Adsense
Rabu, Desember 21, 2011
Yang Penting Bergerak, Bukan Hanya Mimpi DoanK!
Mimpi ada bermacam-macam. Mimpi jadi orang sukses, mimpi bercinta, mimpi horor dan mimpi lucu. Pada umumnya mimpi adalah hitam putih alias tidak berwarna. Pernahkah anda bermimpi full color? Pertanyaan ini pertama kali kudengar dari dosen di ISI Yogyakarta dulu. Benar-benar sebuah pertanyaan yang mengagetkan. Lalu pikiranku mencoba mengingat keras, ternyata hasilnya aku pernah bermimpi melihat sedan berwarna merah. Aha!
Umumnya kalau kita tanyakan kepada orang yang sukses, atau yang tiba-tiba sukses, mereka kompak menjawab,"benar-benar nggak pernah mimpi aku bisa sesukses ini!" Mendengar itu aku hanya bergumam, "Ah, masak sih?"
Ini betul-betul diluar kenyataan yang ada di buku-buku tentang kiat sukses. Coba baca deh, biasanya terselip anjuran penulisnya agar kita harus membayangkan atau memimpikan apa-apa yang kita cita-citakan di dalam pikiran kita dengan kuat-kuat. Kalau perlu tulis besar-besar dan tempelkan di dinding kamar tidur, meja kerja atau WC.
Namun ada juga beberapa orang sukses yang jujur mengakui dia memimpikan apa-apa yang diinginkan agar terwujud di depan mata. Artinya bermimpi dan terus menanamkan kuat-kuat mimpinya itu dengan tindakan. Bukan sekedar mimpi saja.
Membangun kesuksesan itu harus dengan cara kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas dan kerja ikhlas! demikian kata Sandiaga S. Uno. Siapa dia? Dia adalah pengusaha muda, usianya baru 42 tahun namun sudah dinobatkan sebagai orang terkaya no.27 di Indonesia versi majalah Forbes edisi Desember 2010. Kekayaannya 795 juta US Dollar. Luar biasa!
Oh begitu toh mas Sandi? tanyaku dalam hati. Pantas dia jadi orang terkaya. Rupanya, itu kiatnya. Disamping itu, perlu membangun jejaring pertemanan yang bisa saling bersinergi dengan baik. Plus belajar dengan guru yang mumpuni.
Sementara ini aku masih begini-begini saja. Mungkin kalau tahun 2011 ini ada sensus peringkat kekayaan di antara keluarga Ahmad Ludjito (alm.), aku termasuk urutan paling bawah! hehe.hehe...
Kalau kupikir-pikir ternyata sampai detik ini, aku termasuk jagoan mimpi. Tapi belum kuat dalam mewujudkan mimpi-mimpi itu. Mengapa? Mungkin karena aku sudah termakan bujuk rayu setan. Bukankah setan selalu memanjangkan angan-angan manusia? Mereka selalu berbisik, "nanti saja, ...besok saja, ...kapan-kapan saja!" atau dengan sedikit memaksa dia berbisik keras "besok kan masih ada hari?"
Akhirnya penundaan itu selalu mewarnai kehidupanku. Namun mulai sekarang ini aku bertekad kuat bulat-bulat untuk melawan segala bentuk penundaan itu! Contohnya ini, aku terus menulis setiap pagi di halaman catatan Facebook-ku. Pokoknya terus menulis, mau dibaca atau diabaikan, mau dikomentari atau didiamkan, mau di-"like" atau tidak. Masa bodoh! Yang penting aku menuangkan segala apa yang ada di otakku dan di hatiku. Syukur-syukur ada manfaatnya buat pembaca. Kalau pun tidak, ya sudahlah campakkan saja jauh-jauh!
Wassalam,
SangPenging@T
m fajar irianto ludjito
FB:3 September 2011 pukul 7:43
Senin, Desember 19, 2011
San Diego Hills
Kawasan pemakaman itu, seperti saya saksikan dalam tayangan di sebuah stasiun TV swasta, tertata apik. Kontur kawasannya berbukit. Nuansa hijau rerumputan terhampar sejauh mata memandang. Di selingi pepohonan rindang dan tanaman berbunga yang tumbuh asri berkelompok tertata rapi. Layaknya surga dunia. Kuburannya juga didesain seapik mungkin dan penataannya terlihat cantik. Ada pula restoran untuk para peziarah. Pokoknya mewah.
Semua agama tertampung di sana. Jadi ada kawasan pekuburan untuk orang Kristen, Katolik, Budha, Khong Hu Chu, serta Islam. Mungkin buat yang atheis ada pula. Lho kok? Kenapa tidak, selama itu menguntungkan dalam hitungan bisnis pengembangnya. Harganya pemakaman di San Diego Hill mulai puluhan juta hingga milyaran Rupiah. Ternyata setelah mati sebagian manusia rela mengeluarkan biaya yang luar biasa. Untuk kalangan berduit, nggak masalah. Toh ini tujuannya untuk membahagiakan orang tua yang sudah wafat.
Namun pertanyaannya apakah seindah itu suasana di dalam kuburan? Yang kita tahu keadaan di dalam tanah yang tertutup rapat adalah gelap hitam pekat, pengap tanpa udara. Berteman cacing, rayap dan hewan tanah lainnya. Tiada nafas kehidupan disana…
Kalau kita buka Al Quran dan hadits ternyata siksa kubur itu ada. Seperti dinyatakan dalam firman Allah: Adapun orang-orang yang kafir, maka akan Ku-siksa mereka dengan siksa yang sangat keras di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong(QS Ali Imran3:56). Dalam firmanNya yang lain dikatakan: Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta"(QS Ali Imran20:124).Kata Rasulullah yang dimaksud dengan “kehidupan yang sempit” dalam ayat itu adalah siksa kubur.
