Satu lagi murid SMA gugur dalam medan "Pertawuran". Istilah "pertawuran" adalah kependekan dari perkelahian dalam tawuran. Kemarin Senin siang, 24 September 2012, Alawy Yusianto Putra (15), siswa Kelas X SMAN 6 Jakarta, meregang nyawa. Dia menjadi korban tewas
dalam penyerangan atas pelajar SMAN 6 oleh gerombolan anak SMAN 70 di Bulungan, Jakarta Selatan.
Konon dia bersama dua orang temannya sedang berjalan beriringan tiba-tiba ada segerombolan anak-anak SMAN 70 sekitar 30-an anak dengan memegang senjata tajam datang menyerang tiba-tiba. Alawy lari kencang menghindari serangan. Tetapi dia tak kuat berlari. Musuh lebih kuat. Chiiat! Zzeep! Clurit tajam menancap di dada kirinya. Melihat ada seorang yang terkapar, para penyerang lari terbirit-birit.
Aaaacch! Alawy mengaduh, terkulai lemas darah mengucur deras. Dua temannya tadi terluka. Sayang nyawa Alawy tak tertolong dia menghembuskan nafasnya yang terakhir di RS Muhammadiyah, Jakarta Selatan. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun.
Orangtua mana yang tak tersayat-sayat hatinya melihat anak kesayangannya tewas gara-gara tawuran. Aku pun ikut merasa sedih yang mendalam. Prihatin dengan perilaku anak-anak remaja yang "hobi"-nya tawuran.
Apakah bisa dikatakan tawuran sebagai hobi? Terus terang aku belum menemukan kata yang pas untuk menyebut anak-anak remaja (SMA) yang menyukai tawuran. Nyatanya jika sudah lama tidak ada tawuran. Bukannya tawurannya hilang. Tetapi mereka yang suka (hobi) tawuran sedang menyusun stratergi (cari gara-gara) agar bisa menyulut tawuran.
Aku yakin bahwa mereka yang menusuk pasti menyesal. Tetapi nasi sudah menjadi bubur. Setiap tindakan kriminal ada hukumannya. Apakah bisa dikategorikan sebagai pembunuhan berencana? Karena senjata tajam yang dipakai buat tawuran, sudah disiapkan dari rumah. Mereka berangkat ke sekolah tidak hanya membawa buku pelajaran di dalam tasnya. Ada terselip senjata tajam di antara buku-buku di dalam tas sekolahnya. Penggaris yang dilancipkan ujungnya, rantai motor, bahkan pisau tajam dan clurit. Masya Allah.
Mereka berangkat ke sekolah dengan niat ingin belajar sudah itu lalu tawuran! Hancurkan musuh. Kalau perlu bunuh! Ck.. ck.. ck... Budaya kekerasan dipertontonkan, diajarkan lewat film, sinetron laga dan games(perang-perangan). Dampaknya? para remaja tersulut semangatnya. Terutama semangat tawuran!
Orangtua mana yang tidak gemas hatinya, malu bahkan hancur! ketika menyadari bahwa anak kandungnya dicap sebagai PEMBUNUH? Sepertinya dunia berhenti berputar, seakan semua tetangga kompak meneriakkan "Dasar, orangtua tak bisa mendidik anak!". Ibunda pasti meratap, bersimpuh di atas sajadah dengan air mata berurai, dia bertanya sekaligus mengadu kepada Ilahi, "Dosa apa kiranya yang aku perbuat, sehingga perilaku anakku seperti itu, Yaa Rabb?"
Aku dulu juga pernah jadi anak SMA di Jakarta, lulus 1981. Untung aku tidak bersekolah di SMA yang tergolong kerap terlibat tawuran. Beberapa kali sih, aku sempat dibuat cemas, mendengar isu akan diserang anak-anak SMA lain, sewaktu aku dan teman-teman pulang sekolah. Dan semasa sekolah dulu aku beberapa kali pernah melihat tawuran, terlibat belum dan aku memang tidak ingin melibatkan diri. Ngeri! Dan tak punya nyali.
Aku kadang merenung. Bertanya dalam hati, kok bisa ya mereka sesadis itu? Mereka mengejar seorang musuh (seorang remaja) bagai mengejar seekor tikus. Yang ada dalam benak mereka "Tangkap! Hajar dia. Habisi!". Sebaris kalimat setan, yang dihembuskan ke telinga-telinga yang terlibat tawuran. Apalagi kalau mereka yang terlibat tawuran sudah menelan pil setan (narkoba). Perilakunya sudah simetris dengan perilaku setan.
Apakah akibat dari pengaruh pil setan? Sikap mengasih sayangi sesama pelajar tersingkirkan. Sifat kemanusiaan yang penuh belas kasih, tercampakkan. Yang berkecamuk di dalam dadanya, adalah singkirkan lawan, nomor satukan ego (diri dan kelompok). Nasihat orangtua, guru dan kepala sekolah tak digubris. Apalagi nasihat ustadz! Ngomongin soal surga dan neraka kepada mereka. Dianggap angin!
Wahai remaja, sadarilah! Jangan sia-siakan masa mudamu. Setan paling suka menggoda anak muda. Kalau kalian sudah terjerumus, setan bertepuk dada. Tidakkah kalian kasihan kepada ibu dan ayah yang telah membesarkanmu, membiayai keperluan sekolahmu. Jangan kalian sia-siakan harapan ibunda dan ayahanda, yang senantiasa berdoa agar kalian menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah.
Wassalam,
SangPenging@T!
Adsense
Selasa, September 25, 2012
Jumat, September 21, 2012
Menang vs Kalah
Jokowi-Basuki akhirnya memenangi Pilkada Cagub-Wagub periode 2012-2017. Kemarin, kamis 20 September 2012, dalam penghitungan Quick Count Jokowi-Basuki unggul atas Foke-Nara. Menurut hitung cepat versi Litbang Kompas, Jokowi-Basuki unggul dengan total suara 53,26 persen, sedangkan Foke-Nara mengantongi 46,74 persen dari total suara sah. Versi resmi KPU diumumkan nanti tanggal 3 Oktober 2012.
Pak Fauzi bersikap jantan. Dia memberikan ucapan selamat kepada mas Jokowi. Yah, begitulah namanya pertandingan. Ada yang menang, ada yang kalah. Yang menang pasti senang. Yang kalah pasti senep (eneg).
Apa mau dikata? Berani bertanding, berarti harus siap menang dan siap juga untuk kalah. Tetapi kerapkali kita suka nggak siap menghadapi yang namanya "Kekalahan". Ujung-ujungnya sibuk mencari kambing hitam, apa dan siapa yang menyebabkan kekalahan. Padahal siapa tahu biangkerok kekalahan ada pada dirinya sendiri.
Sesungguhnya menang-kalah itu ada dalam setiap "pertandingan hidup" di dunia ini. Dan hasilnya (kita menang atau kalah) baru bisa dilihat nanti di akhirat. Jauh amat? Ya, kelihatan jauh, padahal dekat. Mengapa begitu? Sebab kita tidak tahu kapan kiamat. Dan berapa lama lagi kita akan masuk liang kubur.
Hidup di dunia ini cepat rasanya. Coba anda ingat-ingat masa sekolah di TK dulu. Masih ingat? Hmm... rasanya seperti baru kemarin kita lulus dari TK. Eh, nggak tahunya sekarang sudah berusia kepala lima. (ini buat yang baca tulisan ini, yang kebetulan sudah berumur lima puluh tahun. Sama dong dengan yang nulis blog ini). Rasanya setengah abad hidup di dunia itu seperti baru hidup kemarin saja. Betul? Kalau anda jawab ndak betul, ini berarti sangkaan saya saja yang salah. Nggak usah dipermasalahkan.
Mengapa menang-kalahnya dalam pertandingan hidup ini, baru bisa dilihat nanti di akhirat? Ya, iyalah. Segala kekayaan, popularitas, jabatan dan apapun yang berbau dunia itu tidak ada artinya sama sekali jika anda nanti di akhirat dicemplungkan ke dalam neraka!
Dan orang-orang yang menang dalam pertandingan hidup di dunia ini adalah mereka yang berhasil masuk surga. Titik! Artinya dia mampu mengalah bujuk rayuan setan, iblis, tuyul dan sebangsanya. Apa bujukan mereka? Banyak! Kita disuruh korupsi, memaki-maki, tidak bersyukur, tidak amanah, berjudi, mabuk-mabukan dan banyak lagi perbuatan dosa yang lainnya. Tujuannya apa? supaya BISA MASUK NERAKA bersama-sama mereka. Hii, serem! Nauzubillah...
Apakah hakikatnya "pertandingan hidup" di dunia itu? Banyak. Diantaranya, pertandingan meraih pendidikan sampai jenjang yang tertinggi. Pertandingan mendirikan bisnis kecil-kecilan dan juga yang besar-besaran. Pertandingan membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah warrahmah. Pertandingan membesarkan anak, agar tumbuh menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah. Dan masih banyak lagi "pertandingan hidup" yang lainnya.
Oleh karena itu waspadailah godaan musuh manusia itu. Bisa dari golongan manusia dan golongan jin. Golongan manusia jadi musuh kita? Iya, terutama saingan kita. Dia akan mati-matian membuat kita mati kutu tak berkutik. Agar supaya dia yang sukses, kita yang gagal. Jangan menyerah kawan! Pokok e ati-ati.
Temukan kiat sukses memenangkan pertandingan hidup ini. Caranya? Hadiri majelis taklim, baca buku-buku agama Islam. Dekati orang-orang "yang tak terbuai" lagi oleh kenikmatan semu duniawi.
Wassalam,
SangPenging@T
Pak Fauzi bersikap jantan. Dia memberikan ucapan selamat kepada mas Jokowi. Yah, begitulah namanya pertandingan. Ada yang menang, ada yang kalah. Yang menang pasti senang. Yang kalah pasti senep (eneg).
Apa mau dikata? Berani bertanding, berarti harus siap menang dan siap juga untuk kalah. Tetapi kerapkali kita suka nggak siap menghadapi yang namanya "Kekalahan". Ujung-ujungnya sibuk mencari kambing hitam, apa dan siapa yang menyebabkan kekalahan. Padahal siapa tahu biangkerok kekalahan ada pada dirinya sendiri.
Sesungguhnya menang-kalah itu ada dalam setiap "pertandingan hidup" di dunia ini. Dan hasilnya (kita menang atau kalah) baru bisa dilihat nanti di akhirat. Jauh amat? Ya, kelihatan jauh, padahal dekat. Mengapa begitu? Sebab kita tidak tahu kapan kiamat. Dan berapa lama lagi kita akan masuk liang kubur.
Hidup di dunia ini cepat rasanya. Coba anda ingat-ingat masa sekolah di TK dulu. Masih ingat? Hmm... rasanya seperti baru kemarin kita lulus dari TK. Eh, nggak tahunya sekarang sudah berusia kepala lima. (ini buat yang baca tulisan ini, yang kebetulan sudah berumur lima puluh tahun. Sama dong dengan yang nulis blog ini). Rasanya setengah abad hidup di dunia itu seperti baru hidup kemarin saja. Betul? Kalau anda jawab ndak betul, ini berarti sangkaan saya saja yang salah. Nggak usah dipermasalahkan.
Mengapa menang-kalahnya dalam pertandingan hidup ini, baru bisa dilihat nanti di akhirat? Ya, iyalah. Segala kekayaan, popularitas, jabatan dan apapun yang berbau dunia itu tidak ada artinya sama sekali jika anda nanti di akhirat dicemplungkan ke dalam neraka!
Dan orang-orang yang menang dalam pertandingan hidup di dunia ini adalah mereka yang berhasil masuk surga. Titik! Artinya dia mampu mengalah bujuk rayuan setan, iblis, tuyul dan sebangsanya. Apa bujukan mereka? Banyak! Kita disuruh korupsi, memaki-maki, tidak bersyukur, tidak amanah, berjudi, mabuk-mabukan dan banyak lagi perbuatan dosa yang lainnya. Tujuannya apa? supaya BISA MASUK NERAKA bersama-sama mereka. Hii, serem! Nauzubillah...
Apakah hakikatnya "pertandingan hidup" di dunia itu? Banyak. Diantaranya, pertandingan meraih pendidikan sampai jenjang yang tertinggi. Pertandingan mendirikan bisnis kecil-kecilan dan juga yang besar-besaran. Pertandingan membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah warrahmah. Pertandingan membesarkan anak, agar tumbuh menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah. Dan masih banyak lagi "pertandingan hidup" yang lainnya.
Oleh karena itu waspadailah godaan musuh manusia itu. Bisa dari golongan manusia dan golongan jin. Golongan manusia jadi musuh kita? Iya, terutama saingan kita. Dia akan mati-matian membuat kita mati kutu tak berkutik. Agar supaya dia yang sukses, kita yang gagal. Jangan menyerah kawan! Pokok e ati-ati.
Temukan kiat sukses memenangkan pertandingan hidup ini. Caranya? Hadiri majelis taklim, baca buku-buku agama Islam. Dekati orang-orang "yang tak terbuai" lagi oleh kenikmatan semu duniawi.
Wassalam,
SangPenging@T
Selasa, September 18, 2012
Nggak Beda Jauh
Kadang aku merenung. Dan bercakap dalam hatiku. Kok sikapnya begitu ya? Menjengkelkan. Meremukkan hatiku. Apakah dia pikir sikapnya, wajar. Masak? Apakah jangan-jangan aku sebagai bapaknya yang bersikap menjengkelkan? Oh ya? Apa perlu diajak "duel"? Wah jangan! nanti KDRT? Lagipula bakal kalah aku melawannya. Badanku sudah renta begini, sementara dia masih segar bugar, bagai otot kawat tulang besi!
Kadang aku merenung. Dulu orang-orang tua di zaman angkatan tahun 1945, anaknya beruntun. Anaknya bisa, lima, enam bahkan duabelas. Enjoy aja tuh! Iya ya...jawabku dalam hati. Orang dulu punya prinsip, banyak anak banyak rezeki. Sehingga masalah dirasakan bukan masalah. Tetapi orang sekarang beranggapan banyak anak banyak masalah. (Ah, jangan-jangan ini perasaanku saja...?)
Terus terang saya dan istri, kadang merasa kehabisan kesabaran, menghadapi anak-anak. Ulahnya macam-macam. Maklum ABG (anak baru gede). Lalu kami merenung. Apakah jangan-jangan orangtua kita dulu juga begini ya? Menghadapi ulah kita sewaktu usia remaja (puber) dulu. Bikin susah, bikin jengkel. Bikin orangtua mau muntah!
Kalau sudah begitu, akhirnya kami memutuskan harus sabar menghadapi mereka. Jangan pakai kebijakan tangan besi. Tetapi pakai kebijakan, "engkau begitu, aku dulu begitu... nggak beda jauh. Maksudnya dulu kita juga tak ingin diperlakukan dengan kebijakan tangan besi, bukan?
Ternyata menghadapi anak dalam usia remaja (puber) itu butuh kesabaran tingkat tinggi. Dibiarkan, semakin liar. Dikasarin, semakin dhableg (berani). Didiamkan? Nah ini sepertinya ampuh memakai tehnik ini. Aku coba diamkan barang sehari dua hari. Ternyata sikapnya berubah. Kalau sudah cair, baru aku ngomong kepada mereka.
"Wahai anakku, kamu sudah besar, bukan anak-anak lagi... mbok yao perilakumu itu ditata. Etika bicara sama orangtua itu, jangan kasar! Itu tidak baik."
Sehari dua hari, berubah sikapnya. Terlihat lebih santun. Beberapa hari kemudian, wow biasa lagi. Yah, sudahlah ternyata memang begitu yang namanya remaja bersikap. Kalau sudah begini, kembali aku merenung. Dan berdoa "Maafkan aku Ibu, maafkan aku Ayah atas sikapku waktu remaja dulu..."
"Yaa Rabb, semoga Engkau masukkan Almarhumah Ibunda dan Almarhum Ayahanda kedalam golongan orang-orang yang menghuni surga-Mu..."
"Ampunilah dosa-dosa mereka dan ampuni pula dosa-dosa kami (anaknya...) Terimalah segala amal ibadah mereka, terimalah amal ibadah kami. Jauhkan mereka dari siksa kubur dan siksa api neraka, demikian juga kami. Lapangkanlah kuburnya, yaa..Rabb... Engkau Maha Pengasih, Engkau Maha Penyayang...Kasih Sayangilah mereka, sebagaimana mereka telah menyayangi kami sejak dari buaian. Kabulkanlah doa kami yaa Rabb, Aamiin...yaa robbal alamin..."
Wassalam,
SangPenging@T!
Kadang aku merenung. Dulu orang-orang tua di zaman angkatan tahun 1945, anaknya beruntun. Anaknya bisa, lima, enam bahkan duabelas. Enjoy aja tuh! Iya ya...jawabku dalam hati. Orang dulu punya prinsip, banyak anak banyak rezeki. Sehingga masalah dirasakan bukan masalah. Tetapi orang sekarang beranggapan banyak anak banyak masalah. (Ah, jangan-jangan ini perasaanku saja...?)
Terus terang saya dan istri, kadang merasa kehabisan kesabaran, menghadapi anak-anak. Ulahnya macam-macam. Maklum ABG (anak baru gede). Lalu kami merenung. Apakah jangan-jangan orangtua kita dulu juga begini ya? Menghadapi ulah kita sewaktu usia remaja (puber) dulu. Bikin susah, bikin jengkel. Bikin orangtua mau muntah!
Kalau sudah begitu, akhirnya kami memutuskan harus sabar menghadapi mereka. Jangan pakai kebijakan tangan besi. Tetapi pakai kebijakan, "engkau begitu, aku dulu begitu... nggak beda jauh. Maksudnya dulu kita juga tak ingin diperlakukan dengan kebijakan tangan besi, bukan?
Ternyata menghadapi anak dalam usia remaja (puber) itu butuh kesabaran tingkat tinggi. Dibiarkan, semakin liar. Dikasarin, semakin dhableg (berani). Didiamkan? Nah ini sepertinya ampuh memakai tehnik ini. Aku coba diamkan barang sehari dua hari. Ternyata sikapnya berubah. Kalau sudah cair, baru aku ngomong kepada mereka.
"Wahai anakku, kamu sudah besar, bukan anak-anak lagi... mbok yao perilakumu itu ditata. Etika bicara sama orangtua itu, jangan kasar! Itu tidak baik."
Sehari dua hari, berubah sikapnya. Terlihat lebih santun. Beberapa hari kemudian, wow biasa lagi. Yah, sudahlah ternyata memang begitu yang namanya remaja bersikap. Kalau sudah begini, kembali aku merenung. Dan berdoa "Maafkan aku Ibu, maafkan aku Ayah atas sikapku waktu remaja dulu..."
"Yaa Rabb, semoga Engkau masukkan Almarhumah Ibunda dan Almarhum Ayahanda kedalam golongan orang-orang yang menghuni surga-Mu..."
"Ampunilah dosa-dosa mereka dan ampuni pula dosa-dosa kami (anaknya...) Terimalah segala amal ibadah mereka, terimalah amal ibadah kami. Jauhkan mereka dari siksa kubur dan siksa api neraka, demikian juga kami. Lapangkanlah kuburnya, yaa..Rabb... Engkau Maha Pengasih, Engkau Maha Penyayang...Kasih Sayangilah mereka, sebagaimana mereka telah menyayangi kami sejak dari buaian. Kabulkanlah doa kami yaa Rabb, Aamiin...yaa robbal alamin..."
Wassalam,
SangPenging@T!
Kamis, September 13, 2012
Gratis!
Siapa sih yang nggak suka dengan sesuatu yang "Gratis"? Saya rasa hampir sebagian besar konsumen suka dengan yang gratis. Asalkan barangnya berharga dan bermanfaat, apalagi yang beraroma gratis, pasti disambar.
Namun ada orang yang alergi dengan yang berbau "gratis". "Nggak gue banget gitu loh!" itu komentar mereka yang ogah dengan yang serba gratis. Maklum, gengsi. Takut dibilang nggak mampu beli. Ogah dibilang kemaruk. Hehehehe...
Sekarang baru ke inti tema tulisan ini. Coba Anda amati, dari berbagai macam perintah ibadah. Rasa-rasanya, cuma ibadah SHALAT yang "Gratis!" Lho Kok?
Coba lihat; Mau puasa? paling tidak harus punya uang buat beli makan sahur dan berbuka. Mau zakat? harus ada duitlah. Apa ada zakat yang tidak mengeluarkan duit. Zakat fitrah, pakai beras. Nah berasnya dibeli pakai apa? Duit. Mau pergi haji? apalagi, wow perlu jutaan rupiah!
Nah shalat? Begitu dengar adzan, tinggal ambil air wudhu, lalu shalat. Ah, tapi ya perlu-lah duit. Buat beli sarung, peci dan ngisi kotak amal? Oh iya betul itu. Tetapi membelinya, khan, tidak setiap kali kita mau shalat. Dan mengisi kotak amal pun kalau punya duit lebih. Dan nggak lagi pelit! Jadi tidak setiap shalat harus mengisi kotak amal, khan?
Hmmm.... tapi ingat. Sedekah itu menyangkut keimanan kita. Coba rasakan, ketika iman ini sedang bagus-bagusnya (dalam arti sedang dinaungi kasih sayang Allah). Maunya sedekah terus. Nggak sayang tuh mengeluarkan duit untuk sedekah. Sehari tanpa sedekah, rasanya gimana gitu loh (merasa rugi!). Tapi tatkala iman lagi lemah (breakdown!), menyodorkan uang seribu perak, beratnya bukan main.
Begitu halnya dengan shalat, walau relatif shalat itu GRATIS, kok masih saja ada yang enggan shalat ya? bisa jadi iman orang itu sedang jelek performanya. Hawa nafsu duniawi sedang menaungi orang-orang yang malas shalat!
Ayolah kawan, kita rajin shalat yuuk. Jangan sia-siakan hidup kita, yang hanya sekali di dunia ini, TANPA SHALAT. Sungguh RUGI!
Wassalam,
SangPenging@T!
Namun ada orang yang alergi dengan yang berbau "gratis". "Nggak gue banget gitu loh!" itu komentar mereka yang ogah dengan yang serba gratis. Maklum, gengsi. Takut dibilang nggak mampu beli. Ogah dibilang kemaruk. Hehehehe...
Sekarang baru ke inti tema tulisan ini. Coba Anda amati, dari berbagai macam perintah ibadah. Rasa-rasanya, cuma ibadah SHALAT yang "Gratis!" Lho Kok?
Coba lihat; Mau puasa? paling tidak harus punya uang buat beli makan sahur dan berbuka. Mau zakat? harus ada duitlah. Apa ada zakat yang tidak mengeluarkan duit. Zakat fitrah, pakai beras. Nah berasnya dibeli pakai apa? Duit. Mau pergi haji? apalagi, wow perlu jutaan rupiah!
Nah shalat? Begitu dengar adzan, tinggal ambil air wudhu, lalu shalat. Ah, tapi ya perlu-lah duit. Buat beli sarung, peci dan ngisi kotak amal? Oh iya betul itu. Tetapi membelinya, khan, tidak setiap kali kita mau shalat. Dan mengisi kotak amal pun kalau punya duit lebih. Dan nggak lagi pelit! Jadi tidak setiap shalat harus mengisi kotak amal, khan?
Hmmm.... tapi ingat. Sedekah itu menyangkut keimanan kita. Coba rasakan, ketika iman ini sedang bagus-bagusnya (dalam arti sedang dinaungi kasih sayang Allah). Maunya sedekah terus. Nggak sayang tuh mengeluarkan duit untuk sedekah. Sehari tanpa sedekah, rasanya gimana gitu loh (merasa rugi!). Tapi tatkala iman lagi lemah (breakdown!), menyodorkan uang seribu perak, beratnya bukan main.
Begitu halnya dengan shalat, walau relatif shalat itu GRATIS, kok masih saja ada yang enggan shalat ya? bisa jadi iman orang itu sedang jelek performanya. Hawa nafsu duniawi sedang menaungi orang-orang yang malas shalat!
Ayolah kawan, kita rajin shalat yuuk. Jangan sia-siakan hidup kita, yang hanya sekali di dunia ini, TANPA SHALAT. Sungguh RUGI!
Wassalam,
SangPenging@T!
Senin, September 10, 2012
Masih Adakah Peluang Mencari Alasan?
Umumnya kita pandai membuat alasan dan lihai mencari-cari alasan. Mengapa? Pertama, agar terhindar dari sangsi hukuman. Kedua, kalaupun dihukum, diharapkan mendapat keringanan. Ketiga, untuk menghindar dari tanggung jawab.
Manusia dikaruniai otak untuk berpikir sebelum bertindak. Minimal untung ruginya buat kita apa? kalau ambil keputusan ini, untungnya apa, ruginya apa? Membuat "alasan" pun ternyata berkait erat dengan untung rugi. Ah, rupanya hidup tak bisa lepas dari untung, rugi.
Kalau kita perhatikan dengan cermat, ternyata ada satu perintah ibadah yang kita tidak bisa mencari-cari alasan untuk tidak mengerjakannya. Apa itu? SHALAT!
Anda mau cari alasan apa, untuk tidak shalat? Mentok-mentoknya paling tinggal satu jawaban, yaitu: MALAS! lho kok?
Jawaban atas pertanyaan ini apa coba? Mengapa saudara tadi pagi tidak shalat subuh?
"Bangun kesiangan!" terdengar jawaban tegas.
Aktifkan dong alarm di HP, atau jam wekker (jam meja). Dan mengapa orang tidak shalat Dhuhur, Ashar, Magrib dan Isya?
Terdengar jawaban klise, "Sibuk kerja! Nggak ada waktu! Sedang dikejar deadline! Takut dimarahi bos!"
Oh ya?!! Tetapi mengapa jawaban tadi bisa dikalahkan dengan (maaf), sewaktu Anda sedang sakit perut (terserang diare)! Untuk urusan perut dan dubur, sepertinya nggak ada tuh, alasan dikejar deadline, takut dimarahi bos, lalu Anda menunda-nunda ke toilet. Bisa berabe, khan?
Tetapi mengapa untuk urusan yang lebih luhur, yaitu melaksanakan perintah Allah Swt, Anda berani melanggarnya.
Pada dasarnya tidak ada alasan untuk TIDAK SHALAT! Jika sedang sakit flu (demam tinggi) sehingga tidak bisa wudhu. Bagaimana?
Bila TIDAK memungkinkan kulit tersentuh air, karena luka atau flu. Silahkan bertayamum.
Kalau TIDAK bisa berdiri karena kaki sedang menderita asam urat. Shalat sambil duduk dong.
Jika TIDAK bisa duduk, kepala pusing tujuh keliling. Shalat sambil tiduran, boleh.
Hayo, Mau alasan apa lagi? Jadi sekali lagi TIDAK ada alasan untuk TIDAK SHALAT!
Tidak bisa bergerak sama sekali, tapi mata masih bisa merem melek. Nah, shalat pake isyarat mata, dibolehkan. Kalau pake isyarat sudah tidak bisa? HATI-HATI, bisa-bisa sebentar lagi giliran Anda yang dishalatkan!
Wassalam,
SangPenging@T!
Manusia dikaruniai otak untuk berpikir sebelum bertindak. Minimal untung ruginya buat kita apa? kalau ambil keputusan ini, untungnya apa, ruginya apa? Membuat "alasan" pun ternyata berkait erat dengan untung rugi. Ah, rupanya hidup tak bisa lepas dari untung, rugi.
Kalau kita perhatikan dengan cermat, ternyata ada satu perintah ibadah yang kita tidak bisa mencari-cari alasan untuk tidak mengerjakannya. Apa itu? SHALAT!
Anda mau cari alasan apa, untuk tidak shalat? Mentok-mentoknya paling tinggal satu jawaban, yaitu: MALAS! lho kok?
Jawaban atas pertanyaan ini apa coba? Mengapa saudara tadi pagi tidak shalat subuh?
"Bangun kesiangan!" terdengar jawaban tegas.
Aktifkan dong alarm di HP, atau jam wekker (jam meja). Dan mengapa orang tidak shalat Dhuhur, Ashar, Magrib dan Isya?
Terdengar jawaban klise, "Sibuk kerja! Nggak ada waktu! Sedang dikejar deadline! Takut dimarahi bos!"
Oh ya?!! Tetapi mengapa jawaban tadi bisa dikalahkan dengan (maaf), sewaktu Anda sedang sakit perut (terserang diare)! Untuk urusan perut dan dubur, sepertinya nggak ada tuh, alasan dikejar deadline, takut dimarahi bos, lalu Anda menunda-nunda ke toilet. Bisa berabe, khan?
Tetapi mengapa untuk urusan yang lebih luhur, yaitu melaksanakan perintah Allah Swt, Anda berani melanggarnya.
Pada dasarnya tidak ada alasan untuk TIDAK SHALAT! Jika sedang sakit flu (demam tinggi) sehingga tidak bisa wudhu. Bagaimana?
Bila TIDAK memungkinkan kulit tersentuh air, karena luka atau flu. Silahkan bertayamum.
Kalau TIDAK bisa berdiri karena kaki sedang menderita asam urat. Shalat sambil duduk dong.
Jika TIDAK bisa duduk, kepala pusing tujuh keliling. Shalat sambil tiduran, boleh.
Hayo, Mau alasan apa lagi? Jadi sekali lagi TIDAK ada alasan untuk TIDAK SHALAT!
Tidak bisa bergerak sama sekali, tapi mata masih bisa merem melek. Nah, shalat pake isyarat mata, dibolehkan. Kalau pake isyarat sudah tidak bisa? HATI-HATI, bisa-bisa sebentar lagi giliran Anda yang dishalatkan!
Wassalam,
SangPenging@T!
Kamis, September 06, 2012
Menangis
Adakah manusia yang tidak pernah sekalipun menangis? Saya kira kok tidak ada. Sebabnya manusia itu bukan robot jadi dia bisa, boleh dan berhak menangis. Menangis itu sehat, jika pada tempat dan waktu yang tepat. Kapan manusia boleh menangis? Tidak dibatasi, musti harus jam berapa. Selama 24 jam, manusia bisa menangis kapan saja. Bisa jam 6 pagi, boleh jam 12 malam. Kapan anda bisa nangis dan mau nangis monggo kerso (silakan saja).
Umumnya manusia yang waras akan menangis jika ditinggal oleh orang-orang yang dikasihi. Bisa orangtua, suami, istri, anak atau kekasih apalagi.
Jika menyangkut masalah hati, mudah kita untuk meneteskan airmata. Jadi yang menyebabkan kita menangis, pasti ada "sesuatu" yang menyentuh di hati. Entah itu soal duka, atau suka. Suka? ya, kalau kita sedang merasa gembira yang sangat, atau tertawa terbahak hingga perut sakit, niscaya airmata tak terasa ikut menetes.
Juga menyangkut persoalan pelik yang sulit diatasi, yang membuat hati putus asa, nelangsa, ini pun sudah bisa membuat orang sesegukan sambil meneteskan airmata. Oh, wanita suka begini.
Tadi pagi, kamis 6 sept 2012, ketika akan berangkat ke sekolah (SMA kelas satu), sehabis sarapan pagi, anak gadisku (si bungsu) sambil duduk dia meneteskan airmatanya. Membuat gundah seisi rumah. Kenapa nangis anakku? kata ibunya. Istriku lapor sudah dua hari ini setiap pulang sekolah dia menangis. Penyebabnya? nilai ulangannya ada yang merah. Dia merasa sangat bersalah, karena tidak bisa memberikan nilai terbaik.
Istriku bilang, Pa' apa mungkin kita terlalu menuntut nilai tinggi?
Oh, iya? mungkin saja itu bu, jawabku.
Akhirnya aku berikan dia kata-kata "petuah" yang moga-moga saja bisa memberi dia semangat dan menghentikan tangisnya. Aku peluk dia, "sudah tak usah menangis, berdoa kepada Allah agar kau mudah menangkap pelajaran yang diberikan ibu/bapak guru. Pacaran jangan dulu! Ayo tanamkan dalam dirimu bahwa kau mampu, kau bisa!"
Sekarang ibu dan bapak tidak akan memaksamu harus memilih IPA, tenang saja IPS juga tak masalah. Yang penting kau enjoy, ya nak!
Kulihat dia mengangguk, dan menyeka airmatanya.
Anakku, hidup ini perjuangan.Tidak bisa dilalui dengan berleha-leha. Tujuan akhir perjuangan bukan kekayaan dan kejayaan di dunia semata. Tapi kebahagiaan di akhirat. Jangan lupa shalat lima waktu, nak!
Insya Allah, dengan rajin shalat dan beramal shaleh kita bisa selamat dalam menempuh perjalanan hidup di dunia ini.
Wassalam,
SangPenging@T!
Umumnya manusia yang waras akan menangis jika ditinggal oleh orang-orang yang dikasihi. Bisa orangtua, suami, istri, anak atau kekasih apalagi.
Jika menyangkut masalah hati, mudah kita untuk meneteskan airmata. Jadi yang menyebabkan kita menangis, pasti ada "sesuatu" yang menyentuh di hati. Entah itu soal duka, atau suka. Suka? ya, kalau kita sedang merasa gembira yang sangat, atau tertawa terbahak hingga perut sakit, niscaya airmata tak terasa ikut menetes.
Juga menyangkut persoalan pelik yang sulit diatasi, yang membuat hati putus asa, nelangsa, ini pun sudah bisa membuat orang sesegukan sambil meneteskan airmata. Oh, wanita suka begini.
Tadi pagi, kamis 6 sept 2012, ketika akan berangkat ke sekolah (SMA kelas satu), sehabis sarapan pagi, anak gadisku (si bungsu) sambil duduk dia meneteskan airmatanya. Membuat gundah seisi rumah. Kenapa nangis anakku? kata ibunya. Istriku lapor sudah dua hari ini setiap pulang sekolah dia menangis. Penyebabnya? nilai ulangannya ada yang merah. Dia merasa sangat bersalah, karena tidak bisa memberikan nilai terbaik.
Istriku bilang, Pa' apa mungkin kita terlalu menuntut nilai tinggi?
Oh, iya? mungkin saja itu bu, jawabku.
Akhirnya aku berikan dia kata-kata "petuah" yang moga-moga saja bisa memberi dia semangat dan menghentikan tangisnya. Aku peluk dia, "sudah tak usah menangis, berdoa kepada Allah agar kau mudah menangkap pelajaran yang diberikan ibu/bapak guru. Pacaran jangan dulu! Ayo tanamkan dalam dirimu bahwa kau mampu, kau bisa!"
Sekarang ibu dan bapak tidak akan memaksamu harus memilih IPA, tenang saja IPS juga tak masalah. Yang penting kau enjoy, ya nak!
Kulihat dia mengangguk, dan menyeka airmatanya.
Anakku, hidup ini perjuangan.Tidak bisa dilalui dengan berleha-leha. Tujuan akhir perjuangan bukan kekayaan dan kejayaan di dunia semata. Tapi kebahagiaan di akhirat. Jangan lupa shalat lima waktu, nak!
Insya Allah, dengan rajin shalat dan beramal shaleh kita bisa selamat dalam menempuh perjalanan hidup di dunia ini.
Wassalam,
SangPenging@T!
Selasa, September 04, 2012
Siapakah Malaikatul Maut Itu?
Malaikat Izrail adalah malaikat pencabut nyawa. Dia sangat taat kepada perintah Allah. Tidak membangkang barang sedikitpun. Tidak ada di antara kita, manusia biasa yang masih hidup, pernah melihatnya. Kecuali mereka, yang mungkin dalam hitungan detik, sebentar lagi akan mati. Dan sebagian Nabi di masa hidupnya, boleh jadi ada yang pernah melihatnya. Wallahu alam bissawab.
Tapi kalau boleh saya berasumsi, maka sebetulnya malaikat maut itu sangat dekat dengan diri kita. Hanya kita saja yang tidak menyadarinya. Ah, masak sih?
Coba cermati dengan teliti, dalam setiap jengkal, setiap sudut kehidupan kita. Dan perhatikan tubuh kita. Bagi mereka yang sehat, wow ini jarang menjadi perhatiannya. Tapi bagi mereka yang sedang menderita penyakit jantung! seperti saya. Hmm, maka malaikat maut ada di sana, dekat sekali dengan jantungku. Siap menunggu perintah dari Allah, untuk menghentikan detak jantungku. Subhanallah.
Bagi mereka yang menderita gagal ginjal. Harus cuci darah. Nah, "malaikat maut"-nya adalah gagal ginjal. Sewaktu-waktu akan dicabut nyawa si penderita gagal ginjal, melalui ginjalnya yang sudah tidak berfungsi itu.
Untuk yang sehat segar bugar? Mana malaikat mautnya? Bisa berwujud diantaranya, "setang sepeda motor, gas dan rem"-nya. Lho kok begitu? Ya, iya. Coba bayangkan ketika si sehat bugar sedang mengendarai motornya dengan ugal-ugalan, tancap gas, main serobot... tak tahunya dari depan ada truk tronton yang menyambutnya. DhuarrR! tabrakan tak bisa dihindari. Si segar bugar kini terkapar. Tewas!
Yang hobinya pesta narkoba, dugem, minum-minuman keras. Wow! malaikat pencabut nyawa ada di antara mereka yang berpesta itu. Sudah banyak yang tewas, gara-gara berspekulasi mencampur minuman kerasnya dari berbagai merek. Masya Allah.
Ternyata hidup hanya sebentar. Cuma numpang lewat. Mati bisa kapan saja, dengan berbagai cara. Lewat sakit, lewat celaka, lewat hura-hura. Waspadalah kawan! Malaikat maut siap mencabut, dimana saja, kapan saja. Dan tidak menunggu, anda sudah siap mati atau belum! Anda sudah taqwa atau belum!
Ingat kata Nabi, "Pergunakan masa sehatmu, sebelum sakitmu! Manfaatkan masa hidupmu, sebelum matimu!"
Wassalam,
SangPenging@T!
Tapi kalau boleh saya berasumsi, maka sebetulnya malaikat maut itu sangat dekat dengan diri kita. Hanya kita saja yang tidak menyadarinya. Ah, masak sih?
Coba cermati dengan teliti, dalam setiap jengkal, setiap sudut kehidupan kita. Dan perhatikan tubuh kita. Bagi mereka yang sehat, wow ini jarang menjadi perhatiannya. Tapi bagi mereka yang sedang menderita penyakit jantung! seperti saya. Hmm, maka malaikat maut ada di sana, dekat sekali dengan jantungku. Siap menunggu perintah dari Allah, untuk menghentikan detak jantungku. Subhanallah.
Bagi mereka yang menderita gagal ginjal. Harus cuci darah. Nah, "malaikat maut"-nya adalah gagal ginjal. Sewaktu-waktu akan dicabut nyawa si penderita gagal ginjal, melalui ginjalnya yang sudah tidak berfungsi itu.
Untuk yang sehat segar bugar? Mana malaikat mautnya? Bisa berwujud diantaranya, "setang sepeda motor, gas dan rem"-nya. Lho kok begitu? Ya, iya. Coba bayangkan ketika si sehat bugar sedang mengendarai motornya dengan ugal-ugalan, tancap gas, main serobot... tak tahunya dari depan ada truk tronton yang menyambutnya. DhuarrR! tabrakan tak bisa dihindari. Si segar bugar kini terkapar. Tewas!
Yang hobinya pesta narkoba, dugem, minum-minuman keras. Wow! malaikat pencabut nyawa ada di antara mereka yang berpesta itu. Sudah banyak yang tewas, gara-gara berspekulasi mencampur minuman kerasnya dari berbagai merek. Masya Allah.
Ternyata hidup hanya sebentar. Cuma numpang lewat. Mati bisa kapan saja, dengan berbagai cara. Lewat sakit, lewat celaka, lewat hura-hura. Waspadalah kawan! Malaikat maut siap mencabut, dimana saja, kapan saja. Dan tidak menunggu, anda sudah siap mati atau belum! Anda sudah taqwa atau belum!
Ingat kata Nabi, "Pergunakan masa sehatmu, sebelum sakitmu! Manfaatkan masa hidupmu, sebelum matimu!"
Wassalam,
SangPenging@T!
Langganan:
Postingan (Atom)