Adsense

Selasa, Maret 12, 2013

Bukuku Korban Banjir

Aku masih sukar mengusir rasa sedih ini setiap kali menatap buku-buku Agama Islam, Manajemen, Pengembangan Pribadi, Graphic Design, dan Advertising yang rusak akibat terendam air dengan tiba-tiba. Banjir telah menghancurkan beberapa buku koleksi kesayanganku yang lupa aku selamatkan. Banjir datang tanpa diundang di pertengahan bulan Februari 2013

Paling tidak ada dua buku yang kulempar ke bak sampah. Tidak bisa kubaca lagi. Harganya seratus ribu lebih. Mungkin kalau sekarang harga buku sejenis itu bisa mencapai sekitar tiga ratus ribu.

Buku-buku korban banjir yang masih bisa diselamatkan, kertasnya sudah tak sempurna. Ada sekitar tiga puluhan buku dari berbagai disiplin ilmu yang babak belur akibat terendam air banjir.

Ya sudahlah tak perlu disesali, toh bencana ini sudah kehendak Tuhan. Atau bisa pula akibat ulah manusia yang semakin kurang ajar, menggunduli hutan di kawasan Puncak untuk dibangun villa. Dan ulah manusia yang sukanya mengurug lahan di tengah kota. Ketimbang menggunakan lahannya sebagai situ, untuk menadah air.

Para pengusaha tak sudi menjadikan tanahnya  sebagai danau. Jelaslah, mereka lebih suka tanahnya diurug dan dijadikan bangunan pertokoan atau pergudangan, yang punya nilai ekonomi yang tinggi.

Kembali ke nasib bukuku. Oh bukuku, bagaimana ini? Wheh disesali lagi. Katanya sudah tidak ingin disesali lagi. Memang sih tidak ingin disesali. Tapi hati ini kok rasanya nyesek, gelo. Menyesal kenapa tidak sempat menyelematkan buku-buku itu.

Ngomong-ngomong soal buku aku punya cerita perihal koleksi bukuku. Istriku paling benci kalau aku sering beli buku. Ketimbang beli beras, hehehe. Sehingga jika aku beli buku suka diam-diam. Sebab kalau sampai dia tahu, bisa repot.

Buku lagi, buku lagi. Bisa apa sih buku-buku itu ketika kita nggak punya uang? Itulah kalimat yang sering disemprotkannya pada diriku. Memang ini salahku, yang belum juga menerbitkan buku. Belum memanfaatkan semaksimal mungkin buku-buku yang sudah kubeli.

Dilihatnya seperti mubazir. Kenapa sih kok nggak beli emas saja? katanya lagi. Tapi tekadku tak surut, keyakinanku tinggi suatu saat nanti buku-buku itu akan "berbicara" bagi nasib hidup keluarga kita, sayangku.

Tapi yang kusuka dari istriku kini dia sudah semakin sadar betapa pentingnya buku, untuk memperkaya pengetahuan di dalam dirinya. Sudah kutemukan kiatnya supaya dia tidak marah ketika aku tiba-tiba membawa buku baru ke rumah. Yaitu dengan membawanya ke toko buku. Dan aku membeli buku baru di depan matanya. Beres!

Berulang kali kukatakan. Buku adalah "guru" yang tak pernah marah. Buku yang bermanfaat adalah guru yang senantiasa membimbing kita, kapan pun kita butuhkan. Mau jam 2 malam sekalipun, jika kita butuh informasi penting, tinggal buka buku yang kita punya.

Dan buku favoritku adalah Kitab Suci Al Qur'an. Tak terbantahkan, Quran menunjukkan jalan yang lurus. Al Qur'an bagaikan "peta" kehidupan. Tanpa "peta" kita akan tersesat dalam menempuh jalan kehidupan ini, kawan.

Di era internet sebetulnya tanpa buku kita tak usah mati kutu. Asal punya komputer yang terhubung dengan internet. Gampang, tinggal cari informasi di Google. Qur'an online pun dapat dengan mudah kita akses. Jadi tak ada alasan lagi untuk tidak membaca Qur'an setiap hari. Walau sekedar satu ayat.

Buku bukan untuk gengsi-gengsian. Membeli buku mahal, sayang jika hanya untuk dipajang di rak buku.  Atau untuk pamer bahwa kita mampu membeli buku berharga ratusan ribu. Tidak-tidak aku tidak ingin pamer dengan buku-buku itu.

Aku membeli buku karena aku ingin pintar, ingin serba tahu, ingin sih aku seperti kamus, atau ensiklopedi "berjalan". Ck, ck, ck Sehingga ketika bicara di depan umum, bisa "cas cis cus" alias tidak gagap pengetahuan.

Kawan, baca buku tambah ilmu. Yuuk, bangun perpustakaan pribadi di rumah kita masing-masing.

Wassalam,
SangPenging@T!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar