Seperti biasanya setiap malam Jumat ada pengajian surah Yaasin di Masjid Darul Muttaqin. Dan seperti biasanya pula aku "pura-pura" tidak bersedia memberi kultum. Padahal mau tapi malu. Karena aku menyadari ilmu agamaku masih cetek.
Sehingga ketika berangkat ke masjid dekat rumah itu, aku hampir selalu tanpa persiapan walau sekedar secarik kertas. Tetapi biasanya aku sambil jalan ke masjid, senantiasa berdoa kepada Tuhan semoga diberi ide materi kultum yang bagus.
Niatku di malam Jumat, ingin mengaji Yaasiin berjamaah. Kadangkala ditambah surah Al Kahfi, atau Al Waaqiah, atau Ar Rahmaan. Sehingga tersisa tinggal beberapa menit saja menjelang shalat Isya. Jadinya tak ada ruang untuk kultum. Nah, dengan begitu aku bisa merasa lega karena aku tak perlu memberikan kultum.
Kenapa "pura-pura"? Sebab kalau dinyatakan tegas bahwa aku tak bersedia, tapi kok dalam hati pengin banget ngasih kultum. Oleh karena kuanggap "kultum" itu sebagai media latihan bagiku untuk berani bicara di depan umum.
Dan "kultum" itu pun dulu aku yang menyarankan. Sebagai sarana berbagi ilmu agama di antara para jamaah. Sekaligus sebagai siraman rohani. Walaupun hanya setetes ilmu, paling tidak adalah manfaatnya. Disamping untuk mengisi waktu luang menjelang shalat Isya, barang sekitar lima belas menit. Jadi malam Jumat tidak hanya sekedar mengaji surah Yaasiin saja. Tapi sayang tawaran itu tak bersambut. Alias tidak ada yang mau memanfaatkan media "kultum" sebagai sarana "sharing" ilmu agama. Akibatnya yang mengisi kultum kalau tidak pak Ustadz Juremi, ya akulah.
Namun ketika ditunjuk dan diberi waktu untuk menyampaiakan "kultum" oleh pak Ustadz Juremi, aku kerap berbasa-basi memberikan kesempatan itu kepadanya. Tapi beliaunya lebih sering menolak. Akibatnya "4L" deh. Apa itu? Lu Lagi, Lu Lagi. Hehehe....
Untuk menghindari kejenuhan jamaah, kadangkala ya itu tadi sehabis membaca Yaasiin langsung ditambah surah-surah yang lain. Lebih tepatnya, jika pak Juremi dan aku sedang tidak mood memberi kultum.
Tapi jika ada kultumnya maka cukup membaca surah Yaasiin saja. Nah kalau sudah ada isyarat aku harus ngasih kultum mulai deh aku memutar otak, cari-cari materi kultum dalam htungan detik sebelum atau sesudah surah Yaasiin dibaca oleh para jamaah.
Kadangkala saat mulutku sedang membaca Yaasiin, pikiranku melayang menggapai-gapai ide yang pas untuk kujadikan materi kultum. Di antara kumandang bacaan Yaasiin, suka ada ide bagus yang mampir di kepalaku. Yang kadang aku suka terkagum-kagum sendiri. Padahal nggak tahu deh jamaah kagum atau tidak. Boleh jadi mereka malah saling berbisik, "ah, biasa saja tuh materinya. Kuno! Itu lagi, itu lagi mbosenin tahu!"
Contohnya ide bagus yang kumaksud itu. Seperti yang kusampaikan dalam kultum tadi malam Jumat (28 Februari 2013). Materi pembicaraannya bab "Pahala atau Duit?".
Para motivator senantiasa berbicara dan menulis tentang sukses dunia. Itu artinya sukses dalam mengumpulkan kekayaan dan bisa hidup bahagia. Fokusnya adalah kemasyhuran. Tujuan utamanya bagaimana mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Setiap gerak langkah kita, ukurannya duit, duit, duit. Titik.
Memang sih nggak ada yang salah jika fokusnya "duit". Boleh saja, asal cara mencarinya kudu sesuai kaidah hukum dan agama. Dan menggunakannya pun terukur tidak jor-joran alias boros. Mana yang jatahnya yatim harus disisihkan, jangan juga dimakan.
Nah, aku tawarkan bagaimana kalau kita sekarang fokusnya dalam setiap gerak langkah kita adalah "PAHALA"? What? begitu kata Anda, begitu juga kata jamaah sambil wajahnya memancarkan keingintahuannya yang mendalam.
Artinya begini. Alangkah baiknya sebelum kita bertindak, kita ajukan pertanyaan dalam hati semacam ini; "Perbuatanku ini mendatangkan pahala atau tidak ya?" terlebih dulu. Kalau tidak? Tinggalkan saja!
Bukannya, pertanyaan yang seperti biasanya, seperti ini misalnya "Perbuatanku ini duitnya ada nggak ya?" Setuju?
Dan kalau fokusnya "pahala", melatih kita untuk tidak pamrih kepada manusia tetapi pamrihnya kepada yang menciptakan manusia, yaitu Allah Swt.
Contohnya. Ada mobil mogok di pinggir jalan. Sopirnya sendirian saja, tak ada kawannya. Dia butuh pertolongan orang untuk mendorong mobilnya. Lalu ada empat orang pemuda datang mendorong mobil itu. Setelah didorong, mobil pun bisa hidup lagi. Bruuummm.....bruuummm, sopirnya bilang "makasih mas!" langsung tancap gas. Daaagggg....
Bagaimana reaksi keempat pemuda itu? Yang fokusnya "duit", jelas kecewa. Memaki, so pasti. Yang fokusnya "pahala"? Merasa puas karena bisa menolong orang yang kesusahan, walau hanya mendapat ucapan "terima kasih" dari si sopir. Pertanyaannya, bagaimana sikap Anda?
Duit atau pahala? Sebuah pilihan yang sulit memang. Maunya sih dua-duanya pahala dan duit. Oh itu mah jelas, aku juga mau. Yang pasti, keduanya harus ditempatkan pada tempat yang pas.
Namun kutegaskan lagi, kalau fokus kita "pahala" rasa-rasanya gak bakal rugi deh. Masak sih Allah, menelatarkan kita yang senantiasa gigih mengumpulkan pahala, dengan mencari ridho-Nya. Dengan cara beramal shaleh dan beribadah yang tulus. Ingat! "PAHALA" adalah tiket untuk masuk surga. Wallahu alam bissawab.
Wassalam,
SangPenging@T!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar