Banjir dan Septic Tank. Dua hal yang membuatku stress! selama tahunan. Yeah, paling tidak sejak banjir besar lima tahunan rutin melanda ibukota sejak tahun 1997(?). Yang terakhir terjadi di awal tahun 2013 ini.
Pembuangan air di WC jadi kurang lancar, pikiran jadi ikutan tersumbat. Aroma tak sedap pun menggangu indra penciuman.
Tukang yang aku andalkan, maju mundur. Selalu menghindar untuk mengerjakan project "prestisius" ini. Yaitu meninggikan septic tank agar tidak terus terendam air, akibat banjir jika hujan turun walau hanya lima belas menit.
Tapi untunglah akhirnya aku menemukan dua tukang yang berani meninggikan septic tank rumahku. Mereka minta ongkos borongan jauh diatas perkiraanku. Biayanya Rp 1.600.000,-.
Ternyata dalam hidup untuk soal pengeluaran kotoran jadi persoalan pelik, jika tidak ditangani dengan baik.
Pikiranku jadi melayang ke penghasilan. Yang 2,5 persen itu wajib dikeluarkan dari perolehan rejeki kita. Kalau tidak dikeluarkan sama saja artinya kita menelan kotoran kita. Wow! Keluarkanlah yang dua setengah persen itu, agar harta kita bersih.
Semoga tulisan ini bisa terus mengingatkanku untuk terus mengeluarkan yang 2,5 persen untuk kubelanjakan di jalan Allah. Syukur-syukur bisa lebih.
Wassalam,
SangPenging@T!
Adsense
Senin, September 30, 2013
Sepersekian Detik
Hari minggu 1 September 2013 yang lalu, aku mengalami kejadian yang membuat hatiku shock. jantung berdebar kencang. Mana aku punya penyakit jantung lagi. Sampai beberapa hari aku terus membayangkan kejadian itu. Bahkan ketika menulis artikel ini, bayangan kejadian itu masih terekam jelas dalam pikiranku.
Sewaktu mengendarai sedan dengan kecepatan 40km/jam, di daerah Ciputat. Jalan yang aku lalui lurus dan mulus, kemudian di depan ada tikungan tajam belok ke kiri. Tepat ketika sedanku sampai di tikungan, sekonyong-konyong ada tiga anak yang ingin menyeberang jalan. Mereka setengah berlari, lalu berhenti tepat di bibir jalan.
Anak yang berdiri di bagian tengah sambil bercanda mendorong teman-temannya yang di sebelah kiri dan kanannya. Untungnya teman-teman yang didorongnya itu tidak mau langsung menyeberang. Bahkan mereka menarik diri dengan kuat agar menjauh dari tepian jalan.
Kalau saja kedua anak yang didorong tadi "latah", langsung menyeberang. Aku membayangkan kejadian tabrakan maut yang mengerikan. Sebab anak-anak itu berdiri hanya kurang dari setengah meter, ketika sedanku sedang melaju. Sedan dengan kecepatan 40 km/jam jika menghajar anak kecil, tentulah bisa berakibat fatal. Kematian. Masya Allah.
Dan jika dua anak itu mengikuti dorongan temannya, berlari menyeberang tepat di moncong sedanku. Waktuku hanya sepersekian detik untuk menginjak pedal rem. Rasanya aku tak punya kesempatan itu.
Dan mungkin saja aku bisa meringkuk di balik jeruji penjara. Sebab umumnya jika terjadi kecelakaan antara orang dengan mobil. Biasanya sopir mobil yang disalahkan. Apalagi tak ada saksi yang melihat kejadian tersebut.
Tak henti-hentinya aku mengucapkan syukur kepada Allah atas terhindarnya dari kecelakaan maut itu.
Tak berapa lama setelah kejadian itu. Terdengar berita Dul (anak Ahmad Dhani) mengalami kecelakaan lalu lintas di jalan tol Jagorawi, yang menewaskan tujuh orang.
Hati-hati sobat di jalan raya. Detik per detik harus makin tinggi konsentrasi ketika kecepatan mobil/motor yang kita kendarai semakin meninggi. Terlambat mengerem sekian detik, nyawa bisa melayang.
Wassalam,
SangPenging@T!
Sewaktu mengendarai sedan dengan kecepatan 40km/jam, di daerah Ciputat. Jalan yang aku lalui lurus dan mulus, kemudian di depan ada tikungan tajam belok ke kiri. Tepat ketika sedanku sampai di tikungan, sekonyong-konyong ada tiga anak yang ingin menyeberang jalan. Mereka setengah berlari, lalu berhenti tepat di bibir jalan.
Anak yang berdiri di bagian tengah sambil bercanda mendorong teman-temannya yang di sebelah kiri dan kanannya. Untungnya teman-teman yang didorongnya itu tidak mau langsung menyeberang. Bahkan mereka menarik diri dengan kuat agar menjauh dari tepian jalan.
Kalau saja kedua anak yang didorong tadi "latah", langsung menyeberang. Aku membayangkan kejadian tabrakan maut yang mengerikan. Sebab anak-anak itu berdiri hanya kurang dari setengah meter, ketika sedanku sedang melaju. Sedan dengan kecepatan 40 km/jam jika menghajar anak kecil, tentulah bisa berakibat fatal. Kematian. Masya Allah.
Dan jika dua anak itu mengikuti dorongan temannya, berlari menyeberang tepat di moncong sedanku. Waktuku hanya sepersekian detik untuk menginjak pedal rem. Rasanya aku tak punya kesempatan itu.
Dan mungkin saja aku bisa meringkuk di balik jeruji penjara. Sebab umumnya jika terjadi kecelakaan antara orang dengan mobil. Biasanya sopir mobil yang disalahkan. Apalagi tak ada saksi yang melihat kejadian tersebut.
Tak henti-hentinya aku mengucapkan syukur kepada Allah atas terhindarnya dari kecelakaan maut itu.
Tak berapa lama setelah kejadian itu. Terdengar berita Dul (anak Ahmad Dhani) mengalami kecelakaan lalu lintas di jalan tol Jagorawi, yang menewaskan tujuh orang.
Hati-hati sobat di jalan raya. Detik per detik harus makin tinggi konsentrasi ketika kecepatan mobil/motor yang kita kendarai semakin meninggi. Terlambat mengerem sekian detik, nyawa bisa melayang.
Wassalam,
SangPenging@T!
Ulah Anak, Derita Orangtua
Dahsyat nian ujiannya Ahmad Dhani. Eh, namun dahsyat atau tidak bagi Ahmad Dhani, hanya dia yang merasakan. Kita hanya bisa memperkirakan dan meraba perasaannya. Dan apakah musibah yang menimpa anak bungsunya itu, ujian, teguran atau azab? Aku kira yang dapat menjawabnya lebih pas adalah dia sendiri.
Dul (Abdul Kadir Jaelani) anak bungsu Ahmad Dhani mengalami kecelakaan. Minggu, 8 September dini hari, mobil sedan yang dikendarainya melompati pagar pembatas jalan tol Jagorawi di Km 8-200. Menabrak Toyota dan Grand Max Daihatsu dari arah yang berlawanan. Dhuarr! 7 korban tewas. dan luka-luka berat 9 orang. Luar biasa! Masya Allah.
Ongkos untuk operasi tulang belakang dan perawatan Dul selama 18 hari di RS Pondok Indah, hampir menyentuh angka 500juta rupiah, kata Dhani. Ck ck ck... Dan dia kecewa berat karena asuransi yang diharapkan meringankan beban biaya, ogah menanggung biaya rumah sakit itu.
Peristiwa yang dialami Ahmad Dhani bisa menimpa siapa pun setiap orangtua. Ulah anak, bapak dan ibunya bisa terbawa-bawa. Sebaliknya jika anak berprestasi, bapak ibunya ikutan bangga.
Ngomong-ngomong soal rumah sakit. Aku beberapa kali berurusan dengan rumah sakit. Antara lain waktu anak pertamaku terserang muntaber. Dia dirawat di RSAB Harapan Kita. Lalu ketika istriku melahirkan anak-anak, di klinik bersalin. Di rumah sakit atau klinik bersalin, pasti berurusan soal biaya dokter dan sewa kamar. Dan aku pasti memutuskan, kamar yang paling murah. kubuang jauh-jauh rasa gengsi, menginap di kelas 3. Sebab melihat pendapatanku waktu itu, aku tidak memungkinkan memilih kelas menengah, apalagi VIP. Dan pastinya, aku tak ingin terkaget-kaget ketika bagian keuangan menyodorkan kwitansi tagihan biaya penginapan yang harus kubayar. Untungnya istriku memakluminya. Alhamdulillah...
Anak-anak berurusan dengan pihak berwajib terlibat narkoba atau tindakan kriminal, tentu membuat orangtua manapun ketar-ketir. Begitu juga aku. Aku berdoa semoga mereka tidak sampai tergelincir, hingga berurusan dengan pihak kepolisian.
Setiap manusia pasti diuji dengan bermacam-macam ujian. Diantaranya; ujian kekayaan dan ujian kemiskinan. Ujian popularitas dan ujian "tidak terkenal", sampai-sampai tetangga satu RT saja nggak ada yang kenal.
Lalu ketika ujian kekayaan itu bukan membuat kita semakin bersyukur tetapi malah kufur dan sombong, maka boleh jadi disaat itulah Allah akan "menegur" kita dengan musibah kecil. Namun ketika yang "kecil" saja tidak mampu menyadarkan kita. Maka mungkin saja "tsunami" azab akan ditimpakan kepada kita. Nauzubillah.
Yuuk pandailah bersyukur atas karunia-Nya. Dan tetaplah bersabar jika hidup nestapa, sambil tetap berikhtiar.
Wassalam,
SangPenging@T
Dul (Abdul Kadir Jaelani) anak bungsu Ahmad Dhani mengalami kecelakaan. Minggu, 8 September dini hari, mobil sedan yang dikendarainya melompati pagar pembatas jalan tol Jagorawi di Km 8-200. Menabrak Toyota dan Grand Max Daihatsu dari arah yang berlawanan. Dhuarr! 7 korban tewas. dan luka-luka berat 9 orang. Luar biasa! Masya Allah.
Ongkos untuk operasi tulang belakang dan perawatan Dul selama 18 hari di RS Pondok Indah, hampir menyentuh angka 500juta rupiah, kata Dhani. Ck ck ck... Dan dia kecewa berat karena asuransi yang diharapkan meringankan beban biaya, ogah menanggung biaya rumah sakit itu.
Peristiwa yang dialami Ahmad Dhani bisa menimpa siapa pun setiap orangtua. Ulah anak, bapak dan ibunya bisa terbawa-bawa. Sebaliknya jika anak berprestasi, bapak ibunya ikutan bangga.
Ngomong-ngomong soal rumah sakit. Aku beberapa kali berurusan dengan rumah sakit. Antara lain waktu anak pertamaku terserang muntaber. Dia dirawat di RSAB Harapan Kita. Lalu ketika istriku melahirkan anak-anak, di klinik bersalin. Di rumah sakit atau klinik bersalin, pasti berurusan soal biaya dokter dan sewa kamar. Dan aku pasti memutuskan, kamar yang paling murah. kubuang jauh-jauh rasa gengsi, menginap di kelas 3. Sebab melihat pendapatanku waktu itu, aku tidak memungkinkan memilih kelas menengah, apalagi VIP. Dan pastinya, aku tak ingin terkaget-kaget ketika bagian keuangan menyodorkan kwitansi tagihan biaya penginapan yang harus kubayar. Untungnya istriku memakluminya. Alhamdulillah...
Anak-anak berurusan dengan pihak berwajib terlibat narkoba atau tindakan kriminal, tentu membuat orangtua manapun ketar-ketir. Begitu juga aku. Aku berdoa semoga mereka tidak sampai tergelincir, hingga berurusan dengan pihak kepolisian.
Setiap manusia pasti diuji dengan bermacam-macam ujian. Diantaranya; ujian kekayaan dan ujian kemiskinan. Ujian popularitas dan ujian "tidak terkenal", sampai-sampai tetangga satu RT saja nggak ada yang kenal.
Lalu ketika ujian kekayaan itu bukan membuat kita semakin bersyukur tetapi malah kufur dan sombong, maka boleh jadi disaat itulah Allah akan "menegur" kita dengan musibah kecil. Namun ketika yang "kecil" saja tidak mampu menyadarkan kita. Maka mungkin saja "tsunami" azab akan ditimpakan kepada kita. Nauzubillah.
Yuuk pandailah bersyukur atas karunia-Nya. Dan tetaplah bersabar jika hidup nestapa, sambil tetap berikhtiar.
Wassalam,
SangPenging@T
Selasa, September 10, 2013
Siapa sih Aku Ini?
Sedikit membingungkan! Ngapain sih pakai nanya segala? Apakah orang harus tahu siapa aku? Aku yang menulis judul artikel ini, ya terserah aku pula yang mau menjawabnya atau tidak. Ok kalau begitu. Aku teruskan saja.
Betul-betul membingungkan? Ah, sebenarnya tidak. Tidak harus bingung, karena sudah jelas, aku adalah anaknya manusia. Anak bapak dan ibuku. Aku orang beriman, bukan golongan kafir. Dulu bolehlah orang menyebut aku Islam keturunan. Tapi sekarang aku Islam karena keyakinan yang mantap dari lubuk hati yang paling dalam. Boleh jadi kalau kulitku teriris, lalu darahku mengucur. Maka InsyaAllah darahku akan mengucapkan "Laa ilaha illa Allah". Subhanallah...
Dan aku bukan anak binatang. Tapi sifat kebinatangan kadang-kadang suka muncul dalam sifatku. Oh ya? Sungguh menyeramkan. Bukankah manusia adalah binatang yang berakal. Maka jika manusia tidak menggunakan akalnya, bisa jadi sifat kebinatangan yang timbul ke permukaan. Ganas!
Adakah hewan yang sabar ketika lapar. Yang kutahu kucing dan ikan hias punya sifat sabar, untuk soal makan. Tapi jika nafsu sexnya membara, kucing jantan akan mengeong kencang dan mengejar kucing betina sampai dapat. Sulit membendung nafsu kucing jantan. Dan jangan coba-coba menjulurkan tangan ke dalam aquarium yang berisi ikan arwana yang lapar. Berbahaya!
Begitu juga dengan aku manusia. Soal nafsu, manusia agak mirip dengan hewan. Agama, hati nurani dan akal sehatlah yang mampu membendung sifat kebinatangan seorang manusia.
Siapa aku? hmm sudah terurai sedikit dengan penjelasan di atas. Selebihnya? terserah Anda. Lho, kok terserah sih! Teruskan dong. Ok no problemo.
Sekarang mengenai cita-citaku. Waktu SD, cita-citaku jadi pilot. Waktu SMP, nggak punya cita-cita. Waktu SMA, cita-citanya ingin jadi seniman (khususnya Desainer Graphic atau tukang gambar). Waktu kuliah di UNAS, ingin jadi diplomat. Dan sekarang ketika dewasa, aku bercita-cita ingin masuk surga. Eh, itu mah bukan cita-cita. Lho? memangnya "masuk surga" bukan sebuah cita-cita? Itu adalah harapan. Oh begitu toh? Ya sudahlah kalau begitu aku ingin jadi ahli surga. Eh, sok kali kau! Salah lagi, ya sudahlah terserah pembaca sajalah.
Yang pasti cita-citaku kini ingin sekali jadi motivator hebat! ck.. ck.. ck... Boleh dong? boleh, boleh, boleh... Ok kalau boleh dan bisa, sejatinya aku ingin sekali menjadi motivator agar orang (termasuk aku tentunya) paham tentang surga dan neraka.
Yaa Rabb, tunjukkanlah aku jalan yang lurus, jalan yang Engkau ridhoi, bukan jalan yang Engkau murkai. Aamiin...
Wassalam,
SangPenging@T!
Betul-betul membingungkan? Ah, sebenarnya tidak. Tidak harus bingung, karena sudah jelas, aku adalah anaknya manusia. Anak bapak dan ibuku. Aku orang beriman, bukan golongan kafir. Dulu bolehlah orang menyebut aku Islam keturunan. Tapi sekarang aku Islam karena keyakinan yang mantap dari lubuk hati yang paling dalam. Boleh jadi kalau kulitku teriris, lalu darahku mengucur. Maka InsyaAllah darahku akan mengucapkan "Laa ilaha illa Allah". Subhanallah...
Dan aku bukan anak binatang. Tapi sifat kebinatangan kadang-kadang suka muncul dalam sifatku. Oh ya? Sungguh menyeramkan. Bukankah manusia adalah binatang yang berakal. Maka jika manusia tidak menggunakan akalnya, bisa jadi sifat kebinatangan yang timbul ke permukaan. Ganas!
Adakah hewan yang sabar ketika lapar. Yang kutahu kucing dan ikan hias punya sifat sabar, untuk soal makan. Tapi jika nafsu sexnya membara, kucing jantan akan mengeong kencang dan mengejar kucing betina sampai dapat. Sulit membendung nafsu kucing jantan. Dan jangan coba-coba menjulurkan tangan ke dalam aquarium yang berisi ikan arwana yang lapar. Berbahaya!
Begitu juga dengan aku manusia. Soal nafsu, manusia agak mirip dengan hewan. Agama, hati nurani dan akal sehatlah yang mampu membendung sifat kebinatangan seorang manusia.
Siapa aku? hmm sudah terurai sedikit dengan penjelasan di atas. Selebihnya? terserah Anda. Lho, kok terserah sih! Teruskan dong. Ok no problemo.
Sekarang mengenai cita-citaku. Waktu SD, cita-citaku jadi pilot. Waktu SMP, nggak punya cita-cita. Waktu SMA, cita-citanya ingin jadi seniman (khususnya Desainer Graphic atau tukang gambar). Waktu kuliah di UNAS, ingin jadi diplomat. Dan sekarang ketika dewasa, aku bercita-cita ingin masuk surga. Eh, itu mah bukan cita-cita. Lho? memangnya "masuk surga" bukan sebuah cita-cita? Itu adalah harapan. Oh begitu toh? Ya sudahlah kalau begitu aku ingin jadi ahli surga. Eh, sok kali kau! Salah lagi, ya sudahlah terserah pembaca sajalah.
Yang pasti cita-citaku kini ingin sekali jadi motivator hebat! ck.. ck.. ck... Boleh dong? boleh, boleh, boleh... Ok kalau boleh dan bisa, sejatinya aku ingin sekali menjadi motivator agar orang (termasuk aku tentunya) paham tentang surga dan neraka.
Yaa Rabb, tunjukkanlah aku jalan yang lurus, jalan yang Engkau ridhoi, bukan jalan yang Engkau murkai. Aamiin...
Wassalam,
SangPenging@T!
Langganan:
Postingan (Atom)