Setiap kubaca ayat-ayat Quran tentang neraka, hatiku terkesiap. Ngeri aku membayangkan dahsyatnya siksa neraka. Dan kebanyakan orang enggan membayangkannya. Entah apa alasannya.Yang pasti siksa neraka itu ada, bung! Nggak percaya? Mau bukti? Please deh, mati dulu! Mau?
Beberapa peristiwa yang kualami, mengingatkanku kepada neraka. Boleh jadi ini peringatan dari Allah, agar aku tetap berjalan di jalur yang benar, yang lurus. Atau ini sebagai peringatan agar aku konsisten dengan tekadku untuk menjadi SangPenging@T tentang kehidupan akhirat. Hanya yang menjadi pertanyaanku, yang menimpaku kok yang panas-panas ya?
Minggu lalu, Rabu sore, 20 November 2012, kaki kananku terslomot knalpot motor kesayanganku, Honda Supra-X (promosi nih ye). Hufh! puanase rek! Pulang dari kantor, ketika mau memasukkan motor ke dalam rumah (maklum rumahku belum ada garasinya), terjadi insiden yang tak kusangka-sangka. Teras licin tertutup air merata setinggi kira 3cm, karena banjir sehabis diguyur hujan beberapa jam.
Antara ruang tamu dan teras berbeda tingginya sekitar setengah meter. Saat berada di ujung tanjakan, rupanya ban depan enggan beringsut maju. Sedikit tertahan, karena posisi motor yang tidak pas. Sehingga tatkala gas motor aku tarik kencang, motor bukannya naik, malah roda belakang berputar liar, menyeret bodi motor sampai menghantam kusen pintu masuk. Aduhh! Kaki kananku tak sempat mengelak. Knalpot panas, maknyosS! menyambar kaki mulusku (Hmm, memangnya kaki cewek doang yang boleh dibilang mulus?).
Itu entah kejadian yang keberapa, malas aku menghitungnya. Takut-takut masih ada yang berikutnya. Semoga tidak, yaa Rabb.
Aku pernah mengalami kejadian aneh. Beberapa bulan yang lalu, mungkin sekitar bulan Juli 2012. Sewaktu berangkat kerja, naik motor melalui jalanan di kawasan pabrik. Di pagi yang cerah, langit biru sedikit berawan. Aku pacu motorku dengan kencang, tetapi tidak sekencang Jorge Lorenzo saat berpacu di sirkuit.
Ketika melewati sederetan truk yang sedang diparkir di pinggir jalan, tiba-tiba aku merasa dengkulku seperti tersundut rokok. Bagai kilat menyambar, cepat sekali dan panasnya luar biasa. Kupikir, ah mungkin ada sopir atau kenek truk yang membuang puntung seenak udelnya sendiri. Tetapi begitu aku pelankan motor dan kulempar pandangan ke kabin truk-truk itu. Kaca pintunya tertutup semua. Atau kukira ada percikan las yang jatuh pas di dengkulku. Tapi kulihat tak ada aktivitas orang mengelas apa pun. Aneh.
Aku kaget ketika kulihat celanaku bolong bekas sundutan api. Jangan-jangan ini batuan meteor sangat kecil yang nyasar jatuh ke bumi, dan kebetulan mengenai dengkulku. Ah, terlalu mengada-ada. Akhirnya kusebut saja itu bagaikan setitik "api neraka" yang menyengat kulitku. Ugh, ini lebih mengada-ada lagi. Wis, sudahlah aku tak ingin berpolemik tentang masalah ini. Silahkan Anda berpendapat sendiri, toh Indonesia negara demokrasi. Bebas mengemukakan pendapat, hehehe...
Lalu aku pernah tertimpa bongkahan kayu untuk kuda-kuda atap rumah. Jatuh tepat mengenai cantengan di jempol kaki kananku juga. WaduuhH! Bayangkan, cantengan itu terantuk sebuah kaki meja (pelan saja), rasa sakitnya luar biasa, nyut-nyutan di kepala tak kepalang tanggung. Ini malah kejatuhan balok kayu. Hmm mantap rasanya, bagai kaki terbakar api. Panas dan sakit bercampur jadi satu. Kalau orang lain yang menjatuhkan balok itu, mungkin tumpah sudah serapahku. Untungnya (nah lagi-lagi orang jawa nih, masih juga untung padahal sudah tertimpa balok kayu, hehehee...) yang membuat jatuh balok kayu itu adalah diriku sendiri. Mampuslah awak!
Nah tiga peristiwa itu saja sudah cukup membuatku bergidik membayangkan siksaan dahsyatnya api neraka. Hiii, seram dan mengerikan. Tiga kejadian itu sudah bisa membuatku terus teringat terus, betapa siksaan api neraka jauh lebih hebat dan amat pedih.
Terima kasih Allah, Engkau telah mengingatkanku tentang neraka dengan kejadian-kejadian "panas" yang menyengat kulitku. Hamba berdo'a kehadirat-Mu yaa Rabb, semoga hamba mampu menghindari godaan Iblis yang ingin memerosokkan hamba ke jurang api neraka.
Yuuk kawan kerjakan semua perintah-Nya dan tinggalkan semua larangan-Nya.
Wassalam,
SangPenging@T !
Adsense
Kamis, November 29, 2012
Minggu, November 18, 2012
Pas! Lima S
TIDAK kurang, tidak lebih, itu "pas" namanya. Tidak longgar, tidak sempit, itu juga "pas" kita menyebutnya. Pas itu saudara kembar proporsional. Masakan dengan bumbu-bumbu yang pas akan terasa lezatnya. Tetapi masakan yang dibumbui dengan beraneka rempah dengan jumlah yang tidak proporsional, dapat mengakibatkan lidah enggan bergoyang.
Hari ini aku mendapat pelajaran berharga berkaitan dengan human relationship. Biar keren aku pakai istilah asing. Sampai hari ini aku masih menyimpan tanya, mengapa Bapak dan Ibuku pandai sekali bergaul. Tak pandang bulu, mulai dari kalangan bawah ataupun atas. Dari Presiden, Gubernur sampai pesuruh kantor, Bapak dan Ibuku tak sungkan bertutur. Sama sopannya. Sama sumringahnya. Aku tak pandai seperti itu.
Aku jadi teringat resep cespleng ala AaGym yaitu 5(lima) S. Kependekan (singkatan) dari Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun. Aku rasakan betul pentingnya Lima S itu dalam pergaulan kita.
Aku kadang suka muak dengan sikapku sendiri yang sok pandai, sok penting, sok wibawa dan berbagai "sok" lainnya. Bahkan rasanya sampai mau muntah. Hal-hal seperti itu biasanya kurasakan ketika aku selesai berjumpa dengan orang lain. Dan dalam perjumpaan itu aku tak menggunakan teknik "Lima S" itu.
Aku sendiri saja muak apalagi orang lain, ya? Ah, rupanya ilmu "Lima S" itu yang sudah kutahu beberapa tahun yang silam dari AaGym, baru sebatas tahu belum aku pahami dan kupraktekkan dengan tulus.
Senyum
Tersenyum ternyata itu mudah jika kita sudah terbiasa. Meskipun wajah dengan kulit yang gelap, jika tersenyum tulus sambil memperlihatkan sebaris gigi putihnya, dapat meretas kekakuan yang ada. Kesan horor langsung luntur. Rasulullah itu wajahnya jernih dan jika berjumpa dengan seseorang tak sungkan untuk menyunggingkan senyum. Konon senyum pun itu bernilai sedekah. Tapi jangan mentang-mentang senyum itu sedekah, ketika jumpa pengemis cukup diberikan senyuman kita. Untuk sekedar latihan, biasakan mulut kita menyuarakan huruf "mim". Ayo silahkan coba. Nah rasakan nikmatnya tersenyum itu. Tapi awas jangan sering-sering senyum sendirian. Gawat!
Salam
Mengapa sih kita enggan memberikan salam duluan? Gengsi? Merasa status lebih tinggi? Nggak level? Memang perasaan seperti itulah yang merongrongku selama ini. Aku bertekad kuat ingin memberangusnya.
Sapa
Aku sedang berlatih menebar sapaan kepada anak-anak sekolah dasar yang lewat di depan rumahku. Kebetulan jalan di depan rumahku dilewati olah banyak anak-anak SD yang mau berangkat ke sekolahnya. Senang saja aku melihat reaksi mereka mendengar sapaanku. Ada yang kaget, ada yang diam, ada yang spontan menjawab.
"Hallo!, Apa kabar? Kelas berapa dik?" itu sapaan rutinku, kalau sedang ingin menyapa mereka. Sapaan itu aku lontarkan ketika aku melihat ada seorang anak laki-laki atau perempuan yang sedang asyik berjalan sendirian dengan wajah cerah. Sebab kalau wajahnya sedang cemberut, hampir dipastikan sapaanku dianggap angin lalu.
Sopan
Ah, aku kadang tak sopan kepada yang tua apalagi yang muda. Sopan itu menghargai siapa lawan bicara kita. Sikap sopan biasanya jarang terbit jika kita berjumpa dengan orang yang levelnya dibawah kita. Betul?
Ternyata seberapa tingkat kesopanan kita dalam bergaul menunjukkan seberapa baik tingkat keberadaban kita di mata masyarakat tempat kita berkiprah.
Santun
Sikap santun lahir dari batin yang bersih. Kekotoran jiwaku, membuat aku kadang kurang peka untuk bersikap santun. Rela untuk mengalah, demi kelancaran lalu lintas. Tertib dalam antrian. Santun itu luwes, sabar, penuh rasa belas kasihan. Baik budi bahasa kita.
Santun itu tidak gampang main tangan, dan tidak mudah melontarkan sumpah serapah. Wow, Nauzubillah.
Ups! Aku sepertinya musti banyak belajar lagi dan rajin mempraktekkan ilmu "Lima Es" dalam menjalin hubungan bisnis, pertemanan dan persaudaraan.
Kembali ke soal "Pas" yang sudah kusinggung di awal paragraf. Semua teknik "Lima S" itu kalau pas ternyata enak. Tidak bikin eneg di hati. Membicarakan kehebatan masa silam, itu nggak salah. Tapi hendaknya dalam konteks untuk menjadikan kita harus lebih baik, atau paling tidak sama baiknya. Bukan sekedar bangga. Misalkan, kita bangga menceritakan tokoh Gajah Mada. So what next? Apakah setelah terkenal dengan Sumpah Palapa-nya, lalu hanya sekedar untuk dijadikan nama sebuah jalan, yakni "Jalan Gajah Mada" doang? Mestinya buat kaula muda harus berani melontarkan sumpah yang lebih dari sumpahnya Patih Gajah Mada itu.
Dan karena kita muslim; beranikah kita bertekad akan berperilaku seperti perilaku Nabi Muhammad SAW? Rajin shalat, senang sedekah dan tidak sombong. Berbudi pekerti yang agung.
Semoga bermanfaat tulisan ini dan menyemangati kita untuk menjadi lebih baik lagi dalam menata pergaulan kita.
Wassalam,
SangPenging@T
m fajar irianto ludjito
Hari ini aku mendapat pelajaran berharga berkaitan dengan human relationship. Biar keren aku pakai istilah asing. Sampai hari ini aku masih menyimpan tanya, mengapa Bapak dan Ibuku pandai sekali bergaul. Tak pandang bulu, mulai dari kalangan bawah ataupun atas. Dari Presiden, Gubernur sampai pesuruh kantor, Bapak dan Ibuku tak sungkan bertutur. Sama sopannya. Sama sumringahnya. Aku tak pandai seperti itu.
Aku jadi teringat resep cespleng ala AaGym yaitu 5(lima) S. Kependekan (singkatan) dari Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun. Aku rasakan betul pentingnya Lima S itu dalam pergaulan kita.
Aku kadang suka muak dengan sikapku sendiri yang sok pandai, sok penting, sok wibawa dan berbagai "sok" lainnya. Bahkan rasanya sampai mau muntah. Hal-hal seperti itu biasanya kurasakan ketika aku selesai berjumpa dengan orang lain. Dan dalam perjumpaan itu aku tak menggunakan teknik "Lima S" itu.
Aku sendiri saja muak apalagi orang lain, ya? Ah, rupanya ilmu "Lima S" itu yang sudah kutahu beberapa tahun yang silam dari AaGym, baru sebatas tahu belum aku pahami dan kupraktekkan dengan tulus.
Senyum
Tersenyum ternyata itu mudah jika kita sudah terbiasa. Meskipun wajah dengan kulit yang gelap, jika tersenyum tulus sambil memperlihatkan sebaris gigi putihnya, dapat meretas kekakuan yang ada. Kesan horor langsung luntur. Rasulullah itu wajahnya jernih dan jika berjumpa dengan seseorang tak sungkan untuk menyunggingkan senyum. Konon senyum pun itu bernilai sedekah. Tapi jangan mentang-mentang senyum itu sedekah, ketika jumpa pengemis cukup diberikan senyuman kita. Untuk sekedar latihan, biasakan mulut kita menyuarakan huruf "mim". Ayo silahkan coba. Nah rasakan nikmatnya tersenyum itu. Tapi awas jangan sering-sering senyum sendirian. Gawat!
Salam
Mengapa sih kita enggan memberikan salam duluan? Gengsi? Merasa status lebih tinggi? Nggak level? Memang perasaan seperti itulah yang merongrongku selama ini. Aku bertekad kuat ingin memberangusnya.
Sapa
Aku sedang berlatih menebar sapaan kepada anak-anak sekolah dasar yang lewat di depan rumahku. Kebetulan jalan di depan rumahku dilewati olah banyak anak-anak SD yang mau berangkat ke sekolahnya. Senang saja aku melihat reaksi mereka mendengar sapaanku. Ada yang kaget, ada yang diam, ada yang spontan menjawab.
"Hallo!, Apa kabar? Kelas berapa dik?" itu sapaan rutinku, kalau sedang ingin menyapa mereka. Sapaan itu aku lontarkan ketika aku melihat ada seorang anak laki-laki atau perempuan yang sedang asyik berjalan sendirian dengan wajah cerah. Sebab kalau wajahnya sedang cemberut, hampir dipastikan sapaanku dianggap angin lalu.
Sopan
Ah, aku kadang tak sopan kepada yang tua apalagi yang muda. Sopan itu menghargai siapa lawan bicara kita. Sikap sopan biasanya jarang terbit jika kita berjumpa dengan orang yang levelnya dibawah kita. Betul?
Ternyata seberapa tingkat kesopanan kita dalam bergaul menunjukkan seberapa baik tingkat keberadaban kita di mata masyarakat tempat kita berkiprah.
Santun
Sikap santun lahir dari batin yang bersih. Kekotoran jiwaku, membuat aku kadang kurang peka untuk bersikap santun. Rela untuk mengalah, demi kelancaran lalu lintas. Tertib dalam antrian. Santun itu luwes, sabar, penuh rasa belas kasihan. Baik budi bahasa kita.
Santun itu tidak gampang main tangan, dan tidak mudah melontarkan sumpah serapah. Wow, Nauzubillah.
Ups! Aku sepertinya musti banyak belajar lagi dan rajin mempraktekkan ilmu "Lima Es" dalam menjalin hubungan bisnis, pertemanan dan persaudaraan.
Kembali ke soal "Pas" yang sudah kusinggung di awal paragraf. Semua teknik "Lima S" itu kalau pas ternyata enak. Tidak bikin eneg di hati. Membicarakan kehebatan masa silam, itu nggak salah. Tapi hendaknya dalam konteks untuk menjadikan kita harus lebih baik, atau paling tidak sama baiknya. Bukan sekedar bangga. Misalkan, kita bangga menceritakan tokoh Gajah Mada. So what next? Apakah setelah terkenal dengan Sumpah Palapa-nya, lalu hanya sekedar untuk dijadikan nama sebuah jalan, yakni "Jalan Gajah Mada" doang? Mestinya buat kaula muda harus berani melontarkan sumpah yang lebih dari sumpahnya Patih Gajah Mada itu.
Dan karena kita muslim; beranikah kita bertekad akan berperilaku seperti perilaku Nabi Muhammad SAW? Rajin shalat, senang sedekah dan tidak sombong. Berbudi pekerti yang agung.
Semoga bermanfaat tulisan ini dan menyemangati kita untuk menjadi lebih baik lagi dalam menata pergaulan kita.
Wassalam,
SangPenging@T
m fajar irianto ludjito
Rabu, November 07, 2012
Apa Yang Kita Perhatikan?
Tergantung apa yang sedang kita gandrungi, itulah yang menjadi perhatian kita. Dalam kehidupan keluarga muda, maka ketika baru punya baby, hmm... bayi itulah yang menjadi pusat perhatiannya. Mulai dari kakek-nenek sampai besan dan mertua, apalagi orangtuanya si empunya bayi, semua memperhatikan pertumbuhannya, hari demi hari. Memang sungguh mengasyikkan menyaksikan tumbuh kembang bayi kita. Subhanallah...
Tumbuh menjadi remaja, perhatian kita tujukan kepada pacar kita (buat yang punya pacar). Sakitnya kekasih kita, rasanya kita rasakan pula.Tiada hari tanpa bayangannya dalam benak pikiran kita. Duh, syahdunya rasa jatuh cinta pertama. Terkenang sampai kini. Kok sulit terhapus ya?
Di masa remaja, bagi yang suka motor maka motorlah yang diperhatikan. Orangtua dan pacar, dinomorduakan. Tuhan? wow, bagi yang imannya tipis, rasa-rasanya Tuhan jauh dengan mereka. Akibatnya? shalat jarang, sedekah apalagi. Hii, ngeri membayangkan seandainya kumati ketika remaja dulu, sepertinya neraka langsung menelanku bulat-bulat.
Merunut ke belakang dalam perjalanan hidupku selama ini, ternyata banyak hal yang kuperhatikan dan kuabaikan. Waktu SD, aku perhatian dengan sepeda miniku. Semasa kuliah, aku perhatian dengan buku. Ada uang sisa bulanan, buku pasti kubeli. Pacar, tentu menjadi perhatianku juga ketika kuliah dulu. Oh ya, saat SMA yang menjadi perhatianku adalah group band Rock. Maka koleksi kasetku, lumayan komplit. Ada Grand Funk, Uriah Heep, Deep Purple, Led Zeppelin dll (supergoup top masa silam). Bagaimana dengan pelajaran sekolah? ah, rasa-rasanya biasa-biasa saja tuh, perhatianku. Bahkan mungkin tak kuperhatikan (maaf pak/bu guru). Makanya nilaiku biasa saja, tidak luar biasa. hehehe...
Buku-buku Agama Islam, mulai menarik perhatianku di pertengahan kuliah di ISI Yogyakarta. Di samping buku-buku iklan, kusantap juga buku-buku karangan Al Ghazali dan karya penulis Islam lainnya. Dan kini di usia setengah abad yang menjadi perhatian utamaku adalah Al Quran. Cinta mati aku dengan al Quran. Setiap pagi selepas subuh, tak kulewatkan tanpa membacanya, walau sekedar satu Ain. Aku getol berusaha mengumpulkan pahala semampu kubisa.
Sekarang lebih ngeri ketimbang dulu sewaktu remaja, jika kumati tanpa iman di hati, dalam ketaqwaan yang terkikis, dan tanpa pahala memadai tetapi dosa yang menumpuk. Duh, betapa murka-Nya Allah kepadaku. Nauzubillah
Aku ingin mati dalam keadaan khusnul khotimah (dalam keridhoan Allah), bukan suul khotimah (dalam keadaan buruknya iman dan hancurnya ketaqwaan). Demikian pula tentunya harapan pembaca, betul?
Neraka dan Surga itulah yang menjadi pusat perhatianku kini. Aku ingin mengabarkan kepada kawan, sahabat, saudara dan siapa saja tentang dua hal yang menjadi perhatianku itu. Semoga Allah memberikan kemudahan bagiku untuk menyampaikannya. Lewat buku yang sedang kutulis, lewat seminar yang sedang kurancang matang.
Ya Rabb, tunjukkan kepadaku, mana yang harus kuperhatikan dan kuabaikan. Engkau Maha Mengetahui..
Wahai kawan, arahkan lima kali sehari perhatian kita kepada kehidupan akhirat kita. Semoga bermanfaat tulisan ini.
Wassalam,
SangPenging@T!
Tumbuh menjadi remaja, perhatian kita tujukan kepada pacar kita (buat yang punya pacar). Sakitnya kekasih kita, rasanya kita rasakan pula.Tiada hari tanpa bayangannya dalam benak pikiran kita. Duh, syahdunya rasa jatuh cinta pertama. Terkenang sampai kini. Kok sulit terhapus ya?
Di masa remaja, bagi yang suka motor maka motorlah yang diperhatikan. Orangtua dan pacar, dinomorduakan. Tuhan? wow, bagi yang imannya tipis, rasa-rasanya Tuhan jauh dengan mereka. Akibatnya? shalat jarang, sedekah apalagi. Hii, ngeri membayangkan seandainya kumati ketika remaja dulu, sepertinya neraka langsung menelanku bulat-bulat.
Merunut ke belakang dalam perjalanan hidupku selama ini, ternyata banyak hal yang kuperhatikan dan kuabaikan. Waktu SD, aku perhatian dengan sepeda miniku. Semasa kuliah, aku perhatian dengan buku. Ada uang sisa bulanan, buku pasti kubeli. Pacar, tentu menjadi perhatianku juga ketika kuliah dulu. Oh ya, saat SMA yang menjadi perhatianku adalah group band Rock. Maka koleksi kasetku, lumayan komplit. Ada Grand Funk, Uriah Heep, Deep Purple, Led Zeppelin dll (supergoup top masa silam). Bagaimana dengan pelajaran sekolah? ah, rasa-rasanya biasa-biasa saja tuh, perhatianku. Bahkan mungkin tak kuperhatikan (maaf pak/bu guru). Makanya nilaiku biasa saja, tidak luar biasa. hehehe...
Buku-buku Agama Islam, mulai menarik perhatianku di pertengahan kuliah di ISI Yogyakarta. Di samping buku-buku iklan, kusantap juga buku-buku karangan Al Ghazali dan karya penulis Islam lainnya. Dan kini di usia setengah abad yang menjadi perhatian utamaku adalah Al Quran. Cinta mati aku dengan al Quran. Setiap pagi selepas subuh, tak kulewatkan tanpa membacanya, walau sekedar satu Ain. Aku getol berusaha mengumpulkan pahala semampu kubisa.
Sekarang lebih ngeri ketimbang dulu sewaktu remaja, jika kumati tanpa iman di hati, dalam ketaqwaan yang terkikis, dan tanpa pahala memadai tetapi dosa yang menumpuk. Duh, betapa murka-Nya Allah kepadaku. Nauzubillah
Aku ingin mati dalam keadaan khusnul khotimah (dalam keridhoan Allah), bukan suul khotimah (dalam keadaan buruknya iman dan hancurnya ketaqwaan). Demikian pula tentunya harapan pembaca, betul?
Neraka dan Surga itulah yang menjadi pusat perhatianku kini. Aku ingin mengabarkan kepada kawan, sahabat, saudara dan siapa saja tentang dua hal yang menjadi perhatianku itu. Semoga Allah memberikan kemudahan bagiku untuk menyampaikannya. Lewat buku yang sedang kutulis, lewat seminar yang sedang kurancang matang.
Ya Rabb, tunjukkan kepadaku, mana yang harus kuperhatikan dan kuabaikan. Engkau Maha Mengetahui..
Wahai kawan, arahkan lima kali sehari perhatian kita kepada kehidupan akhirat kita. Semoga bermanfaat tulisan ini.
Wassalam,
SangPenging@T!
