Adsense

Selasa, Januari 29, 2013

Banjir... banjirrr!

Hujan terus turun di hari Kamis dinihari. Udara sejuk menyelimuti tidur malamku. Rasanya nikmat bagai tidur di kamar ber-AC. Maklum sampai detik ini kamarku belum ada AC-nya. Alasannya? Macam-macam. Mulai dari ngirit listrik sampai belum ada anggaran untuk beli AC yang harganya jutaan. Sok kere! Sok ngirit! itulah mungkin cibiran yang terdengar. Tapi yang jelas yang kukuatirkan adalah takut dibilang sok kaya.

Kulirik kalender terbaca hari itu, Kamis tanggal 17 Januari, tahun 2013. Umumnya orang bilang angka 13, angka sial. Ah, masak sih ada angka sial? batinku membatin.

Hujan mereda menjelang subuh. Seingatku aku tidak ke masjid. Jalanan di depan masjid terendam air di atas mata kaki. Dan hujan semalaman, bisa jadi menaikkan air sampai sedengkul. Sehingga kuputuskan shalat subuh di rumah saja. Berjamaah dengan istri.

Selepas subuh, hujan turun lagi. Kudengar ada pengumuman dari corong masjid. Bunyinya, "Assalamu'alaikum Wr. Wb, diumumkan kepada seluruh warga RT 004 RW 03, Komplek Dep. Agama.. Air kali (sungai kecil) di seberang jalan (sebelah utara) Daan Mogot sudah meluap. Sudah menyeberangi jalan Daan Mogot. Waspadalah!". Itu artinya air siap menerjang kediamanku yang ada di sebelah utara Daan Mogot. Meluap? wah, gawat itu pertanda "siaga 3" nih.

Kupikir itu tadi pengumuman duka cita, yang biasa diumumkan dari Toa masjid. Betul juga, tak berapa lama setelah pengumuman itu kulihat air sudah masuk di ruang makan (yang baru diurug 30cm), Aku tetap asyik mengetik tulisan di blogspotku. Sejenak kualihkan pandangan ke pintu kamar tidur. Hah? air sudah menyapa lantai kamar tidur yang sudah kunaikkan 50cm. Segera kuberi aba-aba seisi rumah."Ayo, bu naikkan springbed, ayo! anak-anak naikkan barang-barang ke atas lemari! banjir... banjirrr!!"

Tiba-tiba listrik mati. Ah, membuat semakin sulit menaruh buku-buku di rak yang lebih atas. Takut buku-buku yang kuangkat kecemplung masuk ke dalam air. Akhirnya buku-buku kutaruh sembarangan yang penting aman, bebas dari terkaman banjir.

Sebagian buku-buku kunaikkan ke rak nomor dua, sebab itu sudah di atas bekas banjir lima tahun lalu. Rupanya perkiraanku meleset jauh. Air terus naik nyaris menyentuh rak pertama. Masya Allah. Buku-buku favoritku terendam tanpa ampun.

Kulkas, TV, kompor gas, mesin cuci, mesin pompa air, meja belajar dilibas banjir. Kemeja, celana. gaun dan kaos yang siap disetrika juga tak luput dari banjir. Dahsyat nian banjir di tahun sial(?) ini.

Kami mengungsi mencari tempat yang lebih tinggi ketika air sudah mendekati dengkul dewasa di dalam kamarku. Tujuannya ke gedung madrasah (SDIT Darul Muttaqin). Ternyata air disana sudah semata kaki. Sambil duduk diatas meja sekolah yang dirapatkan aku melihat air lambat laun naik terus. Jam menunjukkan pukul 10 pagi. Akhirnya kami bermalam di salah satu ruang kelas SDIT.

Rasa khawatirku semakin tinggi, karena hujan dimalam hari semakin deras seperti ditumpahkan dari langit. Tiada henti. Listrik mati pula. Gelap, hanya diterangi sebatang lilin. Suasana seperti di penjara. Aku, istri dan anak-anak serta pembantu adikku bersama-sama tidur di ruang kelas itu. Menjelang subuh lilin mati kehabisan api. Sambil meraba-raba tepian meja kusentuhkan jariku ke bawah. Masya Allah, ternyata air hampir menyentuh meja.

Sehabis subuh kami pindah tempat pengungsian. Kami berangkat ke gedung TK Al Muttaqin. Ke lantai dua. Di sana sudah ada keluarga mbak Eli, dan keluarga pak Gito, penjaga gedung TK.

Air perlahan mulai surut di hari Seninnya (21 Januari). Akhirnya kami meninggalkan lokasi pengungsian hari Jumat, 25 Januari 2013 sore. Jadwal kegiatan antara hari senin sampai jumat itu, dari pagi hingga sore adalah membersihkan rumah dari sampah bekas banjir. Lalu di malam harinya tidur kembali di TK. Karena rumah belum bisa digunakan untuk tidur. Masih bau bekas banjir. Aroma amis ikan bercampur bau sampah.

Kuambil meteran, kuukur bekas banjir di dalam kamar yang sudah kutinggikan 50cm. Ternyata air masuk ke dalam kamar setinggi 70cm. Diteras yang belum ditinggikan air mencapai ketinggian 120cm. Luar biasa banjir tahun 2013 ini.

Apa ada hikmah dibalik musibah banjir ini? Oh, tentu banyak. Artinya aku harus cepat melahap buku-buku yang kubeli. Jangan hanya jadi pajangan doang. Beli barang-barang plastik dan jati. Jangan beli furniture model yang knock-down. Furniture semacam itu bila terendam banjir, bakal hancur.

Sudah itu banjir mengingatkanku kepada banjir bandang di zaman Nabi Nuh. Ternyata manusia tak berdaya di hadapan air bah! Aku jadi ingat kiamat.

Setiap habis banjir yang terpikir, meninggikan rumah, membuat loteng atau menjual rumah dan pindah ke daerah bebas banjir. Selalu itu dan itu saja. Aku ngotot tidak mau menjual rumah.Sebaliknya istri ingin pindah rumah. Anak-anak? terserah orangtua. Teman istri kasih usulan bikin loteng sekaligus kontrakan. Ide cerdas! Duitnya? ya pinjamlah ke bank yang baik hati. Adakah bank yang baik hati?

Ah, sudahlah tenangkan diri dulu jangan grusa-grusu ambil tindakan. Pikirkan dalam-dalam. Untuk sementara, nikmati banjir sambil minum kopi dan makan indomie. Hmmm, lezaaat!

Wassalam,
SangPenging@T!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar