Adsense

Jumat, Mei 30, 2014

Bangkok, Pontianak dan Makanan Favoritku

Aku pernah merasakan hidup di negeri orang. Tahun 1974-1975 aku bersekolah di Sekolah Indonesia Bangkok, lokasi sekolahnya di dalam Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Thailand.

Ya, aku dan adik-adik juga Ibunda, semua ikut Bapak yang sedang bertugas sebagai dosen tamu di Mahidol University di Bangkok. Sebuah ibukota yang sibuk, nggak beda jauh dengan Jakarta.

Di Bangkok aku punya makanan favorit. Yang paling kusuka. Antara lain, namanya Somtam. Kalau di Jakarta atawa Bogor ya semacam Asinan Sayuran begitu. Cuma bedanya kalau Somtam, yang jadi bahan baku utamanya cacahan pepaya muda. Sementara kalau asinan bahan utamanya cacahan kubis. Lalu ada kacang tanah goreng, tomat. Plus campuran sayuran lainnya. Lupa aku. Pokoknya, wuihhh, segerrrr apalagi dimakannya siang hari. Biasanya aku beli di hari libur sore hari. Beli di pasar dekat rumah.

Dan ketika pulang sekolah sambil berjalan kaki, aku suka mampir di kedai kopi di dekat  rumah. Tentunya kalau duit bekal masih tersisa di kantong. Penjaga kedai itu seorang ibu tua. Aku biasanya main slonong boy. Alias langsung masuk kedai bangunan tua itu, tujuannya ke kulkas yang juga tua di bagian belakang. Aku langsung buka kulkas itu dan kucari RC Cola. Hmm kok bukan Coca Cola? Soalnya harganya RC Cola lebih murah. Lalu tambahannya tak lupa kusambar roti isi coklat atau kacang hijau. Hmm nikmat, minumannya di bungkus pakai plastik. Dan sambil melanjutkan perjalanan pulang ke rumah, aku sruput minuman es itu. Suegerrr tenan!!

Nah waktu tinggal di Pontianak, beda lagi makanan kesukaanku. Diantaranya bubur pedas (menurut berbagai sumber asal bubur ini dari kota sambas). Bubur (sambas) pedas ini rasanya baru sekali aku memakannya, langsung jatuh cinta. Dan bubur sambas itupun pemberian dari tetangga depan rumah. Aku cari info tentang bubur ini di internet ternyata bahan bakunya beras ditumbuk plus campuran sayur mayur ada pakis, kangkung serta diberi tetelan daging, dll. Ibuku rasanya tak pernah memasaknya. Lagi pula, dulu jarang ada warung makan yang menjualnya.

Nikmat jika disantap panas. Ya tepatnya hangatlah, sebab jika panas tentulah bikin bibir dan lidah melepuh.

Lalu ada soto Banjar di dekat rumah. Enak sekali rasanya. Ibu sering membelinya jika tak sempat memasak. Kadang aku yang disuruhnya untuk membeli soto itu sebagai lauk makan malam.

Ada lagi makanan unik khas Pontianak yang kusuka yaitu Pacri Nanas. Hmm segar nian masakan ini.

Waktu SD aku punya tongkrongan istimewa, yakni sate sapi. Lokasi penjual sate sapi ini di samping pintu masuk sekolah Tionghoa. Jika duit cukup untuk membelinya, pasti aku berangkat ke sana, naik sepeda mini, sepulang sekolah.

Asyiiik juga mengenang makanan favorit di suatu kota yang pernah kita tinggal di sana. Bangkok dan Pontianak.

Wassalam,
SangPenging@T

Selasa, Mei 27, 2014

Manusia Batu

Manusia bukan batu. Manusia punya hati dan akal pikiran. Dengan hati manusia mudah tersentuh. Dengan akal pikiran, manusia mengolah dunia. Para ustadz kerap menyampaikan ungkapan ini (aku suka ungkapan ini); "dengan ilmu hidup jadi mudah, dengan seni hidup jadi indah dan dengan agama hidup jadi terarah."

Tapi dalam kehidupan ini, ada lho manusia batu. Itulah manusia yang kaku dengan pola berpikirnya. Zaman sudah memasuki abad milenium, manusia kaku maka pola pikiran dan rasanya masih berada di masa silam. Maunya banyak, tetapi maunya seperti yang dulu. Kalau masalah musik sih nggak masalah. Musik kuno bukankah masih asyiik di telinga. Yang penting cocok di telinga dan hati kita. Betul?

Nah manusia batu adalah manusia yang enggan belajar. Merasa sudah cukup ilmunya. Merasa sudah mampu. Padahal yang sebetulnya ilmu yang dikuasainya masih jauuh dari memadai. Kemampuannya? Apalagi. Hmm, masih cetek.

Ketahuilah kawan, ilmu Al Qur'an itu amat luas. Kalau kita gali, sampai kita mati boleh jadi masih tersisa banyak hal yang belum kita pahami. Tetapi kita jangan pesimis. Belajar terus dan terus belajar. Bisa lewat internet jika tidak sempat menemui guru yang mumpuni.

Aku beberapa hari ini asyik menikmati ceramah agama Islam tentang mukjizat Al Qur'an. Penceramahnya ustadz muda dari Pakistan yang bermukim di Texas, Amerika. Namanya Nouman Ali Khan. Nikmat betul mendengar ceramahnya. Bahasa Inggrisnya mudah dipahami, ilmunya tentang Agama Islam, amat luas. Nggak percaya? coba deh Anda simak ceramahnya di  http://youtu.be/qNcORYy5FFA atau yang ini; http://youtu.be/aRHxyQPJQuw

Terus terang aku nggak mau dijuluki manusia batu. Aku ingin terus mendalami ilmu Agama Islam. Agar semakin terasah dan peka hati sanubariku menerima kebenaran Islam, Al Qur'an. Serta semakin percaya dan yakin bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan di alam semesta ini yang harus disembah dan ditaati perintah-Nya.

Manusia batu adalah manusia yang tak mempercayai itu semua. Why, you don't believe that Allah is God. The one and only?... No other God, except Allah SWT. Mengapa Anda masih terpaku dengan kepercayaan lama orangtua Anda. Jadilah pemuda kritis seperti (Nabi) Ibrahim muda.

Wassalam,
SangPenging@T!

Rabu, Mei 21, 2014

25, Harus Dibaca Dari Kanan

Angka dua puluh lima adalah disebut juga seperempat abad. Bagi usia manusia itu masa pancaroba. Masa peralihan dari remaja memasuki usia dewasa. Itu adalah masa yang lampau bagiku. Dan hari ini, sekarang, 21 Mei 2014, adalah kebalikan dari angka itu adalah usiaku.

Sebuah pencapaian yang tidak ringan dan mudah. Aku bukan lagi remaja berusia dua puluh lima, melainkan pria dewasa berumur lima puluh dua. Wow!! keren. Eh, apanya yang keren? Hehehehe, iya ya.

Di usia yang setengah abad lebih dua tahun ini, aku patut memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena aku bisa mencapainya, walau jantung merongrong. Ya aku penderita jantung koroner. Aku sudah harus menjalani bypass. Tapi aku belum berani dan belum mau. Terus terang masih belum siap mati.

Operasi bypass jantung hasilnya tetap fifty-fifty, kata dokter. Artinya habis operasi bisa sehat dan hidup lama, atau sebaliknya. Tetapi aku yakin seyakin-yakinnya, urusan mati adalah takdir Ilahi. Mau operasi atau tidak kalau sudah jatahnya habis, ya habis. Allah tidak akan memundurkan atau memajukan walau sedetik umur manusia. Dan manusia siapa pun tidak ada yang mampu menolak kehadiran malaikatul maut.

Di usiaku sekarang ini, aku sangat bersyukur sekali kepada Allah. Karena Allah telah mengirimkan kepadaku dua "bidadari" cantik yang ikhlas mewujudkan impianku untuk datang ke Baitullah. Semoga Allah membalas dengan balasan yang setimpal, atas kebaikan adik bungsuku dan istriku tercinta.

Di usiaku yang sekarang ini pula, aku patut mengucapkan terima kasih atas perhatian adik-adikku kepadaku. Sementara aku boleh dibilang belum bisa full memperhatikan mereka. I'm sorry my brother n sister.

Aku akui aku belum maksimal berjuang, masih setengah-setengah. Oleh karena itu, hasilnya aku masih jadi manusia setengah sukses. Lebih tepatnya belum sukses. Kegagalan masih mendominasi separuh perjalanan hidupku.

Aku ingin terbuka. Aku ingin membangun jaringan. Aku ingin memperluas silaturahmi. Aku ingin jadi "SangPenging@T". Nah itulah sejumlah keinginan yang ingin kuwujudkan. Keinginan yang besar itu, bukan tak ada halangan. Wuih, banyak betul halangan dan rintangannya. Diantaranya aku harus merobohkan tembok kesombongan, keangkuhan, ketidakberdayaan, rasa minder, rasa rendah diri. Dan melawan orang-orang yang ingin melihatku terpuruk, tersungkur, tersingkirkan dan sangat tidak ingin melihatku melangkah maju sebagai "Sang Pengin@T" di muka bumi ini.

Yeach!!! begitulah hidup ada yang suka dan tidak. Nabi Muhammad (SAW) saja yang sudah jelas orang berakhlak mulia, tetap saja masih ada orang yang membecinya. Apalagi aku, yang bukan nabi, bukan siapa-siapa.

Yaa Rabb, jika Engkau meridhoi langkahku, help me please, berilah kekuatan kepadaku untuk mewujudkan cita-citaku di sisa usiaku ini.

Wassalam,
SangPenging@T!

Sabtu, Mei 17, 2014

Suasana Hati

Suasana hatiku mudah terbolak balik. Hari ini seneng banget, besok bencinya setengah mati. Hari ini happy, besok I'm feel so sad. Wow, begitulah suasana hati. Pegangan yang pasti ketika hati seperti itu ya mintalah tolong kepada Allah. Yes betul itu. Itu kunci jitunya. Shalat yang bener, sedekah dibanyakin. Insya Allah minggir suasana hati yang sedang gonjang-ganjing.

Ya, itu pasti! Tidak ada yang membantah (saran seperti tersebut di atas) sebagai kunci jawaban jitu untuk hati yang sedang dilanda gelisah. Tetapi tetap saja hatiku masih gelisah. Ya berarti kurang fokus tuh. Kurang khusuk ibadahnya. Iya betul, aku tahu itu. Tetapi tetap saja suasana hati ini rada gimana gitu. Ah, pasti ada yang ngrasani aku nih. Yes itu bisa jadi betul.

Tetapi yang pasti aku harus introspeksi diri atas suasana hatiku ini. Oke, kalau begitu, apakah ini ada kaitannya dengan orang lain? Iya ya. Ternyata betul, perasaan orang lain (entah itu saudara, atau bukan) tetapi itu berhubungan dengan hatiku. Pasti terasa di hati ini. Whweh jatuh cinta lagi nih? No no no....

Hmm... maksudku itu berkaitan dengan masalah uang (lebih spesifik lagi utang, hehehe...), atau janji-janji atau apalah. Atau bisa juga itu menyangkut perilakuku atau tutur kataku yang tak mengenakkan hatinya. Sehingga hatinya merasa sakit, dan sakitnya itu berbuah sebilah belati. Dan belati itu dikirimnya dari jauh, lalu aku merasa seperti ditusuknya.

Ternyata hablum min Allah (hubungan dengan Allah) bagus, tetapi hablum minan nas (hubungan dengan sesama manusia) jelek, maka itu bisa mempengaruhi suasana hati ini. Oh iya, mungkin itulah yang membuat suasana hatiku tetap gundah dan gelisah. Kalau begitu, maafkan aku teman, jika ada tutur kata, perilakuku yang membuat suasana hatimu tak nyaman. I'm only a human, bro!

Mudah-mudahan aku masih punya kesempatan dan waktu untuk tetap menjalin silaturahmi, sebelum nafasku sirna oleh takdir Ilahi.

Wassalam,
SangPenging@T

Senin, Mei 12, 2014

Bukuku

Menurutku bagus bukuku. Tapi menurut penerbit itu, judulnya masih hambar. Terlalu segmented. Tulisannya sih menarik, topiknya Ok. Baru pertama ada yang mengulasnya tentang topik ini. Tapi kenapa ditolak? tanyaku penasaran.

Ya itu tadi di samping alasan-alasan itu, yang terakhir kita belum berjodoh. Manager Produksi penerbitan itu, agak tak nyaman mengungkapkan alasan terakhir menolak menerbitkan bukuku.

Kini dummy (contoh cetakan jadi) buku itu ada di kamarku. Kupandangi terus. Ada sedikit rasa putus asa terbit di hati ini. Kubolak balik halamannya. Ah, tak terlalu jelek kok, kata hatiku. Kubaca berulang-kali judulnya. Hmmm memang membingungkan. Apalagi masyarakat awam.

Setelah mencorat coret berbagai judul. Ada satu judul yang eye catching. Apa judulnya? Ini masih kurahasiakan, biar pembaca penasaran. Sebab rasanya tak enak, jika sudah digembar-gemborkan di sini. Kalau akhirnya ditolak lagi.

Format buku juga harus kukecilkan. Tidak seperti sekarang, seukuran majalah. Tetapi kujadikan seukuran buku saku pada umumnya yang dijual di toko buku.

Yang pasti do'aku untuk bukuku ini, "Ya Rabb, jika buku ini Engkau ridhoi untuk diterbitkan, maka mudahkanlah bagiku jalan untuk menerbitkannya..."


Wasaalam,
SangPenging@T

Sabtu, Mei 10, 2014

Ditampar

Ditampar, sungguh sakit. Apalagi berulang kali, bak adegan di sinetron. Itulah adegan yang memuakkan menurutku. Terlihat yang menampar, merasa puas, merasa kuasa, merasa hebat. Yang ditampar, langsung tertunduk sambil memegang pipi yang bekas ditampar. Merasa terhina, dihinakan. Dan tertindas!

Adegan menampar, itu bikin miris hati yang menonton. Hati manusia menyaksikan adegan itu, seperti dihadapkan pada dua pilihan, membela yang tertindas atau menyukai sikap yang berkuasa. Itu terserah pembaca sajalah.

Aku baru saja meng-klik tulisan (postingan) lama ku di blogspotku ini. Terasa betul ketika membaca tulisan yang pernah kutulis, aku seperti ditampar berulangkali. Sakit bro!

Mengapa seperti itu? Sebab apa yang kutulis beberapa tahun atau pun berapa bulan yang lalu, kok belum juga aku kerjakan. Saran-saran ditulisan itu, seperti ditujukan buat orang lain. Tapi hei, sadar bro! sesungguhnya tulisan-tulisan itu ya untuk penulis jugalah. Lakukan dong sarannya sendiri!

Ternyata betul, apa kata orang. Ngomong itu gampang, nulis itu tinggal wes ewes! Tapi bagaimana pelaksanaannya. Itu persoalannya.

Let's do it, what you write! What you say! bro

Wassalam,
SangPenging@T

Rabu, Mei 07, 2014

Katak Dalam Tempurung

Anak sulungku pulang sambil membawa kaos Jogist, yang baru dibelinya di suatu Pameran kreatif anak muda (kalau aku tidak salah). Dia pamerkan ke ibunya, kaos itu. Dan aku baru tahu dari istriku tentang kaos itu.

Kaos Jogist sekategori dengan kaos bikinan Dagadu. Ternyata kaos bersablon kata-kata dan gambar kartun yang kreatif tak hanya monopoli buatan Joger dari Bali atau Dagadu.

Melihat kaos Jogist. Aku terpana. Mimpiku meluncurkan kaos kata-kata bikinan dhewek, rasanya seperti dihempaskan di batu karang pantai Parangtritis. wheh,wehh... bahasanya puitis banget!

Sadarlah aku kini, aku bagai katak dalam tempurung. Sering menakar diri terlampau besar, padahal kecil. Menganggap bisa mengerjakan sendiri, eh nggak tahunya perlu bantuan orang lain. Merasa kalo bikin desain kaos rasanya bagus banget, eh nggak tahunya jelek banget, nggak punya nilai jual. No artistict

Kenapa begini. Optimisku terasa overdosis, sehingga mungkin saja telah membuat muak orang normal, apalagi orang yang pesimis. Ah, masak sih. Iya lah, pasti bikin eneg. Oh ya? Masak setiap ketemu orang, orang disuruh mendengerkan ocehan mimpiku. Siapa orangnya yang tidak akan bosan mendengar cerita mimpi-mimpiku.

Dan aku yang masih terus merajut mimpi, yang entah sampai kapan dapat mewujudkannya. Yang pasti berkejaran dengan umur, bro!

Semoga saja masih ada waktu untuk menuai mimpi.

Wassalam,
SangPenging@T