Adsense

Selasa, Januari 01, 2013

Tahun 2013

Apa arti tahun baru? Tentu punya arti yang berbeda bagi setiap orang. Ada yang mirip, boleh saja. Tidak dilarang. Toh manusia, lazimnya senang mengikuti mode, agar tidak dikatakan kuno (ketinggalan zaman). Dan sebagian besar lebih suka copy-paste. Demi kepraktisan dan tidak suka merepotkan diri. Apalagi berpikir keras. Hitung-hitung meringankan beban otak.

Oh ya? apa betul begitu. Hmm, itu terserah pendapat Anda. Aku tidak ingin memaksakan pendapat. Aku tidak ingin menjadi diktator bagi pikiran Anda.

Di malam tahun baru 2013, seperti biasa aku belum bisa menikmatinya di luar negeri. Konon di luar negeri sambutannya sangat meriah. Kembang apinya beraneka ragam variasinya. Spektakuler!

Walau sekedar menghabiskan malam tahun baru di halaman rumah. Tetapi tahun ini yang kurasakan, sungguh berbeda. Menakjubkan. Kemeriahan kembang api di langit sekitar tempat tinggalku, kurasa tak kalah gempitanya dengan suasana pesta kembang api di pantai Ancol.

Orang-orang di sekitar tempat tinggalku, sudah banyak yang makmur rupanya. Mereka tidak sayang membakar uang. Toh hanya setahun sekali, mereka pikir. Pertanyaanku, apakah kembang api yang berwarna-warni menghias langit malam tahun baru 2013 itu, cukup bernilai di hadapan Allah?

Sepertinya kok tidak tuh! Heh, kenapa kembang api dikait-kaitkan dengan Tuhan? Mungkin begitu pertanyaan Anda. It's Ok, no problem. Tapi justru disinilah permasalahan yang ingin kuangkat dalam tulisan ini.

Menurutku, kembang api itu hanya menguntungkan pabrik kembang api. Hanya memuaskan mata, sesaat. Nilai pahalanya, sedikit. Bahkan mungkin NOL. Lho, lho, loh... kok penulis yang jadi seperti Tuhan, begitu? Pakai ngomong pahala, segala! Bukankah pahala itu haknya Allah? mungkin begitu protes Anda. Ya betul! Itu memang hak mutlak Allah Swt.

Tetapi coba pikirkan dalam-dalam, apakah membelanjakan harta untuk membeli kembang api itu termasuk dalam kategori membelanjakan harta di jalan Allah? Hayo jawab!

Baik, mungkin ada yang berpendapat, hitung-hitung bagi-bagi rezeki sama pabrik yang bikin kembang api. Bukankah pabrik kembang api, para buruhnya menghendaki bonus akhir tahun. Jika penjualan kembang api laris manis, syukur-syukur bisa merembet  kepada naiknya bonus akhir tahun dong.

Namun terus terang hati ini merasa prihatin, melihat orang-orang kaya itu atau mungkin juga orang yang pas-pasan (artinya pas malam tahun baru pas punya duit banyak) membelanjakan uangnya membabi-buta untuk membeli kembang api. Dananya jauh lebih besar ketimbang harta yang disisihkan (diberikan) untuk anak-anak yatim-piatu, kaum dhuafa dan janda-janda miskin. Yang memang ada hak mereka, di sebagian harta yang kita punya.

Dan apakah pemerintah sudah mengkalkulasi dengan cermat berapa juta biaya yang dihamburkan untuk membeli kembang api, dan berapa dana yang dialokasikan untuk menyantuni fakir miskin. Sudah sepadankah?

Wassalam,
SangPenging@T!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar