapi dalam kehidupan ini, ada lho manusia batu. Itulah manusia yang kaku dengan pola berpikirnya. Zaman sudah memasuki abad milenium, manusia kaku maka pola pikiran dan rasanya masih berada di masa silam. Maunya banyak, tetapi maunya seperti yang dulu. Kalau masalah musik sih nggak masalah. Musik kuno bukankah masih asyiik di telinga. Yang penting cocok di telinga dan hati kita. Betul?
Nah manusia batu adalah manusia yang enggan belajar. Merasa sudah cukup ilmunya. Merasa sudah mampu. Padahal yang sebetulnya ilmu yang dikuasainya masih jauuh dari memadai. Kemampuannya? Apalagi. Hmm, masih cetek.
Ketahuilah kawan, ilmu Al Qur'an itu amat luas. Kalau kita gali, sampai kita mati boleh jadi masih tersisa banyak hal yang belum kita pahami. Tetapi kita jangan pesimis. Belajar terus dan terus belajar. Bisa lewat internet jika tidak sempat menemui guru yang mumpuni.
Aku beberapa hari ini asyik menikmati ceramah agama Islam tentang mukjizat Al Qur'an. Penceramahnya ustadz muda dari Pakistan yang bermukim di Texas, Amerika. Namanya Nouman Ali Khan. Nikmat betul mendengar ceramahnya. Bahasa Inggrisnya mudah dipahami, ilmunya tentang Agama Islam, amat luas. Nggak percaya? coba deh Anda simak ceramahnya di http://youtu.be/qNcORYy5FFA atau yang ini; http://youtu.be/aRHxyQPJQuw
Terus terang aku nggak mau dijuluki manusia batu. Aku ingin terus mendalami ilmu Agama Islam. Agar semakin terasah dan peka hati sanubariku menerima kebenaran Islam, Al Qur'an. Serta semakin percaya dan yakin bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan di alam semesta ini yang harus disembah dan ditaati perintah-Nya.
Manusia batu adalah manusia yang tak mempercayai itu semua. Why, you don't believe that Allah is God. The one and only?... No other God, except Allah SWT. Mengapa Anda masih terpaku dengan kepercayaan lama orangtua Anda. Jadilah pemuda kritis seperti (Nabi) Ibrahim muda.
Wassalam,
SangPenging@T!
Rabu, Mei 21, 2014
25, Harus Dibaca Dari Kanan
Angka dua puluh lima adalah disebut juga seperempat abad. Bagi usia manusia itu masa pancaroba. Masa peralihan dari remaja memasuki usia dewasa. Itu adalah masa yang lampau bagiku. Dan hari ini, sekarang, 21 Mei 2014, adalah kebalikan dari angka itu adalah usiaku.
Sebuah pencapaian yang tidak ringan dan mudah. Aku bukan lagi remaja berusia dua puluh lima, melainkan pria dewasa berumur lima puluh dua. Wow!! keren. Eh, apanya yang keren? Hehehehe, iya ya.
Di usia yang setengah abad lebih dua tahun ini, aku patut memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena aku bisa mencapainya, walau jantung merongrong. Ya aku penderita jantung koroner. Aku sudah harus menjalani bypass. Tapi aku belum berani dan belum mau. Terus terang masih belum siap mati.
Operasi bypass jantung hasilnya tetap fifty-fifty, kata dokter. Artinya habis operasi bisa sehat dan hidup lama, atau sebaliknya. Tetapi aku yakin seyakin-yakinnya, urusan mati adalah takdir Ilahi. Mau operasi atau tidak kalau sudah jatahnya habis, ya habis. Allah tidak akan memundurkan atau memajukan walau sedetik umur manusia. Dan manusia siapa pun tidak ada yang mampu menolak kehadiran malaikatul maut.
Di usiaku sekarang ini, aku sangat bersyukur sekali kepada Allah. Karena Allah telah mengirimkan kepadaku dua "bidadari" cantik yang ikhlas mewujudkan impianku untuk datang ke Baitullah. Semoga Allah membalas dengan balasan yang setimpal, atas kebaikan adik bungsuku dan istriku tercinta.
Di usiaku yang sekarang ini pula, aku patut mengucapkan terima kasih atas perhatian adik-adikku kepadaku. Sementara aku boleh dibilang belum bisa full memperhatikan mereka. I'm sorry my brother n sister.
Aku akui aku belum maksimal berjuang, masih setengah-setengah. Oleh karena itu, hasilnya aku masih jadi manusia setengah sukses. Lebih tepatnya belum sukses. Kegagalan masih mendominasi separuh perjalanan hidupku.
Aku ingin terbuka. Aku ingin membangun jaringan. Aku ingin memperluas silaturahmi. Aku ingin jadi "SangPenging@T". Nah itulah sejumlah keinginan yang ingin kuwujudkan. Keinginan yang besar itu, bukan tak ada halangan. Wuih, banyak betul halangan dan rintangannya. Diantaranya aku harus merobohkan tembok kesombongan, keangkuhan, ketidakberdayaan, rasa minder, rasa rendah diri. Dan melawan orang-orang yang ingin melihatku terpuruk, tersungkur, tersingkirkan dan sangat tidak ingin melihatku melangkah maju sebagai "Sang Pengin@T" di muka bumi ini.
Yeach!!! begitulah hidup ada yang suka dan tidak. Nabi Muhammad (SAW) saja yang sudah jelas orang berakhlak mulia, tetap saja masih ada orang yang membecinya. Apalagi aku, yang bukan nabi, bukan siapa-siapa.
Yaa Rabb, jika Engkau meridhoi langkahku, help me please, berilah kekuatan kepadaku untuk mewujudkan cita-citaku di sisa usiaku ini.
Wassalam,
SangPenging@T!
Sebuah pencapaian yang tidak ringan dan mudah. Aku bukan lagi remaja berusia dua puluh lima, melainkan pria dewasa berumur lima puluh dua. Wow!! keren. Eh, apanya yang keren? Hehehehe, iya ya.
Di usia yang setengah abad lebih dua tahun ini, aku patut memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena aku bisa mencapainya, walau jantung merongrong. Ya aku penderita jantung koroner. Aku sudah harus menjalani bypass. Tapi aku belum berani dan belum mau. Terus terang masih belum siap mati.
Operasi bypass jantung hasilnya tetap fifty-fifty, kata dokter. Artinya habis operasi bisa sehat dan hidup lama, atau sebaliknya. Tetapi aku yakin seyakin-yakinnya, urusan mati adalah takdir Ilahi. Mau operasi atau tidak kalau sudah jatahnya habis, ya habis. Allah tidak akan memundurkan atau memajukan walau sedetik umur manusia. Dan manusia siapa pun tidak ada yang mampu menolak kehadiran malaikatul maut.
Di usiaku sekarang ini, aku sangat bersyukur sekali kepada Allah. Karena Allah telah mengirimkan kepadaku dua "bidadari" cantik yang ikhlas mewujudkan impianku untuk datang ke Baitullah. Semoga Allah membalas dengan balasan yang setimpal, atas kebaikan adik bungsuku dan istriku tercinta.
Di usiaku yang sekarang ini pula, aku patut mengucapkan terima kasih atas perhatian adik-adikku kepadaku. Sementara aku boleh dibilang belum bisa full memperhatikan mereka. I'm sorry my brother n sister.
Aku akui aku belum maksimal berjuang, masih setengah-setengah. Oleh karena itu, hasilnya aku masih jadi manusia setengah sukses. Lebih tepatnya belum sukses. Kegagalan masih mendominasi separuh perjalanan hidupku.
Aku ingin terbuka. Aku ingin membangun jaringan. Aku ingin memperluas silaturahmi. Aku ingin jadi "SangPenging@T". Nah itulah sejumlah keinginan yang ingin kuwujudkan. Keinginan yang besar itu, bukan tak ada halangan. Wuih, banyak betul halangan dan rintangannya. Diantaranya aku harus merobohkan tembok kesombongan, keangkuhan, ketidakberdayaan, rasa minder, rasa rendah diri. Dan melawan orang-orang yang ingin melihatku terpuruk, tersungkur, tersingkirkan dan sangat tidak ingin melihatku melangkah maju sebagai "Sang Pengin@T" di muka bumi ini.
Yeach!!! begitulah hidup ada yang suka dan tidak. Nabi Muhammad (SAW) saja yang sudah jelas orang berakhlak mulia, tetap saja masih ada orang yang membecinya. Apalagi aku, yang bukan nabi, bukan siapa-siapa.
Yaa Rabb, jika Engkau meridhoi langkahku, help me please, berilah kekuatan kepadaku untuk mewujudkan cita-citaku di sisa usiaku ini.
Wassalam,
SangPenging@T!
Sabtu, Mei 17, 2014
Suasana Hati
Suasana hatiku mudah terbolak balik. Hari ini seneng banget, besok bencinya setengah mati. Hari ini happy, besok I'm feel so sad. Wow, begitulah suasana hati. Pegangan yang pasti ketika hati seperti itu ya mintalah tolong kepada Allah. Yes betul itu. Itu kunci jitunya. Shalat yang bener, sedekah dibanyakin. Insya Allah minggir suasana hati yang sedang gonjang-ganjing.
Ya, itu pasti! Tidak ada yang membantah (saran seperti tersebut di atas) sebagai kunci jawaban jitu untuk hati yang sedang dilanda gelisah. Tetapi tetap saja hatiku masih gelisah. Ya berarti kurang fokus tuh. Kurang khusuk ibadahnya. Iya betul, aku tahu itu. Tetapi tetap saja suasana hati ini rada gimana gitu. Ah, pasti ada yang ngrasani aku nih. Yes itu bisa jadi betul.
Tetapi yang pasti aku harus introspeksi diri atas suasana hatiku ini. Oke, kalau begitu, apakah ini ada kaitannya dengan orang lain? Iya ya. Ternyata betul, perasaan orang lain (entah itu saudara, atau bukan) tetapi itu berhubungan dengan hatiku. Pasti terasa di hati ini. Whweh jatuh cinta lagi nih? No no no....
Hmm... maksudku itu berkaitan dengan masalah uang (lebih spesifik lagi utang, hehehe...), atau janji-janji atau apalah. Atau bisa juga itu menyangkut perilakuku atau tutur kataku yang tak mengenakkan hatinya. Sehingga hatinya merasa sakit, dan sakitnya itu berbuah sebilah belati. Dan belati itu dikirimnya dari jauh, lalu aku merasa seperti ditusuknya.
Ternyata hablum min Allah (hubungan dengan Allah) bagus, tetapi hablum minan nas (hubungan dengan sesama manusia) jelek, maka itu bisa mempengaruhi suasana hati ini. Oh iya, mungkin itulah yang membuat suasana hatiku tetap gundah dan gelisah. Kalau begitu, maafkan aku teman, jika ada tutur kata, perilakuku yang membuat suasana hatimu tak nyaman. I'm only a human, bro!
Mudah-mudahan aku masih punya kesempatan dan waktu untuk tetap menjalin silaturahmi, sebelum nafasku sirna oleh takdir Ilahi.
Wassalam,
SangPenging@T
Ya, itu pasti! Tidak ada yang membantah (saran seperti tersebut di atas) sebagai kunci jawaban jitu untuk hati yang sedang dilanda gelisah. Tetapi tetap saja hatiku masih gelisah. Ya berarti kurang fokus tuh. Kurang khusuk ibadahnya. Iya betul, aku tahu itu. Tetapi tetap saja suasana hati ini rada gimana gitu. Ah, pasti ada yang ngrasani aku nih. Yes itu bisa jadi betul.
Tetapi yang pasti aku harus introspeksi diri atas suasana hatiku ini. Oke, kalau begitu, apakah ini ada kaitannya dengan orang lain? Iya ya. Ternyata betul, perasaan orang lain (entah itu saudara, atau bukan) tetapi itu berhubungan dengan hatiku. Pasti terasa di hati ini. Whweh jatuh cinta lagi nih? No no no....
Hmm... maksudku itu berkaitan dengan masalah uang (lebih spesifik lagi utang, hehehe...), atau janji-janji atau apalah. Atau bisa juga itu menyangkut perilakuku atau tutur kataku yang tak mengenakkan hatinya. Sehingga hatinya merasa sakit, dan sakitnya itu berbuah sebilah belati. Dan belati itu dikirimnya dari jauh, lalu aku merasa seperti ditusuknya.
Ternyata hablum min Allah (hubungan dengan Allah) bagus, tetapi hablum minan nas (hubungan dengan sesama manusia) jelek, maka itu bisa mempengaruhi suasana hati ini. Oh iya, mungkin itulah yang membuat suasana hatiku tetap gundah dan gelisah. Kalau begitu, maafkan aku teman, jika ada tutur kata, perilakuku yang membuat suasana hatimu tak nyaman. I'm only a human, bro!
Mudah-mudahan aku masih punya kesempatan dan waktu untuk tetap menjalin silaturahmi, sebelum nafasku sirna oleh takdir Ilahi.
Wassalam,
SangPenging@T
Senin, Mei 12, 2014
Bukuku
Menurutku bagus bukuku. Tapi menurut penerbit itu, judulnya masih hambar. Terlalu segmented. Tulisannya sih menarik, topiknya Ok. Baru pertama ada yang mengulasnya tentang topik ini. Tapi kenapa ditolak? tanyaku penasaran.
Ya itu tadi di samping alasan-alasan itu, yang terakhir kita belum berjodoh. Manager Produksi penerbitan itu, agak tak nyaman mengungkapkan alasan terakhir menolak menerbitkan bukuku.
Kini dummy (contoh cetakan jadi) buku itu ada di kamarku. Kupandangi terus. Ada sedikit rasa putus asa terbit di hati ini. Kubolak balik halamannya. Ah, tak terlalu jelek kok, kata hatiku. Kubaca berulang-kali judulnya. Hmmm memang membingungkan. Apalagi masyarakat awam.
Setelah mencorat coret berbagai judul. Ada satu judul yang eye catching. Apa judulnya? Ini masih kurahasiakan, biar pembaca penasaran. Sebab rasanya tak enak, jika sudah digembar-gemborkan di sini. Kalau akhirnya ditolak lagi.
Format buku juga harus kukecilkan. Tidak seperti sekarang, seukuran majalah. Tetapi kujadikan seukuran buku saku pada umumnya yang dijual di toko buku.
Yang pasti do'aku untuk bukuku ini, "Ya Rabb, jika buku ini Engkau ridhoi untuk diterbitkan, maka mudahkanlah bagiku jalan untuk menerbitkannya..."
Wasaalam,
SangPenging@T
Ya itu tadi di samping alasan-alasan itu, yang terakhir kita belum berjodoh. Manager Produksi penerbitan itu, agak tak nyaman mengungkapkan alasan terakhir menolak menerbitkan bukuku.
Kini dummy (contoh cetakan jadi) buku itu ada di kamarku. Kupandangi terus. Ada sedikit rasa putus asa terbit di hati ini. Kubolak balik halamannya. Ah, tak terlalu jelek kok, kata hatiku. Kubaca berulang-kali judulnya. Hmmm memang membingungkan. Apalagi masyarakat awam.
Setelah mencorat coret berbagai judul. Ada satu judul yang eye catching. Apa judulnya? Ini masih kurahasiakan, biar pembaca penasaran. Sebab rasanya tak enak, jika sudah digembar-gemborkan di sini. Kalau akhirnya ditolak lagi.
Format buku juga harus kukecilkan. Tidak seperti sekarang, seukuran majalah. Tetapi kujadikan seukuran buku saku pada umumnya yang dijual di toko buku.
Yang pasti do'aku untuk bukuku ini, "Ya Rabb, jika buku ini Engkau ridhoi untuk diterbitkan, maka mudahkanlah bagiku jalan untuk menerbitkannya..."
Wasaalam,
SangPenging@T
Sabtu, Mei 10, 2014
Ditampar
Ditampar, sungguh sakit. Apalagi berulang kali, bak adegan di sinetron. Itulah adegan yang memuakkan menurutku. Terlihat yang menampar, merasa puas, merasa kuasa, merasa hebat. Yang ditampar, langsung tertunduk sambil memegang pipi yang bekas ditampar. Merasa terhina, dihinakan. Dan tertindas!
Adegan menampar, itu bikin miris hati yang menonton. Hati manusia menyaksikan adegan itu, seperti dihadapkan pada dua pilihan, membela yang tertindas atau menyukai sikap yang berkuasa. Itu terserah pembaca sajalah.
Aku baru saja meng-klik tulisan (postingan) lama ku di blogspotku ini. Terasa betul ketika membaca tulisan yang pernah kutulis, aku seperti ditampar berulangkali. Sakit bro!
Mengapa seperti itu? Sebab apa yang kutulis beberapa tahun atau pun berapa bulan yang lalu, kok belum juga aku kerjakan. Saran-saran ditulisan itu, seperti ditujukan buat orang lain. Tapi hei, sadar bro! sesungguhnya tulisan-tulisan itu ya untuk penulis jugalah. Lakukan dong sarannya sendiri!
Ternyata betul, apa kata orang. Ngomong itu gampang, nulis itu tinggal wes ewes! Tapi bagaimana pelaksanaannya. Itu persoalannya.
Let's do it, what you write! What you say! bro
Wassalam,
SangPenging@T
Adegan menampar, itu bikin miris hati yang menonton. Hati manusia menyaksikan adegan itu, seperti dihadapkan pada dua pilihan, membela yang tertindas atau menyukai sikap yang berkuasa. Itu terserah pembaca sajalah.
Aku baru saja meng-klik tulisan (postingan) lama ku di blogspotku ini. Terasa betul ketika membaca tulisan yang pernah kutulis, aku seperti ditampar berulangkali. Sakit bro!
Mengapa seperti itu? Sebab apa yang kutulis beberapa tahun atau pun berapa bulan yang lalu, kok belum juga aku kerjakan. Saran-saran ditulisan itu, seperti ditujukan buat orang lain. Tapi hei, sadar bro! sesungguhnya tulisan-tulisan itu ya untuk penulis jugalah. Lakukan dong sarannya sendiri!
Ternyata betul, apa kata orang. Ngomong itu gampang, nulis itu tinggal wes ewes! Tapi bagaimana pelaksanaannya. Itu persoalannya.
Let's do it, what you write! What you say! bro
Wassalam,
SangPenging@T
Rabu, Mei 07, 2014
Katak Dalam Tempurung
Anak sulungku pulang sambil membawa kaos Jogist, yang baru dibelinya di suatu Pameran kreatif anak muda (kalau aku tidak salah). Dia pamerkan ke ibunya, kaos itu. Dan aku baru tahu dari istriku tentang kaos itu.
Kaos Jogist sekategori dengan kaos bikinan Dagadu. Ternyata kaos bersablon kata-kata dan gambar kartun yang kreatif tak hanya monopoli buatan Joger dari Bali atau Dagadu.
Melihat kaos Jogist. Aku terpana. Mimpiku meluncurkan kaos kata-kata bikinan dhewek, rasanya seperti dihempaskan di batu karang pantai Parangtritis. wheh,wehh... bahasanya puitis banget!
Sadarlah aku kini, aku bagai katak dalam tempurung. Sering menakar diri terlampau besar, padahal kecil. Menganggap bisa mengerjakan sendiri, eh nggak tahunya perlu bantuan orang lain. Merasa kalo bikin desain kaos rasanya bagus banget, eh nggak tahunya jelek banget, nggak punya nilai jual. No artistict
Kenapa begini. Optimisku terasa overdosis, sehingga mungkin saja telah membuat muak orang normal, apalagi orang yang pesimis. Ah, masak sih. Iya lah, pasti bikin eneg. Oh ya? Masak setiap ketemu orang, orang disuruh mendengerkan ocehan mimpiku. Siapa orangnya yang tidak akan bosan mendengar cerita mimpi-mimpiku.
Dan aku yang masih terus merajut mimpi, yang entah sampai kapan dapat mewujudkannya. Yang pasti berkejaran dengan umur, bro!
Semoga saja masih ada waktu untuk menuai mimpi.
Wassalam,
SangPenging@T
Kaos Jogist sekategori dengan kaos bikinan Dagadu. Ternyata kaos bersablon kata-kata dan gambar kartun yang kreatif tak hanya monopoli buatan Joger dari Bali atau Dagadu.
Melihat kaos Jogist. Aku terpana. Mimpiku meluncurkan kaos kata-kata bikinan dhewek, rasanya seperti dihempaskan di batu karang pantai Parangtritis. wheh,wehh... bahasanya puitis banget!
Sadarlah aku kini, aku bagai katak dalam tempurung. Sering menakar diri terlampau besar, padahal kecil. Menganggap bisa mengerjakan sendiri, eh nggak tahunya perlu bantuan orang lain. Merasa kalo bikin desain kaos rasanya bagus banget, eh nggak tahunya jelek banget, nggak punya nilai jual. No artistict
Kenapa begini. Optimisku terasa overdosis, sehingga mungkin saja telah membuat muak orang normal, apalagi orang yang pesimis. Ah, masak sih. Iya lah, pasti bikin eneg. Oh ya? Masak setiap ketemu orang, orang disuruh mendengerkan ocehan mimpiku. Siapa orangnya yang tidak akan bosan mendengar cerita mimpi-mimpiku.
Dan aku yang masih terus merajut mimpi, yang entah sampai kapan dapat mewujudkannya. Yang pasti berkejaran dengan umur, bro!
Semoga saja masih ada waktu untuk menuai mimpi.
Wassalam,
SangPenging@T
Selasa, April 29, 2014
Allaahu Akbar
Menulis kata "Allah", untuk membedakannya dengan Tuhannya orang nasrani, ada orang Islam yang merasa pas menuliskan dengan kata "Alloh". Huruf "a" diganti dengan "o".
Tetapi ketika di Mekah aku membaca buku kecil petunjuk "Umroh dan Haji" terbitan dari pemerintahan Kerajaan Saudi, dalam bahasa Inggris. Dituliskan disitu, kata "Allah", dengan kata "Allaah". Huruf "a"-nya ditulis double. Betul-betul aku merasa nyaman dan nikmat membaca tulisan kata Allah (Tuhan semua makhluk hidup di dunia ini), dengan dua "a". Itu rasanya sesuai dengan tajwid bahasa Arabnya. Bukankah diatas lam ada tanda fathah tegak berdiri. Yang artinya harus dibaca panjang.
Sebab kalau dituliskan dengan kata "o", kok menurutku rasanya kurang sreg. Ada yang mengganjal. Apalagi jika ada orang yang membacanya mentah-mentah mutlak kata "o"-nya itu. Bukankah akan terdengar beda makhraj-nya. Contohnya, "Ayolah kita taat kepada Alloh". Atau ada yang membaca Alah, tanpa double huruf "L" (baca;el"). Dan huruf "a"nya dibaca mantap. Itu menurutku lho, nggak tahu menurut pembaca. Ah, sok tahu benar aku ya? Wallahu 'alam bissawab.
Tetapi umumnya umat Islam tidak akan membaca kata "Allah" dengan seperti caranya kaum nasrani yakni "Alah". Ya, betul! Jadi apa masalahnya? Iya ya apa masalahnya? Masalahnya dipenulisan "o" itu loh.
Allaah betul-betul Akbar, Maha Pengasih, Maha Penyayang. Kasih Sayang-Nya, yang aku rasakan betul-betul jauh melebihi perkiraanku sebagai manusia yang lemah, yang mudah terbakar amarahnya.
Oh, Yaa Rabb, aku sungguh lemah dan mudah marah. Ini yang ingin terus aku kikis dari hatiku sepulang Umroh. Ya, baru saja aku melaksanakan umroh, dari tanggal 20 s.d 29 April 2014. Di Madinah al Munawarah 3 hari, di Mekah al Mukarramah 4 hari. Dan dua hari di perjalanan dengan pesawat Businnes Air.
Ketika menulis artikel ini, kadang-kadang airmataku menetes. Sungguh baik adikku dan istriku. Sementara aku belum merasa menjadi orang baik bagi mereka. Nah, mulai menetes lagi mata air ini, eh air mataku membasahi pipi. Tanpa jasa baik adikku yang bungsu dan istriku, mana mungkin aku bisa secepat ini melihat Ka'bah.
Sedekah yang sepuluh ribu rupiah itu serta doa KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) pada pengajian rutin bulanan Manajamen Qalbu di masjid Istiqlal, ternyata berbuah manis menjadi dua puluhan juta rupiah. Ajaib betul. Sedekah yang hanya segitu ternyata bisa memberangkatkan aku pergi umroh.
Dan pada akhirnya tanpa Ijin dan Rida dari Allah, mana mungkin mimpi terbesarku di hidup ini bisa terwujud yakni "Mencium Hajar Aswad" secepat ini.
"Alhamdulillah" itu kata yang senantiasa terucap ketika mimpi itu terwujud, rasanya seperti mimpi.
Wassalam,
SangPenging@T!
Tetapi ketika di Mekah aku membaca buku kecil petunjuk "Umroh dan Haji" terbitan dari pemerintahan Kerajaan Saudi, dalam bahasa Inggris. Dituliskan disitu, kata "Allah", dengan kata "Allaah". Huruf "a"-nya ditulis double. Betul-betul aku merasa nyaman dan nikmat membaca tulisan kata Allah (Tuhan semua makhluk hidup di dunia ini), dengan dua "a". Itu rasanya sesuai dengan tajwid bahasa Arabnya. Bukankah diatas lam ada tanda fathah tegak berdiri. Yang artinya harus dibaca panjang.
Sebab kalau dituliskan dengan kata "o", kok menurutku rasanya kurang sreg. Ada yang mengganjal. Apalagi jika ada orang yang membacanya mentah-mentah mutlak kata "o"-nya itu. Bukankah akan terdengar beda makhraj-nya. Contohnya, "Ayolah kita taat kepada Alloh". Atau ada yang membaca Alah, tanpa double huruf "L" (baca;el"). Dan huruf "a"nya dibaca mantap. Itu menurutku lho, nggak tahu menurut pembaca. Ah, sok tahu benar aku ya? Wallahu 'alam bissawab.
Tetapi umumnya umat Islam tidak akan membaca kata "Allah" dengan seperti caranya kaum nasrani yakni "Alah". Ya, betul! Jadi apa masalahnya? Iya ya apa masalahnya? Masalahnya dipenulisan "o" itu loh.
Allaah betul-betul Akbar, Maha Pengasih, Maha Penyayang. Kasih Sayang-Nya, yang aku rasakan betul-betul jauh melebihi perkiraanku sebagai manusia yang lemah, yang mudah terbakar amarahnya.
Oh, Yaa Rabb, aku sungguh lemah dan mudah marah. Ini yang ingin terus aku kikis dari hatiku sepulang Umroh. Ya, baru saja aku melaksanakan umroh, dari tanggal 20 s.d 29 April 2014. Di Madinah al Munawarah 3 hari, di Mekah al Mukarramah 4 hari. Dan dua hari di perjalanan dengan pesawat Businnes Air.
Ketika menulis artikel ini, kadang-kadang airmataku menetes. Sungguh baik adikku dan istriku. Sementara aku belum merasa menjadi orang baik bagi mereka. Nah, mulai menetes lagi mata air ini, eh air mataku membasahi pipi. Tanpa jasa baik adikku yang bungsu dan istriku, mana mungkin aku bisa secepat ini melihat Ka'bah.
Sedekah yang sepuluh ribu rupiah itu serta doa KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) pada pengajian rutin bulanan Manajamen Qalbu di masjid Istiqlal, ternyata berbuah manis menjadi dua puluhan juta rupiah. Ajaib betul. Sedekah yang hanya segitu ternyata bisa memberangkatkan aku pergi umroh.
Dan pada akhirnya tanpa Ijin dan Rida dari Allah, mana mungkin mimpi terbesarku di hidup ini bisa terwujud yakni "Mencium Hajar Aswad" secepat ini.
"Alhamdulillah" itu kata yang senantiasa terucap ketika mimpi itu terwujud, rasanya seperti mimpi.
Wassalam,
SangPenging@T!
Kamis, April 17, 2014
Malu Jadi Benalu
Aku bosan jadi benalu, apalagi ditambahi kata-kata "tak tahu malu". Benalu tak diharapkan, tapi kadang menempel dibatang tumbuhan lainnya sesukanya.
"Kapan pak kita kayanya?" tanya istriku juga anak perempuanku. Selalu begitu, dan begitu selalu pertanyaannya.
"Aku tak tahu," itulah jawabanku selalu sejak dulu. Dan kupersilahkan mereka bertanya kepada Yang Maha Pemberi Rezeki.
Kalau perbincangan sudah menyangkut perihal uang, duit atau penghasilan, aku pasti gampang tersinggung. Ujung-ujungnya perang dingin antara aku dan istriku, tumbuh tak diharapkan. Tak saling ngomong (walau tak sampai hitungan lebih dari 24jam). Kadang-kadang lebih dikit sih, hehehe...
Memang inilah periodenya yang harus kuhadapi. Periode serba pas-pasan. Dimulai sejak krismon melanda negeriku tercinta, 1998. Hingga kini 2014, belum pulih isi dompetku. Masih serba ngepres dan tetap pas-pasan. Aku sudah mencoba berbagai cara agar bisa menambah income per bulan.
Mulai dari membuka kedai sembako, penyewaan VCD (dulu ketika boom vcd bajakan), jualan es kelapa muda. Dari semua yang kuusahakan itu, baru dari hasil desain dan cetak offset, yang cukup membuat tebal dompetku. Namun sayang cetakan sekarang sedang melempem. Maklum aku gak jago jualan. Bukan ahlinya marketing.
Pernah dulu aku coba memasarkan, sablon kalender ke toko mas. Baru dua toko yang kusambangi di pasar inpres Kedoya. Dan ketika mendengar jawaban salah satu Engkoh penjual emas, "sudah punya langganan cetak pak". Langsung mengkerut nyali jualku.
Kini aku sedang mencoba profesi baru sebagai penulis. Sudah satu buku yang siap cetak. Dan sekarang sedang kutawarkan ke sebuah penerbitan buku Islam terkemuka. Sekarang aku masih menunggu kabar dari mereka. Katanya sekitar dua minggu baru ada kabarnya, pak. Itu artinya sekitar awal Mei 2014, baru kutahu apakah buku itu bisa diterbitkan olehnya.
Memang hidup harus begitu terus mencari dan mencari dimana tempatnya rezeki yang sesuai dengan keahlian (kemampuan) kita. Dan kalau sudah menemukan sumber rezeki yang pas, niscaya rezeki itu akan mengalir deras terus dan terus ke dalam pundi-pundi kita, yang selama ini kosong melompong. Apalagi kalau Allah sudah ridho dengan apa yang kita usahakan. Plus, kita rajin sedekah dan tidak kikir. Wow, pastinya hasilnya akan mencengangkan.
Harapanku mudah-mudahan bukuku itu bisa menjawab pertanyaan dari istri dan anakku di atas tadi. Insya Allah...
Wassalam,
SangPenging@T!
"Kapan pak kita kayanya?" tanya istriku juga anak perempuanku. Selalu begitu, dan begitu selalu pertanyaannya.
"Aku tak tahu," itulah jawabanku selalu sejak dulu. Dan kupersilahkan mereka bertanya kepada Yang Maha Pemberi Rezeki.
Kalau perbincangan sudah menyangkut perihal uang, duit atau penghasilan, aku pasti gampang tersinggung. Ujung-ujungnya perang dingin antara aku dan istriku, tumbuh tak diharapkan. Tak saling ngomong (walau tak sampai hitungan lebih dari 24jam). Kadang-kadang lebih dikit sih, hehehe...
Memang inilah periodenya yang harus kuhadapi. Periode serba pas-pasan. Dimulai sejak krismon melanda negeriku tercinta, 1998. Hingga kini 2014, belum pulih isi dompetku. Masih serba ngepres dan tetap pas-pasan. Aku sudah mencoba berbagai cara agar bisa menambah income per bulan.
Mulai dari membuka kedai sembako, penyewaan VCD (dulu ketika boom vcd bajakan), jualan es kelapa muda. Dari semua yang kuusahakan itu, baru dari hasil desain dan cetak offset, yang cukup membuat tebal dompetku. Namun sayang cetakan sekarang sedang melempem. Maklum aku gak jago jualan. Bukan ahlinya marketing.
Pernah dulu aku coba memasarkan, sablon kalender ke toko mas. Baru dua toko yang kusambangi di pasar inpres Kedoya. Dan ketika mendengar jawaban salah satu Engkoh penjual emas, "sudah punya langganan cetak pak". Langsung mengkerut nyali jualku.
Kini aku sedang mencoba profesi baru sebagai penulis. Sudah satu buku yang siap cetak. Dan sekarang sedang kutawarkan ke sebuah penerbitan buku Islam terkemuka. Sekarang aku masih menunggu kabar dari mereka. Katanya sekitar dua minggu baru ada kabarnya, pak. Itu artinya sekitar awal Mei 2014, baru kutahu apakah buku itu bisa diterbitkan olehnya.
Memang hidup harus begitu terus mencari dan mencari dimana tempatnya rezeki yang sesuai dengan keahlian (kemampuan) kita. Dan kalau sudah menemukan sumber rezeki yang pas, niscaya rezeki itu akan mengalir deras terus dan terus ke dalam pundi-pundi kita, yang selama ini kosong melompong. Apalagi kalau Allah sudah ridho dengan apa yang kita usahakan. Plus, kita rajin sedekah dan tidak kikir. Wow, pastinya hasilnya akan mencengangkan.
Harapanku mudah-mudahan bukuku itu bisa menjawab pertanyaan dari istri dan anakku di atas tadi. Insya Allah...
Wassalam,
SangPenging@T!
Rabu, April 02, 2014
Tidak Pernah Mendengar Adzan Di Luar Halaman Masjid
Apakah judul tulisan ini membingungkan Anda? kalau tidak, syukurlah, berarti kecerdasan Anda di atas rata-rata. IP (Indeks Prestasi) Anda ketika lulus kuliah dulu bisa-bisa di atas 3. Ah, terlalu jauh prakiraannya ah. Masak judul tulisan sampai diukur segala IQ. Iseng amat sih!
Ini serius bro, bukan iseng. Terus terang ketika pertama kali ustadz Syech Ali Jabir melontarkan kata-kata bahwa menjadi orang Islam yang luar biasa (di atas rata-rata/kebanyakan umat Islam), itu diantaranya bahwa orang itu tidak pernah mendengar suara adzan dari luar masjid. Di luar masjid? gumamku.
Belum hilang rasa heranku atas kalimatnya itu. Dia langsung menjelaskan, itu artinya "orang itu" selalu sudah berada di masjid sebelum adzan shalat lima waktu berkumandang. Bahkan dia sudah wudhu, lalu menyelesaikan shalat sunah Tahiyyatul Masjid, dilanjutkan dengan berzikir kemudian berdoa. Lalu tak beberapa lama, muadzin mengumandangkan adzan. Wow, betapa indahnya. Sejuk terasa di kalbu.
Sayangnya, kebanyakan kita baru ke masjid ketika adzan bergema, bahkan sesudah iqamat berkumandang. Kita? Ah lu kale? Oh iya ya... siapa tahu Anda termasuk di antara pembaca yang sudah melazimkan 5 atau10 menit sebelum adzan, sudah ada di masjid. Hebat kalau sudah begitu. Itu artinya Anda sudah termasuk orang Islam di atas rata-rata (seperti pada umumnya). Bolehlah di bilang sebagai orang Islam yang luar biasa.
Meskipun baru ke masjid setelah adzan. Bahkan sesudah iqamat baru terburu-buru menuju masjid, itu pun sudah bolehlah dibilang hebat. Sebab di zaman modern ini, jauh lebih banyak lagi orang Islam yang super cuek dengan adzan. Mo ada adzan kek, mo nggak kek. Peduli amat. Artinya dia gak peduli. "Pokoke ra popo, ra ke masjid" begitu kurang lebih semboyan yang mereka pegang teguh. Nauzubillah.
Yuuk, marilah kita jadi orang Islam yang luar biasa. Di atas rata-rata. Artinya apa? artinya, jika tadinya biasanya tidak ke masjid untuk shalat lima waktu, mulai sekarang jadikan "shalat lima waktu di masjid" menjadi kebiasaan kita sehari-hari. Tentu ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi Anda berada. Kalau kebetulan Anda sedang di tengah laut (di tempat pengeboran minyak bumi, misalnya) ya, tak perlulah cari masjid. Tapi cukup usahakan, shalat lima waktu tepat waktu dan berjamaah, bersama teman-teman.
Sadarilah kawan, hidup di dunia ini cuma sebentar. Ngapain untuk yang sebentar kita mati-matian mengejar, sampai melupakan akhirat. Rugi, rugi, rugi.
Jadilah orang yang beruntung. Untung dunia, untung pula akhirat. Uih mantap bro!
Wasssalam,
SangPenging@T!
Ini serius bro, bukan iseng. Terus terang ketika pertama kali ustadz Syech Ali Jabir melontarkan kata-kata bahwa menjadi orang Islam yang luar biasa (di atas rata-rata/kebanyakan umat Islam), itu diantaranya bahwa orang itu tidak pernah mendengar suara adzan dari luar masjid. Di luar masjid? gumamku.
Belum hilang rasa heranku atas kalimatnya itu. Dia langsung menjelaskan, itu artinya "orang itu" selalu sudah berada di masjid sebelum adzan shalat lima waktu berkumandang. Bahkan dia sudah wudhu, lalu menyelesaikan shalat sunah Tahiyyatul Masjid, dilanjutkan dengan berzikir kemudian berdoa. Lalu tak beberapa lama, muadzin mengumandangkan adzan. Wow, betapa indahnya. Sejuk terasa di kalbu.
Sayangnya, kebanyakan kita baru ke masjid ketika adzan bergema, bahkan sesudah iqamat berkumandang. Kita? Ah lu kale? Oh iya ya... siapa tahu Anda termasuk di antara pembaca yang sudah melazimkan 5 atau10 menit sebelum adzan, sudah ada di masjid. Hebat kalau sudah begitu. Itu artinya Anda sudah termasuk orang Islam di atas rata-rata (seperti pada umumnya). Bolehlah di bilang sebagai orang Islam yang luar biasa.
Meskipun baru ke masjid setelah adzan. Bahkan sesudah iqamat baru terburu-buru menuju masjid, itu pun sudah bolehlah dibilang hebat. Sebab di zaman modern ini, jauh lebih banyak lagi orang Islam yang super cuek dengan adzan. Mo ada adzan kek, mo nggak kek. Peduli amat. Artinya dia gak peduli. "Pokoke ra popo, ra ke masjid" begitu kurang lebih semboyan yang mereka pegang teguh. Nauzubillah.
Yuuk, marilah kita jadi orang Islam yang luar biasa. Di atas rata-rata. Artinya apa? artinya, jika tadinya biasanya tidak ke masjid untuk shalat lima waktu, mulai sekarang jadikan "shalat lima waktu di masjid" menjadi kebiasaan kita sehari-hari. Tentu ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi Anda berada. Kalau kebetulan Anda sedang di tengah laut (di tempat pengeboran minyak bumi, misalnya) ya, tak perlulah cari masjid. Tapi cukup usahakan, shalat lima waktu tepat waktu dan berjamaah, bersama teman-teman.
Sadarilah kawan, hidup di dunia ini cuma sebentar. Ngapain untuk yang sebentar kita mati-matian mengejar, sampai melupakan akhirat. Rugi, rugi, rugi.
Jadilah orang yang beruntung. Untung dunia, untung pula akhirat. Uih mantap bro!
Wasssalam,
SangPenging@T!
Senin, Maret 31, 2014
Berjumpa
Berjumpa kerabat jauh, atau sobat kental yang sudah lama tak bersua, oh sungguh menyenangkan hati. Kita bisa saling menumpahkan rindu, berbincang ngalor-ngidul tentang apa saja. Sangat mengasyikkan!
Percakapan ketika perjumpaan itu, bisa di mulai dari kisah masa kecil, masa kuliah, masa pacaran bahkan hingga mimpi-mimpi besar kita di masa depan. Sebuah kenangan indah yang patut diangkat ke permukaan lagi. Tetapi kisah pahit getirnya kehidupan ini pun tak kalah serunya jika diperbincangkan di antara kita, yang sudah lama tak menyapa. Ternyata hidup ini indah, walau ada selingan episode penderitaan hidup.
Ya begitulah kehidupan, adakalanya kita di atas, di lain waktu kita di bawah. Dulu pernah kujumpa seorang kawan ketika dia sedang di atas, segalanya dia punya. Mobilnya baru (kredit). Dan dia traktir aku makan di restoran favoritnya dengan tarif menu harga selangit (menurutku). Tetapi bulan berganti bulan, tahun demi tahun terlewati, suatu ketika aku jumpa dia sedang terpuruk. Aku ikut prihatin. Walaupun keadaanku juga masih memprihatinkan. Meskipun ini patut kusyukuri.
Entah mengapa, beberapa hari belakangan ini hatiku dilanda ke-galau-an. Suatu ketika selepas Isya, sobat baruku (yang muda belia, mahasiswa UIN pasca sarjana) Munif namanya, memberikan solusi ringan, untuk mengusir kesedihan (galau) hati. Dia bilang, "coba baca surah Thaha, ayat 130, pak!"
Dengan gesit diambilnya Al Quran kecil yang selalu dibawanya di kantong saku bajunya. Kemudian dibacanya, lalu diterjemahkannya dengan lancar (walau Quran kecil itu tanpa terjemahan). Dia lancar berbahasa Arab (maklumlah sarjana sastra Arab dari IAIN Sunan Ampel, Surabaya). "Maka bersabarlah kamu (Muhammad) atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa tenang."
Nah, itu pak artinya, makanya kita nggak usah galau, katanya sambil bola matanya menari lincah. Gaya bicaranya seperti mantan presiden Habibie. Tangannya bergerak lincah. Selalu bersemangat. Shalat sunnahnya banyak, baik sebelum maupun sesudah shalat wajib. Doanya berlimpah. Ketika dia melaksanakan shalat lima waktu, sering kuamatinya.
Aku jadi teringat bahwa ada sebaris kalimat tasbih yang ringan diucapkan, tetapi berat timbangan kebaikan (pahalanya) di sisi Allah Swt. Yaitu, "Subhanallah wa bihamdihi, Subhanallahil adzim...". Iya betul itu pak, kata Munif, langsung mengiyakan ucapanku itu. Haditsnya shohih lho.
Untuk membuktinya aku pun searching di Google. Dan kutemukan haditsnya, seperti ini bunyinya;
“Barangsiapa yang mengucapkan Subhanallah Wabihamdihi 100 x sehari , maka kesalahannya dihapuskan walau sebanyak buih di lautan“(HR. Bukhari dan Muslim)
Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Dua kalimat yang ringan bagi lisan untuk mengucapkannya, berat ketika diletakkan di atas mizan (timbangan di akhirat), dan sangat dicintai oleh Dzat yang Maha Pengasih, yaitu subhanallah wa bihamdihi subhanallahil adzim.”
Terima kasih, Munif, Anda sudah memberi solusi atas ke-galau-an yang menimpaku beberapa hari belakangan ini. Dan ketika tulisan ini kuterbitkan, galau di hati sudah sirna, berkat tasbih yang kubaca. Ternyata tidak hanya "Badai Pasti Berlalu" seperti nyanyian Crisye. Tetapi "Galau pun Pasti Berlalu".
Betapa bermanfaatnya kita berjumpa dengan kawan, sahabat karib ataupun saudara dekat/jauh, yang sudah lama tak bertemu, yang bisa memberi solusi atas masalah yang kita hadapi.
Wassalam,
SangPenging@T!
Percakapan ketika perjumpaan itu, bisa di mulai dari kisah masa kecil, masa kuliah, masa pacaran bahkan hingga mimpi-mimpi besar kita di masa depan. Sebuah kenangan indah yang patut diangkat ke permukaan lagi. Tetapi kisah pahit getirnya kehidupan ini pun tak kalah serunya jika diperbincangkan di antara kita, yang sudah lama tak menyapa. Ternyata hidup ini indah, walau ada selingan episode penderitaan hidup.
Ya begitulah kehidupan, adakalanya kita di atas, di lain waktu kita di bawah. Dulu pernah kujumpa seorang kawan ketika dia sedang di atas, segalanya dia punya. Mobilnya baru (kredit). Dan dia traktir aku makan di restoran favoritnya dengan tarif menu harga selangit (menurutku). Tetapi bulan berganti bulan, tahun demi tahun terlewati, suatu ketika aku jumpa dia sedang terpuruk. Aku ikut prihatin. Walaupun keadaanku juga masih memprihatinkan. Meskipun ini patut kusyukuri.
Entah mengapa, beberapa hari belakangan ini hatiku dilanda ke-galau-an. Suatu ketika selepas Isya, sobat baruku (yang muda belia, mahasiswa UIN pasca sarjana) Munif namanya, memberikan solusi ringan, untuk mengusir kesedihan (galau) hati. Dia bilang, "coba baca surah Thaha, ayat 130, pak!"
Dengan gesit diambilnya Al Quran kecil yang selalu dibawanya di kantong saku bajunya. Kemudian dibacanya, lalu diterjemahkannya dengan lancar (walau Quran kecil itu tanpa terjemahan). Dia lancar berbahasa Arab (maklumlah sarjana sastra Arab dari IAIN Sunan Ampel, Surabaya). "Maka bersabarlah kamu (Muhammad) atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa tenang."
Nah, itu pak artinya, makanya kita nggak usah galau, katanya sambil bola matanya menari lincah. Gaya bicaranya seperti mantan presiden Habibie. Tangannya bergerak lincah. Selalu bersemangat. Shalat sunnahnya banyak, baik sebelum maupun sesudah shalat wajib. Doanya berlimpah. Ketika dia melaksanakan shalat lima waktu, sering kuamatinya.
Aku jadi teringat bahwa ada sebaris kalimat tasbih yang ringan diucapkan, tetapi berat timbangan kebaikan (pahalanya) di sisi Allah Swt. Yaitu, "Subhanallah wa bihamdihi, Subhanallahil adzim...". Iya betul itu pak, kata Munif, langsung mengiyakan ucapanku itu. Haditsnya shohih lho.
Untuk membuktinya aku pun searching di Google. Dan kutemukan haditsnya, seperti ini bunyinya;
“Barangsiapa yang mengucapkan Subhanallah Wabihamdihi 100 x sehari , maka kesalahannya dihapuskan walau sebanyak buih di lautan“(HR. Bukhari dan Muslim)
Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Dua kalimat yang ringan bagi lisan untuk mengucapkannya, berat ketika diletakkan di atas mizan (timbangan di akhirat), dan sangat dicintai oleh Dzat yang Maha Pengasih, yaitu subhanallah wa bihamdihi subhanallahil adzim.”
Terima kasih, Munif, Anda sudah memberi solusi atas ke-galau-an yang menimpaku beberapa hari belakangan ini. Dan ketika tulisan ini kuterbitkan, galau di hati sudah sirna, berkat tasbih yang kubaca. Ternyata tidak hanya "Badai Pasti Berlalu" seperti nyanyian Crisye. Tetapi "Galau pun Pasti Berlalu".
Betapa bermanfaatnya kita berjumpa dengan kawan, sahabat karib ataupun saudara dekat/jauh, yang sudah lama tak bertemu, yang bisa memberi solusi atas masalah yang kita hadapi.
Wassalam,
SangPenging@T!
Selasa, Maret 11, 2014
Ingak-ingak
Dulu pernah ada iklan televisi tentang pemilu di era reformasi sekitar tahun 1999 dan 2004 yang unik dan tidak mudah aku lupakan. Iklan apakah itu? itulah iklan "ingak, ingak Ting!". Wanita tua berlogat menado mengucapkan kata "ingak, ingak" sambil mengerdipkan mata, lalu terdengar suara "ting!". Pemirsa supaya jangan lupa mencoblos (memberikan suaranya) dalam pemilu yang akan berlansung waktu itu.
Ingat ya, bukan salah ketik huruf "t" menjadi "k". Itu memang betul "ingak".
Sebentar lagi pemilu Caleg, tgl. 9 April 2014. Yuuk kita pilih Calon anggota Legeslatif yang sesuai dengan hati kita, yang mantap dan sreg di hati ini. Jangan golput!
Aku suka jengkel dengan mereka yang sok menganjurkan "golput!". Tetapi begitu pemerintahan yang sah terbentuk. Eh, gak tahunya dia yang paling getol menyuarakan kritik pedas. Mustinya yang gak milih (nyoblos) gak usah komentar. Lha, ente khan gak milih, ngapain koment. Toh, pemerintahan yang terbentuk itu bukan berdasarkan pilihan Anda. Jadi? plis deh, keep calm. Ok?
Ada yang berpegang teguh, dengan berteriak lantang "pilihan saya adalah dengan 'tidak memilih', titik!" Wah, kalau sudah punya prinsip seperti itu. Ya sudah. Aku lebih baik minggir. Menjauh darinya. Percuma, ngomong sampai berbusa-busa, berdebat dengannya tak berfaedah. Buang-buang waktu.
Yang pasti, tetap aku ingatkan. Jangan sia-siakan "suara Anda di Pemilu 2014". Setelah pileg, dilanjutkan dengan pilpres. Yuuk pilih presiden RI, yang Anda yakin bisa membawa kemajuan dan kesejahteraan kita bersama, rakyat Indonesia.
Wassalam,
SangPenging@T!
Ingat ya, bukan salah ketik huruf "t" menjadi "k". Itu memang betul "ingak".
Sebentar lagi pemilu Caleg, tgl. 9 April 2014. Yuuk kita pilih Calon anggota Legeslatif yang sesuai dengan hati kita, yang mantap dan sreg di hati ini. Jangan golput!
Aku suka jengkel dengan mereka yang sok menganjurkan "golput!". Tetapi begitu pemerintahan yang sah terbentuk. Eh, gak tahunya dia yang paling getol menyuarakan kritik pedas. Mustinya yang gak milih (nyoblos) gak usah komentar. Lha, ente khan gak milih, ngapain koment. Toh, pemerintahan yang terbentuk itu bukan berdasarkan pilihan Anda. Jadi? plis deh, keep calm. Ok?
Ada yang berpegang teguh, dengan berteriak lantang "pilihan saya adalah dengan 'tidak memilih', titik!" Wah, kalau sudah punya prinsip seperti itu. Ya sudah. Aku lebih baik minggir. Menjauh darinya. Percuma, ngomong sampai berbusa-busa, berdebat dengannya tak berfaedah. Buang-buang waktu.
Yang pasti, tetap aku ingatkan. Jangan sia-siakan "suara Anda di Pemilu 2014". Setelah pileg, dilanjutkan dengan pilpres. Yuuk pilih presiden RI, yang Anda yakin bisa membawa kemajuan dan kesejahteraan kita bersama, rakyat Indonesia.
Wassalam,
SangPenging@T!
Jumat, Februari 28, 2014
Ditolak
Selama hidup aku pernah berapa kali ditolak. Mulai dari ditolak cinta sampai ditolak
mentah-mentah surat lamaran kerjaku.
Tweet pendiri WhatsApp, Brian Acton, setelah lamaran kerjanya ditolak Facebook pada 2009.
Kuncinya? Pantang menyerah, dalam mengejar setiap cita-cita. Ditolak, dicemooh, peduli amat! Selama itu (cita-cita, mimpi kita) baik dan tidak merusak masyarakat. So jalan terus, bro!
Wassalam,
SangPenging@T!
Penolakan itu jelas terasa begitu menyakitkan. Apalagi jika aku
melihatnya dari sisi emosi atau hati. Sedangkan bila dilihat dari sisi logika,
penolakan itu sebagai pelajaran yang berharga. Penolakan menunjukkan aku tidak
memenuhi kualifikasi seperti yang mereka harapkan.
Satu kata kecewa, yang biasa terlontar ketikan membaca surat
penolakan adalah “Sialan!”. Lalu mulailah aku mencari-cari alasan, mereka-reka
jawaban atas pertanyaan yang menohok benak pikiranku, “mengapa sih lamaranku
ditolak ya?”
Ujung-ujungnya aku selalu mencari pembenaran atas jawabanku,
meskipun jawabanku itu ngawur. Misalnya, aku sering mengatakan kepada HRD yang
menolakku,” Huh! Dasar nggak punya selera seni. Dasar sentimen, masak karya
seperti ini ditolak sih?”
Terus terang aku terperangah ketika membaca berita facebook membeli WhatsApp
seharga 233 triliun. Kaya betul si pemilik facebook itu, Mark Zuckerberg. Dan yang pasti
kini pendiri WhatsApp juga semakin kaya dengan uang yang didapat dari hasil penjualan perusahaan yang didirikannya itu.
****
Berita lengkapnya aku copy paste dari kompas.com, sbb:
Pada 19 Februari 2014, Facebook mengumumkan mereka telah mengakuisisi WhatsApp
senilai 19 miliar dollar AS (sekitar Rp 223 triliun). Pembayaran tersebut tidak
sepenuhnya berupa uang tunai. Facebook akan menggelontorkan dana sebesar 16
miliar dollar AS, yang terdiri dari 12 miliar dollar AS saham Facebook dan 4
miliar dollar AS dalam bentuk uang tunai.
Facebook juga memberi 3 miliar dollar AS saham terbatas untuk pendiri dan karyawan WhatsApp yang akan diberikan selama empat tahun setelah akuisisi tersebut selesai.
Facebook juga memberi 3 miliar dollar AS saham terbatas untuk pendiri dan karyawan WhatsApp yang akan diberikan selama empat tahun setelah akuisisi tersebut selesai.
Salah seorang pendiri WhatsApp, Brian Acton, ternyata sempat
ditolak dalam hal lamaran pekerjaan oleh Facebook pada 2009 silam. Empat tahun
setelah itu, justru Acton kini menjual perusahaannya kepada Facebook dengan
harga yang sangat fantastis, 19 miliar dollar AS (sekitar Rp 223 triliun).
Nilai ini termasuk 3 miliar dollar AS dalam bentuk saham yang diberikan kepada Acton dan karyawan WhatsApp dalam jangka empat tahun.
Kisah Acton menjadi inspirasi tentang penolakan, kerja keras, dan kewirausahaan. Saat ditolak oleh Facebook, ia bahkan berkicau di media sosial Twitter. Namun, dengan optimistis, ia berkata akan memulai "petualangan berikutnya dalam hidup".
"Facebook menolak saya. Ini adalah kesempatan besar untuk berhubungan beberapa orang yang fantastis. Menanti untuk petualangan berikutnya dalam hidup," tulis Acton pada 4 Agustus 2009.
Nilai ini termasuk 3 miliar dollar AS dalam bentuk saham yang diberikan kepada Acton dan karyawan WhatsApp dalam jangka empat tahun.
Kisah Acton menjadi inspirasi tentang penolakan, kerja keras, dan kewirausahaan. Saat ditolak oleh Facebook, ia bahkan berkicau di media sosial Twitter. Namun, dengan optimistis, ia berkata akan memulai "petualangan berikutnya dalam hidup".
"Facebook menolak saya. Ini adalah kesempatan besar untuk berhubungan beberapa orang yang fantastis. Menanti untuk petualangan berikutnya dalam hidup," tulis Acton pada 4 Agustus 2009.
Tweet pendiri WhatsApp, Brian Acton, setelah lamaran kerjanya ditolak Facebook pada 2009.
Acton,
yang merupakan lulusan ilmu komputer di Stanford University, sebelumnya pernah
bekerja di Apple dan Adobe. Sejak 1996, ia bekerja untuk Yahoo! hingga Oktober
2007. Jabatan terakhirnya di Yahoo! adalah vice president of engineering.
Pada tahun saat ia ditolak oleh Facebook, Acton mulai membangun aplikasi WhatsApp bersama Jan Koum di Mountain View, California, AS. Koum juga merupakan mantan karyawan Yahoo!. Di tahun itu pula, TheNextWeb melaporkan bahwa Acton juga ditolak oleh Twitter.
Dua perusahaan jejaring sosial internet terbesar di dunia, Facebook dan Twitter, telah melewatkan kesempatan emas dengan menolak Acton, yang punya bakat luar biasa dalam hal pemrograman.
Nama WhatsApp begitu cepat populer, menjadi aplikasi pesan instan yang paling banyak digunakan, dengan 430 juta pengguna aktif pada Januari 2014.
Jumlah pesan yang diproses juga meningkat menjadi lebih dari 50 miliar pesan per hari, dari sekitar 27 juta per hari yang terekam pada Juni 2013. Angka itu disebut-sebut sudah melebihi jumlah SMS yang beredar di seluruh dunia sehingga WhatsApp dianggap sebagai salah satu penyebab menurunnya pertumbuhan SMS di dunia.
Meski basis penggunanya tumbuh besar, WhatsApp tetap mempertahankan mentalitas perusahaan rintisan (startup). Perusahaan ini hanya memiliki 50 pegawai. Sebanyak 25 orang merupakan teknisi, sementara 20 lagi menangani dukungan multibahasa untuk pengguna.
Acton dan Koum punya prinsip kuat untuk tidak menampilkan iklan dalam layanan mereka. Dalam mengembangkan bisnis, WhatsApp punya filosofi anti-iklan, bahkan perusahaan itu memiliki manifesto menentang iklan.
WhatsApp sendiri menghasilkan uang dengan menarik bayaran sebesar 0,99 dollar AS selama setahun untuk setiap pengguna.
WhatsApp diinvestasi oleh perusahaan pemodal Sequoia Capital sebesar 8 juta dollar AS pada awal 2011. Sejak saat itu, WhatsApp tidak membuka investasi tahap baru karena mereka mampu menghasilkan uang dari layanannya, mampu menopang biaya operasional perusahaan, hingga akhirnya Facebook "jatuh cinta" dan meminangnya.
Pada tahun saat ia ditolak oleh Facebook, Acton mulai membangun aplikasi WhatsApp bersama Jan Koum di Mountain View, California, AS. Koum juga merupakan mantan karyawan Yahoo!. Di tahun itu pula, TheNextWeb melaporkan bahwa Acton juga ditolak oleh Twitter.
Dua perusahaan jejaring sosial internet terbesar di dunia, Facebook dan Twitter, telah melewatkan kesempatan emas dengan menolak Acton, yang punya bakat luar biasa dalam hal pemrograman.
Nama WhatsApp begitu cepat populer, menjadi aplikasi pesan instan yang paling banyak digunakan, dengan 430 juta pengguna aktif pada Januari 2014.
Jumlah pesan yang diproses juga meningkat menjadi lebih dari 50 miliar pesan per hari, dari sekitar 27 juta per hari yang terekam pada Juni 2013. Angka itu disebut-sebut sudah melebihi jumlah SMS yang beredar di seluruh dunia sehingga WhatsApp dianggap sebagai salah satu penyebab menurunnya pertumbuhan SMS di dunia.
Meski basis penggunanya tumbuh besar, WhatsApp tetap mempertahankan mentalitas perusahaan rintisan (startup). Perusahaan ini hanya memiliki 50 pegawai. Sebanyak 25 orang merupakan teknisi, sementara 20 lagi menangani dukungan multibahasa untuk pengguna.
Acton dan Koum punya prinsip kuat untuk tidak menampilkan iklan dalam layanan mereka. Dalam mengembangkan bisnis, WhatsApp punya filosofi anti-iklan, bahkan perusahaan itu memiliki manifesto menentang iklan.
WhatsApp sendiri menghasilkan uang dengan menarik bayaran sebesar 0,99 dollar AS selama setahun untuk setiap pengguna.
WhatsApp diinvestasi oleh perusahaan pemodal Sequoia Capital sebesar 8 juta dollar AS pada awal 2011. Sejak saat itu, WhatsApp tidak membuka investasi tahap baru karena mereka mampu menghasilkan uang dari layanannya, mampu menopang biaya operasional perusahaan, hingga akhirnya Facebook "jatuh cinta" dan meminangnya.
****
Yeah! Begitulah berita selengkapnya. Tentulah bikin ngiler siapa pun yang ingin cepat kaya. Hikmah dari kisah di atas tadi, bahwa ternyata "ditolak" pun bisa berbuah sangat manis, bila kita mampu menyikapinya dengan sikap optimis. Tidak menjadi pesimis, bahkan putus asa.
Kuncinya? Pantang menyerah, dalam mengejar setiap cita-cita. Ditolak, dicemooh, peduli amat! Selama itu (cita-cita, mimpi kita) baik dan tidak merusak masyarakat. So jalan terus, bro!
Wassalam,
SangPenging@T!
Langganan:
Postingan (Atom)