Kumaki-maki "usia muda" diriku. Ah, makian itu tak baik. Itu tanda tak pandai bersyukur. Kumarahi diriku. Ah, ngapain harus memarahi diri sendiri. Kasihan. Lagi pula ngapain sih kok segitu marahnya, kok segitu hebatnya kau memaki dirimu sendiri? Jawabannya, simpel. Aku menyesal telah melewatkan usia mudaku dengan sia-sia, tanpa prestasi! Itulah pangkal kemarahanku hari ini.
Kuiri dengan anak muda yang sudah punya prestasi. Ada penulis muda sudah meraih penghargaan sastra Khatulistiwa Literary Award. Ada perancang busana muda yang sudah melanglang buana. Ada pembalap muda. Ada pengusaha muda, yang sudah kaya raya. Ada daun muda, oh no bukan-bukan, ini konotasinya negatif.
Dan kini aku ingin mengambil senjata bazooka entah milik siapa, lalu aku arahkan moncong bazooka yang kupegang erat-erat dengan dendam kusumat, ke satu titik tembak yaitu "usia muda"ku!
Usia muda sudah kulewati jauh di belakang. Percuma saja kutembak, kuhancurkan. Karena usia mudaku, sudah hancur, sudah lewat, sudah musnah. Entah dimana, kutak tahu! Yang pasti yang ada sekarang tinggal kenangan. Kenangan pahit dan manis. Campur aduk. Tak sulit sih aku memisahkannya. Kadang kenangan pahit yang datang, kadang kenangan manis yang terhidang dalam memori otakku.
Usia muda. usia muda. Membuatku geleng-geleng kepala. Kasihan betul usia mudaku itu. Tidak maksimal aku manfaatkan. Akibatnya? Di usia tuaku, aku terombang-ambing pada gelombang kehidupan.
Aku masih bingung menentukan sikap, mau dibawa kemana usia tua-ku ini. "Mau disia-siakan lagi?!" suara pertanyaan itu menggelegar, bagai petir raksasa yang nyaris membakar pepohonan rindang di perkebunan tak bertuan.
Dulu ketika mau maju di usia muda. Aku masih malu-malu. Aku tak punya nyali. Aku merasa banci. Bangsat! teriakku, makian itu kutujukan kepada seseorang yang telah melecehkanku, meminggirkanku, bahkan meludahiku walau ludah itu tak menyentuh tubuhku. Tapi harga diriku terlanjur serasa dirobek-robek. Aku jadi mau muntah, melihat polahnya!
Suaraku, gerakan tanganku, langkah kakiku di usia muda. seakan terjerat oleh kata-kata, "Masih muda, belum saatnya!". Kini, suara itu aku cari lagi kemana suara itu lari. Suara yang membuat usia mudaku berlalu sia-sia. Suara yang membuatku takut bertindak. takut beraksi. takut berprestasi. Atau?
Dasar aku memang bodoh. Idiot. Tolol??? Sehingga kesempatan untuk berprestasi di usia muda, lewat begitu saja? Hahh!!? Jawab, ayo jawab! Apa memang kau totol, bodoh?
Ya, ya ya, mungkin saja begitu. Begitu bagaimana? yaitu. Yaitu bagaimana? Tolol, goblok idiot! itu maksudku. Kuteriakkan kata-kata itu kepada bayangan hitam menyeramkan yang selalu memojokkanku dengan pertanyaan yang membuat aku semakin terperosok dalam penyesalan. Menyesali telah menyia-nyiakan usia muda.
Sekarang, aku sudah setengah abad lebih. Aku tak ingin mengulangi lagi seperti masa muda yang telah berlalu. Menyia-nyiakan usia tuaku. Tidak! Di usia tuaku, aku harus fokuskan, kepada kehidupan akhirat. Tapi tidak melupakan dunia.
Aku tak ingin nanti memaki, memarahi diriku sendiri di dalam kuburan yang gelap. Lantaran tidak taat di usia setengah abad, kepada perintah Allah Swt.
Wassalam,
SangPenging@T!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar