Adsense

Rabu, Maret 06, 2013

Waiting List

Gila! benar-benar gila. Itulah komentarku dalam hati selepas mengalami antrian beli karcis kereta api ke Semarang di stasiun KA Senen, hari Selasa, 5 Maret 2013. Aku serasa dihempaskan ke tanah, tatkala mendengar info dari mbak manis penjaga pesanan karcis KA di salah satu barisan loket pemesanan tiket KA. Apa sih yang dikatakannya?

Pak, harap semua kolom diisi nomor identitas KTP-nya, kalau yang  anak-anak cukup diisi tanggal lahirnya, katanya tanpa senyum. Hah, musti diisi semua? Toh itu mereka yang tiga orang itu bukan siapa-siapa. Mereka istri dan anak-anak saya. Apa tidak cukup nomor KTP saya saja, kataku. Tetap harus diisi semua, pak, katanya lagi sedikit ketus masih tanpa senyum. Maklum mungkin sudah sejak pagi tadi dia bertugas melayani para pengantri tiket yang semakin banyak. Sehingga bibirnya sudah malas diajak untuk tersenyum. Capek bro!

Setiap calon penumpang KA yang ingin memesan tiket harus mengisi secarik kertas "Pesanan Tiket KA" yang berukuran seperempat ukuran kertas Folio. Barisan kalimatnya kulihat bagai garis abu-abu berbaris-baris. Hurufnya kecil-kecil. Huhf! Mana lupa bawa kacamata lagi. Tertatih tatih aku mengisi kolom-kolom itu. Kolom nomor KTP aku kosongkan, sebab aku tak hafal nomor KTP istri dan anakku. Dan ternyata itu harus diisi. Ah, menyebalkan! Boleh jadi ini salah satu cara untuk memberantas per-calo-an tiket KA.

Mau minta tolong dibacakan barisan kalimat itu oleh mas-mas di depan antrianku. Gengsi. Takut ngrepotin, plus takut dibilang dasar kakek-kakek! Padahal diri ini ya memang sudah tua, hehehe...

Aturan baru ini, baru kutahu. Membuatku terkaget-kaget. Dari bibirnya yang tipis bergincu merah membara keluar kalimat, pak tanggal yang bapak pesan sudah penuh. Tiket sudah terjual habis. Padahal aku akan berangkat tiga minggu lagi.

Untung rencana kepergianku sekeluarga ke Semarang bukan untuk urusan bisnis yang tak bisa ditunda. Tetapi sekedar menengok adik  yang baru punya momongan baru plus ziarah ke makam kedua orangtua. Toh bisa kapan saja. Tetapi memang sih lebih nyaman rasanya tanggal itu (kamis, 28 Maret). Karena Jumatnya libur. Sabtu dan Minggu juga.

Rupanya libur yang tiga hari itu, dimanfaatkan oleh ribuan orang untuk mudik barangkali. Sehingga KA penuh. Padahal itu kelas ekonomi. Yang bisnis apalagi. Yang eksekutif, tak tahu aku. Karena aku memang tak ingin tahu, sebab tak sesuai dengan isi kantongku. Terlalu memaksakan.

Tanpa pikir panjang segera aku mengeloyor pergi dari loket itu. Aku batalkan kepergianku ke Semarang. Ditunda, entah sampai kapan. Segera ku-sms adikku, mengabarkan pembatalan itu. Bayangan makan tahu petis dan bandeng presto (makanan khas kota Semarang) ikut sirna dari benakku.

Sambil jalan ke parkiran motor, aku membayangkan daftar tunggu (waiting list) calon haji yang sampai empat, lima tahun ke depan. Ck, ck ck luar biasa. Ternyata penduduk dunia mulai meledak. Semakin banyak. Rasanya semakin sesak hidup di dunia. Buktinya kemacetan hampir di semua sudut jalan protokol, ketika jam sibuk berangkat dan pulang kerja. Wow!

Semua harus antri. Dan harus sabar menunggu antrian. Apalagi jika ingin makan di restoran laris manis, mau tak mau kita harus bersedia dimasukkan dalam daftar antrian. Tak peduli perut sudah menjerit.

Mau buang hajat di toilet umum jika sedang banyak peminatnya pun harus antri. Harus masuk dalam waiting list, meskipun penjaga wc tak pegang catatan.

Untunglah kita untuk shalat lima waktu di masjid, tidak harus masuk waiting list. Karena apa? peminatnya sedikit? Kutak tahu pasti jawabnya. Silahkan Anda jawab sendiri-sendirilah.

Padahal ketika kita malas shalat. Malaikat sudah pasti mencatat diri kita, masuk dalam "waiting list" penduduk Neraka. Wallahu alam bissawab.

Wassalam,
SangPenging@T!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar