Adsense

Sabtu, Agustus 10, 2013

Imam Taraweh

Ini betul-betul malam yang luar biasa indah rasanya. Kenapa luar biasa? Karena malam ini adalah malam pertamaku menjadi imam shalat Taraweh. Harinya Senin, 22 Juli 2013. Atau malam ke-14 Bulan Ramadhan 1434 Hijriyah. Suasana malam itu ketika aku keluar dari masjid hendak pulang, sekitar jam 23.00, bulan nyaris purnama sedang menyapa langit malam. Berada tepat di atas kepalaku, layaknya posisi matahari jam 12 siang. Menambah indahnya malam itu.

Setiap orang pasti punya pengalaman pertama. Dan biasanya pengalaman pertama itu mempunyai makna yang dalam bagi setiap orang yang mengalaminya. Hal itu bisa jadi sebuah kenangan yang sulit terlupakan. Contohnya! Cinta pertama, atau malam pertama pengantin baru, hehehe...

Malam ini, giliranku memberikan kultum di Masjid Darul Muttaqin. Pada "Jadwal Kultum" tercetak imamnya dalam tanda asterik adalah Sdr. Jupri. Untungnya malam itu Sdr Jupri berhalangan hadir, karena harus masuk kerja (dapat giliran malam). Mengapa untung?

Karena aku tak perlu izin dia, untuk menggesernya sebagai imam shalat Tarawih dan Witir. Sebab sudah kutekadkan bulat-bulat, bahwa malam ini aku akan (nekad) menjadi imam. Lho kok nekad? Sebab kapan lagi, pikirku. Aku akan membuat sejarah dalam hidupku, hatiku berteriak begitu. Tetapi bukan nekad ala Bonek seperti suporter Persebaya, hehehe...

Rasanya kurang nyaman kalau menyodor-nyodorkan diri ini untuk jadi imam. Agak pakewuh (kurang sopan). Tetapi kok kesempatan itu nggak datang-datang juga. Padahal hafalan surah-surahku sudah lumayan nih. Pejabat masjid yang berwenang sudah kusindir-sindir. Berikan dong pada yang muda untuk maju sebagai imam. Tetapi upaya itu bagaikan lemparan batu di samudera. Tak terdengar, atau lebih tepatnya tidak digubris.

Nah, mumpung pada jadwal, tertera namaku dalam kolom "penceramah/imam". Artinya penceramah merangkap imam. Aku harus menyambar kesempatan itu! Tanda asterik (*) tak kugubris. Harus disingkirkan!

Dari dulu (kurang lebih sejak enam tahun lalu) aku hanya berani menyampaikan kultum, dan untuk imam aku serahkan kepada Pak Juremi. Karena aku kurang PeDe (percaya diri), karena bacaan surahku waktu itu masih terbatas pada surah-surah yang pendek.

Tibalah saatnya yang kutunggu-tunggu tiba.

Bagi manusia normal, pengalaman pertama pasti memacu andrenalin lebih kencang. Begitu juga aku. Apalagi jantungku sudah divonis jantung koroner dan jantung bocor. Gawat! Malam itu jantungku berdebar kencang. Rasa menusuk di jantungku semakin terasa bagai pedang tajam. Obat pereda sakit jantung sudah kutaruh di bawah lidah.

Merasa kondisi jantungku yang rada mengkhawatirkan, aku berbisik kepada Ustadz Juremi yang duduk di sampingku, "Pak, nanti jika saya nggak kuat jadi imam, teruskan ya". Kulihat dia tidak meng-iya-kan permohonanku, tetapi beliau menyemangatiku. "Ayo, yakin bisa!"

Dengan ucapan "Bismillah", aku maju ke depan memberikan tausyiah (kultum). Setelah pembawa acara (mc) mempersilahkan waktu dan tempat kepadaku. Setelah berdiri dan menyampaikan doa pembuka kultum, debaran jantung berkurang, seterusnya aku jadi enak menyampaikan ceramah.

Setelah usai menyampaikan kultum, nah tibalah saatnya menjadi imam. Jantung kembali agak berdebar kencang dan seperti biasa ada rasa menusuk di jantungku. Tak kugubris rasa itu, tekadku semakin menguat bukannya mengendur.

Aneh, ketika takbir aku teriakkan lantang, tiba-tiba aku membayangkan seperti sedang menunggang motor balap ber-cc besar dengan balutan body logo REPSOL yang dinaiki dan dipacu kencang oleh Mark Marqueze. Pembalap muda di seri MotoGP. Dan di tahun ini 2013 adalah debut pertamanya di kelas 500cc. Langsung membabat pembalap senior seperti Dani Pedrosa, Lorenzo, dan Valentino Rossi.

Yess! Rakaat pertama berjalan lancar. Rakaat keempat (?) aku nyaris terpeleset di tikungan. Bacaan surahku nyaris lupa. Rakaat selanjutnya aku semakin asyik dan menikmati surah-surah Al Quran yang kubaca. Meski jantung ini belum seratus persen reda rasa menusuknya. Tapi tak kuhiraukan rasa itu.

Akhirnya selesai sebelas rakaat shalat Taraweh, lalu kulanjutkan tiga rakaat shalat Witir sebagai imam. Alhamdulillah, berjalan lancar. Kupanjatkan rasa syukurku bertalu-talu, di dalam hati. Menjadi imam di masjid dengan jumlah jamaah lebih dari lima ratus orang. Rasanya seperti seorang "pilot" yang sedang menerbangkan pesawat Boeing 747 atau Airbus 308. Luar biasa.

Yaa Rabb, berikan kekuatan kepadaku untuk tetap istiqamah di jalan yang Engkau ridhoi yaa Allah...

Wassalam,
SangPenging@T!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar