Minggu ini ada pameran buku Islam ke 15 di Istora Senayan. Aku tak begitu bergairah menyongsongnya. Biasanya aku antusias menonton pameran itu, plus memborong beberapa buku yang menarik hati. Tapi kali ini aku tak bernafsu. Mengapa? hmmm, mungkin karena myBook belum bisa diluncurkan dalam pameran ini.
Mimpiku tak terwujud.
Yach mungkin memang belum waktunya. Entahlah kapan myBook bisa terbit. Tadinya aku bertekad bisa terbit sebelum pameran ini. Sehingga peluncurannya bisa dilaksanakan di panggung utama pada pameran buku islam tahun 2016. Gagal total!
Ah sudahlah tak usah diratapi. Akhirnya aku sibuk merevisi, mengoreksi isinya terus dan terus. Covernya saja aku baru merasa sreg, cocok di hati. Begitu melihat proofprint-nya hari sabtu, 27 februari 2016 kemarin. Sudah berkali-kali aku desain dengan berbagai alternatif. Tetapi belum ada yang cocok, pas di hatiku.
Ya sudahlah, masih terus berjuang agar myBook bisa terbit. Aku bertekad tahun ini 2016 harus sudah terbit. Tapi bulannya kapan, tanggalnya kapan? aku belum berani memutuskannya.
Mohon doanya dari para pembaca blogspotku ini ya...
Wassalam,
SangPenging@T!
Adsense
Senin, Februari 29, 2016
Cover MyBook
Alhamdulillah hari ini, Sabtu 27 Februari 2016 aku betul-betul merasa sreg dan puas atas cover myBook yang pertama ini.
Sudah banyak alternatif desain cover yang aku bikin tetapi aku belum juga merasa pas di hati. Nah, hari ini rupanya terkabul doaku, agar aku diberi ide yang brilian untuk cove bukuku ini. Terima kasih Allah.
Tepat hari ini pula dibukanya Islamic Book Fair 2016, Sayang keinginanku belum terkabul, aku ingin sekali peluncuran myBook di pameran ini. Ternyata myBook belum dicetak. Tapi baru cover yang betul-betul sreg di hati yang terwujud.
No problem. Nikmati saja proses ini. Ternyata membuat buku tak semudah yang kukira.
Wassalam,
SangPenging@T!
Sudah banyak alternatif desain cover yang aku bikin tetapi aku belum juga merasa pas di hati. Nah, hari ini rupanya terkabul doaku, agar aku diberi ide yang brilian untuk cove bukuku ini. Terima kasih Allah.
Tepat hari ini pula dibukanya Islamic Book Fair 2016, Sayang keinginanku belum terkabul, aku ingin sekali peluncuran myBook di pameran ini. Ternyata myBook belum dicetak. Tapi baru cover yang betul-betul sreg di hati yang terwujud.
No problem. Nikmati saja proses ini. Ternyata membuat buku tak semudah yang kukira.
Wassalam,
SangPenging@T!
Kabar Gembira
Anak perempuan yang lumpuh itu kini sudah dirawat oleh negara. Berita ini cukup melegakan hatiku dan tiga temanku. Pak Uus, dan Kadir.
Aku bercerita kepada mereka di masjid. Pak Uus yang dermawan tergerak untuk mengunjungi rumah kontrakan Pak tua yang tempo hari meninggal. Kami bertiga selepas subuh mencarinya.
Lewat gang sempit. Lalu naik tangga yang curam dengan anak tangga yang jaraknya kurasa amat tinggi. Sungguh merepotkan. Konon bapak tua itu menggendong anaknya menuruni tangga itu jika anaknya minta jalan-jalan keliling jika sore menjelang. Pantas saja dia menderita hernia. Anak perempuannya yang lumpuh (karena polio) makin besar, makin berat. Dia tak kuat lagi jika harus menggendonya naik turun tangga.
Tetapi 3 bulan sebelum meninggal, dia memutuskan pindah ke kamar yang di lantai dasar. Walau tarifnya lebih mahal. Apa mau dikata, dipaksakannya.
Tetapi kami tak menjumpai anak perempuan itu dikontrakannya. Juga kakak laki-lakinya. Untung ketemu dengan Imam, pemuda yang mengantarkan jenazah pak tua itu ke daerah Palmerah, rumah ibunya pak Tua itu.
Ditemani Imam sebagai penunjuk jalan. Aku, Kadir (pak RT 16), Imam. dan Pak Uus pergi ke rumah Ibunya pak Tua. Naik mobilnya Pak Uus.
Sampailah kami ke rumah yang kami tuju. Akhirnya kami berjumpa dengan anak perempuan yang lumpuh itu. Di sambut hangat kami oleh Sang Ibu lebih tepatnya Nenek.Sang Nenek bercerita panjang perihal kehidupannya. Rumahnya sederhana. Anak-anaknya laki-laki semua. Hidupnya sederhana. Dia terus terang merasa keberatan jika cucunya yang lumpuh ini tinggal bersamanya dirumah yang sempit. Tenaganya sudah tak ada. Orang-orang di rumah itu punya kesibukan sendiri-sendiri. Sementara kakak kandungnya harus bekerja menata hidupnya. Kasihan dia kalau harus mengurus sendiri adiknya yang lumpuh itu.
Anak perempuan itu duduk di lantai. Menatap kami berempat. Berusaha mengajak ngobrol. Tapi suaranya hanya teriakan "Paak...paaak!" sambil menunjuk boneka baru yang ada di atas kursi. Kami menyapanya.
Lalu Pak Uus mengusulkan untuk di rawat di panti asuhan milik negara. Neneknya setuju, juga abangnya.
Setelah berbincang, kami disuguhi kopi hangat juga jajanan. Kemudian kami menyerahkan bantuan uang kepada abangnya. Lalu kami pamit.
Selang seminggu kami dapat kabar dari pak RT Kadir. Anak perempuan itu sudah dikirim ke Panti Asuhan di daerah Kedoya. Syukurlah. Rupanya pak Lurah Kedaug Kaliangke bergerak cepat begitu ada laporan warganya yang kesusahan.
Wassalam,
SangPenging@T!
Aku bercerita kepada mereka di masjid. Pak Uus yang dermawan tergerak untuk mengunjungi rumah kontrakan Pak tua yang tempo hari meninggal. Kami bertiga selepas subuh mencarinya.
Lewat gang sempit. Lalu naik tangga yang curam dengan anak tangga yang jaraknya kurasa amat tinggi. Sungguh merepotkan. Konon bapak tua itu menggendong anaknya menuruni tangga itu jika anaknya minta jalan-jalan keliling jika sore menjelang. Pantas saja dia menderita hernia. Anak perempuannya yang lumpuh (karena polio) makin besar, makin berat. Dia tak kuat lagi jika harus menggendonya naik turun tangga.
Tetapi 3 bulan sebelum meninggal, dia memutuskan pindah ke kamar yang di lantai dasar. Walau tarifnya lebih mahal. Apa mau dikata, dipaksakannya.
Tetapi kami tak menjumpai anak perempuan itu dikontrakannya. Juga kakak laki-lakinya. Untung ketemu dengan Imam, pemuda yang mengantarkan jenazah pak tua itu ke daerah Palmerah, rumah ibunya pak Tua itu.
Ditemani Imam sebagai penunjuk jalan. Aku, Kadir (pak RT 16), Imam. dan Pak Uus pergi ke rumah Ibunya pak Tua. Naik mobilnya Pak Uus.
Sampailah kami ke rumah yang kami tuju. Akhirnya kami berjumpa dengan anak perempuan yang lumpuh itu. Di sambut hangat kami oleh Sang Ibu lebih tepatnya Nenek.Sang Nenek bercerita panjang perihal kehidupannya. Rumahnya sederhana. Anak-anaknya laki-laki semua. Hidupnya sederhana. Dia terus terang merasa keberatan jika cucunya yang lumpuh ini tinggal bersamanya dirumah yang sempit. Tenaganya sudah tak ada. Orang-orang di rumah itu punya kesibukan sendiri-sendiri. Sementara kakak kandungnya harus bekerja menata hidupnya. Kasihan dia kalau harus mengurus sendiri adiknya yang lumpuh itu.
Anak perempuan itu duduk di lantai. Menatap kami berempat. Berusaha mengajak ngobrol. Tapi suaranya hanya teriakan "Paak...paaak!" sambil menunjuk boneka baru yang ada di atas kursi. Kami menyapanya.
Lalu Pak Uus mengusulkan untuk di rawat di panti asuhan milik negara. Neneknya setuju, juga abangnya.
Setelah berbincang, kami disuguhi kopi hangat juga jajanan. Kemudian kami menyerahkan bantuan uang kepada abangnya. Lalu kami pamit.
Selang seminggu kami dapat kabar dari pak RT Kadir. Anak perempuan itu sudah dikirim ke Panti Asuhan di daerah Kedoya. Syukurlah. Rupanya pak Lurah Kedaug Kaliangke bergerak cepat begitu ada laporan warganya yang kesusahan.
Wassalam,
SangPenging@T!
Kamis, Februari 18, 2016
Mendengar Berita Duka
Apabila sore tiba, aku melihat bapak setengah baya sedang mendorong anak perempuannya yang cacat duduk di kursi roda. Dengan berjalan pelan bapak itu mendorong kursi roda dengan penumpang anak perempuannya keliling komplek dan menyusuri gang sempit kampung Kalimati. Jika kebetulan aku bawa dompet dan isinya lumayan, aku sempatkan untuk berbagi dengannya.
Kemarin sore ketika pulang kantor aku mendapat kabar dari istriku bahwa bapak yang suka mendorong anaknya itu meninggal dunia. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun.
Mendengar kabar itu pikiranku langsung menayangkan berbagai gambar saling tumpang tindih. Sejuta rasa sesal saling berebutan mengisi relung hati sanubariku yang paling halus.
Mungkin hampir tiga bulan aku tak melihat bapak bersama anaknya melintas di depan rumahku. Aku juga tidak mencari tahu, kenapa? Istriku bilang bapak itu meninggal karena sakit. Betapa tak pedulinya aku? Boleh jadi begitu.
Biasanya aku sempatkan bicara sejenak kepada bapak itu sewaktu aku memberi anaknya uang. Suatu hari dia mengeluh kepadaku. "Anak saya ini mulai besar. Ibunya sudah tak ada. Dia mulai menstruasi. Saya di rumah hanya berdua dengannya.... saya serba salah. Saya merasa tak enak kalau harus membersihkannya. Ya mau gimana lagi. Terpaksa pak" begitu ujarnya kepadaku. Aku tak bisa memberikan solusi kepadanya, aku hanya bisa ikut merasa prihatin.
Rupanya Tuhan punya kehendak lain. Kebimbangan, kegundahannya dan kerisauannya bagaimana memelihara anaknya yang mulai tumbuh dewasa, kini tak dirasakannya lagi. Dia sudah pindah ke alam baka mendahului anaknya.
Nah, yang menjadi pikiranku bagaimana nasib anaknya itu. Aku mendengar kabar, anaknya punya abang yang sudah bekerja. Dan kini anak perempuan itu dipelihara saudaranya di daerah Slipi. Aku berdoa semoga anak perempuan itu diberi jalan kemudahan oleh Allah Swt.
Aku termenung duduk di sini, di depan komputer kantor. Tapi bayangan anak perempuan di kursi roda itu tampak jelas hadir di dalam benakku. Sorot matanya tajam menatapku, meminta belas kasihan dariku. Apa dayaku?
Wassalam,
SangPenging@T!
Kemarin sore ketika pulang kantor aku mendapat kabar dari istriku bahwa bapak yang suka mendorong anaknya itu meninggal dunia. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun.
Mendengar kabar itu pikiranku langsung menayangkan berbagai gambar saling tumpang tindih. Sejuta rasa sesal saling berebutan mengisi relung hati sanubariku yang paling halus.
Mungkin hampir tiga bulan aku tak melihat bapak bersama anaknya melintas di depan rumahku. Aku juga tidak mencari tahu, kenapa? Istriku bilang bapak itu meninggal karena sakit. Betapa tak pedulinya aku? Boleh jadi begitu.
Biasanya aku sempatkan bicara sejenak kepada bapak itu sewaktu aku memberi anaknya uang. Suatu hari dia mengeluh kepadaku. "Anak saya ini mulai besar. Ibunya sudah tak ada. Dia mulai menstruasi. Saya di rumah hanya berdua dengannya.... saya serba salah. Saya merasa tak enak kalau harus membersihkannya. Ya mau gimana lagi. Terpaksa pak" begitu ujarnya kepadaku. Aku tak bisa memberikan solusi kepadanya, aku hanya bisa ikut merasa prihatin.
Rupanya Tuhan punya kehendak lain. Kebimbangan, kegundahannya dan kerisauannya bagaimana memelihara anaknya yang mulai tumbuh dewasa, kini tak dirasakannya lagi. Dia sudah pindah ke alam baka mendahului anaknya.
Nah, yang menjadi pikiranku bagaimana nasib anaknya itu. Aku mendengar kabar, anaknya punya abang yang sudah bekerja. Dan kini anak perempuan itu dipelihara saudaranya di daerah Slipi. Aku berdoa semoga anak perempuan itu diberi jalan kemudahan oleh Allah Swt.
Aku termenung duduk di sini, di depan komputer kantor. Tapi bayangan anak perempuan di kursi roda itu tampak jelas hadir di dalam benakku. Sorot matanya tajam menatapku, meminta belas kasihan dariku. Apa dayaku?
Wassalam,
SangPenging@T!
Senin, Februari 15, 2016
Risih
Malam minggu, 13 Februari 2016, aku bersama istri mengantarkan anaku yang bungsu ke stasiun KA Senen. Dia berangkat ke solo lagi, untuk kuliah. Setelah liburan semester.
Begitu sampai stasiun. Aku istirahat di teras stasiun KA. Aku ngobrol sejenak bersama istri dan Tania. Dulu waktu kuliah di yogya. Aku yang diantar sopir ke stasiun Senen. Sekarang giliran aku yang mengantar anak.
Begitu diumumkan para penumpang KA Senja Utama jurusan solo diharap naik kereta api, maka antrian penumpang bergerak masuk ke dalam stasiun. Nah, di sini ada suatu keganjilan yang kulihat.
Kulihat ada cowok yang akan berpisah dengan pasangannya yang akan berangkat ke solo. Dia mencium pipi kiri, kanan dan jidat sambil memegang mesra kepala pasangannya yang diciumnya itu. Dan hmm mungkin kalo mereka lupa diri bisa jadi mereka saling berciuman bibir Tapi untungnya tidak. Mereka rupanya sadar bahwa mereka ada dalam kerumunan antrian penumpang, bukannya sedang di tengah hutan berduaan.
Mataku setangah tak percaya. Terbelalak. Setelah kuperhatikan dengan seksama. Pasangannya itu membelakangiku, badan ceking, rambut sedikit gondrong. Masya Allah, ternyata pasangan itu cowok,bro. Bukan cewek. Mereka rupanya pasangan sesuka sesama jenis!
Aku hanya bisa geleng-geleng melihat kejadian itu. Inikah yang namanya zaman sudah hampir berakhir? Mereka lupakah dengan nasib kaumnya Nabi Luth?
Seribu tanya bergayut di kepalaku.
Wassalam,
SangPenging@T!
Begitu sampai stasiun. Aku istirahat di teras stasiun KA. Aku ngobrol sejenak bersama istri dan Tania. Dulu waktu kuliah di yogya. Aku yang diantar sopir ke stasiun Senen. Sekarang giliran aku yang mengantar anak.
Begitu diumumkan para penumpang KA Senja Utama jurusan solo diharap naik kereta api, maka antrian penumpang bergerak masuk ke dalam stasiun. Nah, di sini ada suatu keganjilan yang kulihat.
Kulihat ada cowok yang akan berpisah dengan pasangannya yang akan berangkat ke solo. Dia mencium pipi kiri, kanan dan jidat sambil memegang mesra kepala pasangannya yang diciumnya itu. Dan hmm mungkin kalo mereka lupa diri bisa jadi mereka saling berciuman bibir Tapi untungnya tidak. Mereka rupanya sadar bahwa mereka ada dalam kerumunan antrian penumpang, bukannya sedang di tengah hutan berduaan.
Mataku setangah tak percaya. Terbelalak. Setelah kuperhatikan dengan seksama. Pasangannya itu membelakangiku, badan ceking, rambut sedikit gondrong. Masya Allah, ternyata pasangan itu cowok,bro. Bukan cewek. Mereka rupanya pasangan sesuka sesama jenis!
Aku hanya bisa geleng-geleng melihat kejadian itu. Inikah yang namanya zaman sudah hampir berakhir? Mereka lupakah dengan nasib kaumnya Nabi Luth?
Seribu tanya bergayut di kepalaku.
Wassalam,
SangPenging@T!
Langganan:
Postingan (Atom)