Sabtu, November 03, 2012
Kemalasan
Penyakit malas menyerang siapa saja. Tapi kemalasan tak mampu menembus orang-orang yang kuat tekadnya. Ternyata tekadku dalam menulis masih lemah. Ini kusadari ketika tulisan di blogku tidak konsisten munculnya. Yang rencananya kuniatkan bisa terbit tiap hari atau tiap pekan, tak kunjung terwujud.
Apa penyebabnya kemalasan? Karena setan tidak suka melihat kau sukses. Ah, gue disalah-salahkan lagi, begitu kata setan. Dasar lu aje yang malas! Jangan bawa-bawa gue dong! Tapi (ini masih kata setan) betul juga sih aku nggak ingin lihat kau sukses. Karena kalau sukses, lalu rajin ibadahnya dan suka beramal shaleh lagi. Uh, enak dong; sudah sukses di dunia, di akhirat masuk surga. Betapa nyamannya manusia semacam ini. Itu yang gue iri, asal lu tahu aje, kata setan "gue tuh sejak diusir dari surga, gak ada lagi kesempatan masuk surga". Sementara itu, kesempatan manusia untuk masuk surga masih terbentang luas.
Nah, kesempatan yang luas itu akan aku buat sempit. Kubangun mimpi-mimpi indah. Kubungkus perbuatan maksiat dengan bisikan, "nggak apa-apa, nggak dosa kok... yuk maksiat yuuuk. Yuuk judi yuk. sambil minum-minum sampai mabok... uiih enak lho!". Setan punya seribu satu alasan untuk menyesatkan. Shalat? ntar aja dah kalo udah tua, udah jompo, begitu kata setan, dengan bahasa berbunga-bunga. PretT Ahh! kataku.
Kemalasan itu sebenarnya juga salah satu perangkap setan. Lho kok lagi-lagi gue dibawa-bawa sih dalam tulisan ini (kata setan semakin geram!). Iya ini gara-gara lu, gue jadi malas nulis! ich nih manusia bener-bener ya?(kata setan tambah geram).
Dengan menulis bisa makmur. Syaratnya tentu asal tulisannya dibukukan dan bukunya laris manis. Mengalami cetak ulang berkali-kali. Mantap!
Yuuk nulis yuk! Singkirkan kemalasan.
Wassalam,
SangPenging@T!
Apa penyebabnya kemalasan? Karena setan tidak suka melihat kau sukses. Ah, gue disalah-salahkan lagi, begitu kata setan. Dasar lu aje yang malas! Jangan bawa-bawa gue dong! Tapi (ini masih kata setan) betul juga sih aku nggak ingin lihat kau sukses. Karena kalau sukses, lalu rajin ibadahnya dan suka beramal shaleh lagi. Uh, enak dong; sudah sukses di dunia, di akhirat masuk surga. Betapa nyamannya manusia semacam ini. Itu yang gue iri, asal lu tahu aje, kata setan "gue tuh sejak diusir dari surga, gak ada lagi kesempatan masuk surga". Sementara itu, kesempatan manusia untuk masuk surga masih terbentang luas.
Nah, kesempatan yang luas itu akan aku buat sempit. Kubangun mimpi-mimpi indah. Kubungkus perbuatan maksiat dengan bisikan, "nggak apa-apa, nggak dosa kok... yuk maksiat yuuuk. Yuuk judi yuk. sambil minum-minum sampai mabok... uiih enak lho!". Setan punya seribu satu alasan untuk menyesatkan. Shalat? ntar aja dah kalo udah tua, udah jompo, begitu kata setan, dengan bahasa berbunga-bunga. PretT Ahh! kataku.
Kemalasan itu sebenarnya juga salah satu perangkap setan. Lho kok lagi-lagi gue dibawa-bawa sih dalam tulisan ini (kata setan semakin geram!). Iya ini gara-gara lu, gue jadi malas nulis! ich nih manusia bener-bener ya?(kata setan tambah geram).
Dengan menulis bisa makmur. Syaratnya tentu asal tulisannya dibukukan dan bukunya laris manis. Mengalami cetak ulang berkali-kali. Mantap!
Yuuk nulis yuk! Singkirkan kemalasan.
Wassalam,
SangPenging@T!
Langganan:
Postingan (Atom)