Menulis kata "Allah", untuk membedakannya dengan Tuhannya orang nasrani, ada orang Islam yang merasa pas menuliskan dengan kata "Alloh". Huruf "a" diganti dengan "o".
Tetapi ketika di Mekah aku membaca buku kecil petunjuk "Umroh dan Haji" terbitan dari pemerintahan Kerajaan Saudi, dalam bahasa Inggris. Dituliskan disitu, kata "Allah", dengan kata "Allaah". Huruf "a"-nya ditulis double. Betul-betul aku merasa nyaman dan nikmat membaca tulisan kata Allah (Tuhan semua makhluk hidup di dunia ini), dengan dua "a". Itu rasanya sesuai dengan tajwid bahasa Arabnya. Bukankah diatas lam ada tanda fathah tegak berdiri. Yang artinya harus dibaca panjang.
Sebab kalau dituliskan dengan kata "o", kok menurutku rasanya kurang sreg. Ada yang mengganjal. Apalagi jika ada orang yang membacanya mentah-mentah mutlak kata "o"-nya itu. Bukankah akan terdengar beda makhraj-nya. Contohnya, "Ayolah kita taat kepada Alloh". Atau ada yang membaca Alah, tanpa double huruf "L" (baca;el"). Dan huruf "a"nya dibaca mantap. Itu menurutku lho, nggak tahu menurut pembaca. Ah, sok tahu benar aku ya? Wallahu 'alam bissawab.
Tetapi umumnya umat Islam tidak akan membaca kata "Allah" dengan seperti caranya kaum nasrani yakni "Alah". Ya, betul! Jadi apa masalahnya? Iya ya apa masalahnya? Masalahnya dipenulisan "o" itu loh.
Allaah betul-betul Akbar, Maha Pengasih, Maha Penyayang. Kasih Sayang-Nya, yang aku rasakan betul-betul jauh melebihi perkiraanku sebagai manusia yang lemah, yang mudah terbakar amarahnya.
Oh, Yaa Rabb, aku sungguh lemah dan mudah marah. Ini yang ingin terus aku kikis dari hatiku sepulang Umroh. Ya, baru saja aku melaksanakan umroh, dari tanggal 20 s.d 29 April 2014. Di Madinah al Munawarah 3 hari, di Mekah al Mukarramah 4 hari. Dan dua hari di perjalanan dengan pesawat Businnes Air.
Ketika menulis artikel ini, kadang-kadang airmataku menetes. Sungguh baik adikku dan istriku. Sementara aku belum merasa menjadi orang baik bagi mereka. Nah, mulai menetes lagi mata air ini, eh air mataku membasahi pipi. Tanpa jasa baik adikku yang bungsu dan istriku, mana mungkin aku bisa secepat ini melihat Ka'bah.
Sedekah yang sepuluh ribu rupiah itu serta doa KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) pada pengajian rutin bulanan Manajamen Qalbu di masjid Istiqlal, ternyata berbuah manis menjadi dua puluhan juta rupiah. Ajaib betul. Sedekah yang hanya segitu ternyata bisa memberangkatkan aku pergi umroh.
Dan pada akhirnya tanpa Ijin dan Rida dari Allah, mana mungkin mimpi terbesarku di hidup ini bisa terwujud yakni "Mencium Hajar Aswad" secepat ini.
"Alhamdulillah" itu kata yang senantiasa terucap ketika mimpi itu terwujud, rasanya seperti mimpi.
Wassalam,
SangPenging@T!
Adsense
Selasa, April 29, 2014
Kamis, April 17, 2014
Malu Jadi Benalu
Aku bosan jadi benalu, apalagi ditambahi kata-kata "tak tahu malu". Benalu tak diharapkan, tapi kadang menempel dibatang tumbuhan lainnya sesukanya.
"Kapan pak kita kayanya?" tanya istriku juga anak perempuanku. Selalu begitu, dan begitu selalu pertanyaannya.
"Aku tak tahu," itulah jawabanku selalu sejak dulu. Dan kupersilahkan mereka bertanya kepada Yang Maha Pemberi Rezeki.
Kalau perbincangan sudah menyangkut perihal uang, duit atau penghasilan, aku pasti gampang tersinggung. Ujung-ujungnya perang dingin antara aku dan istriku, tumbuh tak diharapkan. Tak saling ngomong (walau tak sampai hitungan lebih dari 24jam). Kadang-kadang lebih dikit sih, hehehe...
Memang inilah periodenya yang harus kuhadapi. Periode serba pas-pasan. Dimulai sejak krismon melanda negeriku tercinta, 1998. Hingga kini 2014, belum pulih isi dompetku. Masih serba ngepres dan tetap pas-pasan. Aku sudah mencoba berbagai cara agar bisa menambah income per bulan.
Mulai dari membuka kedai sembako, penyewaan VCD (dulu ketika boom vcd bajakan), jualan es kelapa muda. Dari semua yang kuusahakan itu, baru dari hasil desain dan cetak offset, yang cukup membuat tebal dompetku. Namun sayang cetakan sekarang sedang melempem. Maklum aku gak jago jualan. Bukan ahlinya marketing.
Pernah dulu aku coba memasarkan, sablon kalender ke toko mas. Baru dua toko yang kusambangi di pasar inpres Kedoya. Dan ketika mendengar jawaban salah satu Engkoh penjual emas, "sudah punya langganan cetak pak". Langsung mengkerut nyali jualku.
Kini aku sedang mencoba profesi baru sebagai penulis. Sudah satu buku yang siap cetak. Dan sekarang sedang kutawarkan ke sebuah penerbitan buku Islam terkemuka. Sekarang aku masih menunggu kabar dari mereka. Katanya sekitar dua minggu baru ada kabarnya, pak. Itu artinya sekitar awal Mei 2014, baru kutahu apakah buku itu bisa diterbitkan olehnya.
Memang hidup harus begitu terus mencari dan mencari dimana tempatnya rezeki yang sesuai dengan keahlian (kemampuan) kita. Dan kalau sudah menemukan sumber rezeki yang pas, niscaya rezeki itu akan mengalir deras terus dan terus ke dalam pundi-pundi kita, yang selama ini kosong melompong. Apalagi kalau Allah sudah ridho dengan apa yang kita usahakan. Plus, kita rajin sedekah dan tidak kikir. Wow, pastinya hasilnya akan mencengangkan.
Harapanku mudah-mudahan bukuku itu bisa menjawab pertanyaan dari istri dan anakku di atas tadi. Insya Allah...
Wassalam,
SangPenging@T!
"Kapan pak kita kayanya?" tanya istriku juga anak perempuanku. Selalu begitu, dan begitu selalu pertanyaannya.
"Aku tak tahu," itulah jawabanku selalu sejak dulu. Dan kupersilahkan mereka bertanya kepada Yang Maha Pemberi Rezeki.
Kalau perbincangan sudah menyangkut perihal uang, duit atau penghasilan, aku pasti gampang tersinggung. Ujung-ujungnya perang dingin antara aku dan istriku, tumbuh tak diharapkan. Tak saling ngomong (walau tak sampai hitungan lebih dari 24jam). Kadang-kadang lebih dikit sih, hehehe...
Memang inilah periodenya yang harus kuhadapi. Periode serba pas-pasan. Dimulai sejak krismon melanda negeriku tercinta, 1998. Hingga kini 2014, belum pulih isi dompetku. Masih serba ngepres dan tetap pas-pasan. Aku sudah mencoba berbagai cara agar bisa menambah income per bulan.
Mulai dari membuka kedai sembako, penyewaan VCD (dulu ketika boom vcd bajakan), jualan es kelapa muda. Dari semua yang kuusahakan itu, baru dari hasil desain dan cetak offset, yang cukup membuat tebal dompetku. Namun sayang cetakan sekarang sedang melempem. Maklum aku gak jago jualan. Bukan ahlinya marketing.
Pernah dulu aku coba memasarkan, sablon kalender ke toko mas. Baru dua toko yang kusambangi di pasar inpres Kedoya. Dan ketika mendengar jawaban salah satu Engkoh penjual emas, "sudah punya langganan cetak pak". Langsung mengkerut nyali jualku.
Kini aku sedang mencoba profesi baru sebagai penulis. Sudah satu buku yang siap cetak. Dan sekarang sedang kutawarkan ke sebuah penerbitan buku Islam terkemuka. Sekarang aku masih menunggu kabar dari mereka. Katanya sekitar dua minggu baru ada kabarnya, pak. Itu artinya sekitar awal Mei 2014, baru kutahu apakah buku itu bisa diterbitkan olehnya.
Memang hidup harus begitu terus mencari dan mencari dimana tempatnya rezeki yang sesuai dengan keahlian (kemampuan) kita. Dan kalau sudah menemukan sumber rezeki yang pas, niscaya rezeki itu akan mengalir deras terus dan terus ke dalam pundi-pundi kita, yang selama ini kosong melompong. Apalagi kalau Allah sudah ridho dengan apa yang kita usahakan. Plus, kita rajin sedekah dan tidak kikir. Wow, pastinya hasilnya akan mencengangkan.
Harapanku mudah-mudahan bukuku itu bisa menjawab pertanyaan dari istri dan anakku di atas tadi. Insya Allah...
Wassalam,
SangPenging@T!
Rabu, April 02, 2014
Tidak Pernah Mendengar Adzan Di Luar Halaman Masjid
Apakah judul tulisan ini membingungkan Anda? kalau tidak, syukurlah, berarti kecerdasan Anda di atas rata-rata. IP (Indeks Prestasi) Anda ketika lulus kuliah dulu bisa-bisa di atas 3. Ah, terlalu jauh prakiraannya ah. Masak judul tulisan sampai diukur segala IQ. Iseng amat sih!
Ini serius bro, bukan iseng. Terus terang ketika pertama kali ustadz Syech Ali Jabir melontarkan kata-kata bahwa menjadi orang Islam yang luar biasa (di atas rata-rata/kebanyakan umat Islam), itu diantaranya bahwa orang itu tidak pernah mendengar suara adzan dari luar masjid. Di luar masjid? gumamku.
Belum hilang rasa heranku atas kalimatnya itu. Dia langsung menjelaskan, itu artinya "orang itu" selalu sudah berada di masjid sebelum adzan shalat lima waktu berkumandang. Bahkan dia sudah wudhu, lalu menyelesaikan shalat sunah Tahiyyatul Masjid, dilanjutkan dengan berzikir kemudian berdoa. Lalu tak beberapa lama, muadzin mengumandangkan adzan. Wow, betapa indahnya. Sejuk terasa di kalbu.
Sayangnya, kebanyakan kita baru ke masjid ketika adzan bergema, bahkan sesudah iqamat berkumandang. Kita? Ah lu kale? Oh iya ya... siapa tahu Anda termasuk di antara pembaca yang sudah melazimkan 5 atau10 menit sebelum adzan, sudah ada di masjid. Hebat kalau sudah begitu. Itu artinya Anda sudah termasuk orang Islam di atas rata-rata (seperti pada umumnya). Bolehlah di bilang sebagai orang Islam yang luar biasa.
Meskipun baru ke masjid setelah adzan. Bahkan sesudah iqamat baru terburu-buru menuju masjid, itu pun sudah bolehlah dibilang hebat. Sebab di zaman modern ini, jauh lebih banyak lagi orang Islam yang super cuek dengan adzan. Mo ada adzan kek, mo nggak kek. Peduli amat. Artinya dia gak peduli. "Pokoke ra popo, ra ke masjid" begitu kurang lebih semboyan yang mereka pegang teguh. Nauzubillah.
Yuuk, marilah kita jadi orang Islam yang luar biasa. Di atas rata-rata. Artinya apa? artinya, jika tadinya biasanya tidak ke masjid untuk shalat lima waktu, mulai sekarang jadikan "shalat lima waktu di masjid" menjadi kebiasaan kita sehari-hari. Tentu ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi Anda berada. Kalau kebetulan Anda sedang di tengah laut (di tempat pengeboran minyak bumi, misalnya) ya, tak perlulah cari masjid. Tapi cukup usahakan, shalat lima waktu tepat waktu dan berjamaah, bersama teman-teman.
Sadarilah kawan, hidup di dunia ini cuma sebentar. Ngapain untuk yang sebentar kita mati-matian mengejar, sampai melupakan akhirat. Rugi, rugi, rugi.
Jadilah orang yang beruntung. Untung dunia, untung pula akhirat. Uih mantap bro!
Wasssalam,
SangPenging@T!
Ini serius bro, bukan iseng. Terus terang ketika pertama kali ustadz Syech Ali Jabir melontarkan kata-kata bahwa menjadi orang Islam yang luar biasa (di atas rata-rata/kebanyakan umat Islam), itu diantaranya bahwa orang itu tidak pernah mendengar suara adzan dari luar masjid. Di luar masjid? gumamku.
Belum hilang rasa heranku atas kalimatnya itu. Dia langsung menjelaskan, itu artinya "orang itu" selalu sudah berada di masjid sebelum adzan shalat lima waktu berkumandang. Bahkan dia sudah wudhu, lalu menyelesaikan shalat sunah Tahiyyatul Masjid, dilanjutkan dengan berzikir kemudian berdoa. Lalu tak beberapa lama, muadzin mengumandangkan adzan. Wow, betapa indahnya. Sejuk terasa di kalbu.
Sayangnya, kebanyakan kita baru ke masjid ketika adzan bergema, bahkan sesudah iqamat berkumandang. Kita? Ah lu kale? Oh iya ya... siapa tahu Anda termasuk di antara pembaca yang sudah melazimkan 5 atau10 menit sebelum adzan, sudah ada di masjid. Hebat kalau sudah begitu. Itu artinya Anda sudah termasuk orang Islam di atas rata-rata (seperti pada umumnya). Bolehlah di bilang sebagai orang Islam yang luar biasa.
Meskipun baru ke masjid setelah adzan. Bahkan sesudah iqamat baru terburu-buru menuju masjid, itu pun sudah bolehlah dibilang hebat. Sebab di zaman modern ini, jauh lebih banyak lagi orang Islam yang super cuek dengan adzan. Mo ada adzan kek, mo nggak kek. Peduli amat. Artinya dia gak peduli. "Pokoke ra popo, ra ke masjid" begitu kurang lebih semboyan yang mereka pegang teguh. Nauzubillah.
Yuuk, marilah kita jadi orang Islam yang luar biasa. Di atas rata-rata. Artinya apa? artinya, jika tadinya biasanya tidak ke masjid untuk shalat lima waktu, mulai sekarang jadikan "shalat lima waktu di masjid" menjadi kebiasaan kita sehari-hari. Tentu ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi Anda berada. Kalau kebetulan Anda sedang di tengah laut (di tempat pengeboran minyak bumi, misalnya) ya, tak perlulah cari masjid. Tapi cukup usahakan, shalat lima waktu tepat waktu dan berjamaah, bersama teman-teman.
Sadarilah kawan, hidup di dunia ini cuma sebentar. Ngapain untuk yang sebentar kita mati-matian mengejar, sampai melupakan akhirat. Rugi, rugi, rugi.
Jadilah orang yang beruntung. Untung dunia, untung pula akhirat. Uih mantap bro!
Wasssalam,
SangPenging@T!
Langganan:
Postingan (Atom)