Nggak percaya dan mau bukti? Silakan mati dulu. Namun sayang Anda tak mampu bercerita kepada yang masih hidup ketika anda sudah masuk ke dalam liang kubur. Setelah dikubur Anda akan menunggu entah beberapa lama, tiupan sangkakala kedua oleh malaikat Israfil, untuk menghidupkan Anda kembali di alam baka.
Yang menemani kita nanti di alam kubur adalah segala amal saleh kita. Kita merasa tenteram di alam kubur karena amal ibadah kita. Namun jika lebih banyak dosa yang kita tanam selama hidup dan tidak beriman kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Swt, maka dosa-dosa itu akan berubah menjadi makhluk yang mengerikan dan terus menyiksa kita.
Ini sekedar bayanganku. Di dalam pusatnya bola bumi ini apa sih? Magma adalah intinya bumi. Magma adalah bebatuan yang panas membara dan terus bergolak di dalam inti bumi. Konon panasnya mencapai lebih dari 100 derajat celcius.
Lalu ada peti mati atau mayat terbungkus kafan yang di masukkan ke dalam tanah. Nah begitu lubang kuburan itu ditutup gundukan tanah. Kemudian tanah di dalam kuburan itu siapa tahu menjadi begitu lembeknya dan api magma bisa menembusnya. Akibatnya suasana dalam kubur layaknya seperti dalam oven. Aaccchhhhh panassssssssss…!!! Itu untuk orang yang dosanya nauzubillahi min dzalik. Sungguh mengerikan aku membayangkannya. Ah bayanganku kok jadi menyeramkan begitu ya?… Jauh dari suasana di atas kuburan yang tampak asri dan sejuk.
Tapi tanah di dalam kuburan itu jadi semakin tebal sehingga api magma tak dapat menembusnya karena amal ibadah dan pahala yang dikumpulkan oleh sang mayit selama hidupnya. Beruntunglah jenazah yang demikian. Jenazah orang yang beriman, rajin beribadah dan beramal saleh. Serta tidak menduakan Allah Swt. Semoga kita mati dalam keadaan khusnul khotimah (baik). Tidak dalam keadaan kafir dan dimurkai oleh Allah Swt.
Tiba-tiba terdengar suara adzan mengumandang sehingga aku tersentak dari lamunan bayanganku itu. Aku merenungi diriku di atas sajadah panjang yang tergelar pada sebuah masjid. Sudah berapa banyakkah amal ibadah yang kukumpulkan untuk bekal kepulanganku ke kampung akhirat?… Yang pasti bukan di San Diego Hill. Karena tak mampulah keluargaku memakamkanku di sana…
Pernah diterbitkan di catatan facebook; pada 28 September 2010
Senin, September 19, 2011
Jempol dan kawan-kawannya
Suatu ketika saat aku mengendarai mobil berpapasan dengan mobil lain di sebuah pertigaan jalan. Kemudian segera kuinjak pedal rem, tumben secara reflek tangan kananku segera kuangkat sambil mempersilahkan mobil di depanku untuk jalan duluan. Gerakan tanganku layaknya gerakan tangan petugas hotel bintang lima yang mempersilahkan tamunya masuk dengan takjim.
Aku kaget dengan reaksi pengemudi itu, dua sejoli pasangan muda. Pengemudinya pria tampan berkacamata hitam, di sebelahnya duduk gadis belia nan cantik berambut panjang. Dia membalasnya dengan mengacungkan jempolnya ke arahku sambil tersenyum. Lalu kubalas dengan anggukan kepala. Dan mobil jeepnya pun segera berlalu. Senang hatiku melihat kejadian tadi.
Sebuah acungan jempol tadi menyiratkan berbagai isyarat. Yang jelas dia senang aku beri kesempatan jalan lebih dulu. Atau bisa pula menyatakan aku pengemudi jempolan yang santun(ck ck ck). Ringkasnya jempol ke atas menunjukkan isyarat anda hebat!
Tapi seandainya suatu saat anda sedang naik motor, tiba-tiba ada motor lain yang melaju nyaris menyerempet Anda, lalu tangan pengendara motor itu diacung-acungkannya ke arah Anda dengan posisi jempol terbalik. Tentu itu adalah sebuah isyarat ejekan. Apa reaksi Anda?
Macam-macam tentunya. Bisa segera mengejarnya dan menghadiahi bogem mentah. Atau mengelus dada sambil berdoa semoga dia tidak celaka! Terserah Anda sajalah. Jadi jangan main-main dengan jempol Anda. Pertanyaannya seberapa seringkah Anda menghadiahi jempol kepada lawan bicara Anda? Kan ada tuh gambar jempol di facebook sebagai comment Anda terhadap tulisan/status kawan. Padahal tinggal “klik” saja malasnya bukan main. Apalagi untuk menulis komentar. Betul, kan?
Namun jangan mentang-mentang jari jempol itu istimewa, lalu ketika kita shalat pas duduk dan membaca kalimat tasyahud kita menggerakkan jempol bukannya jari telunjuk. Repot jadinya. Bisa-bisa jamaah sebelah kiri kanan kita terganggu dan berujar “uhg.. lagi stress nih orang!”
Allah menciptakan jari jemari kita dengan tugas-tugas yang berbeda. Jari telunjuk menunjukkan wibawa. Sebuah perintah cukup dengan satu jari telunjuk. Jari telunjuk seorang guru yang ditempelkan ke bibir sambil mata melotot sudah cukup membuat seisi kelas yang semula gaduh menjadi senyap. Jari manis untuk menyematkan cincin tanda cinta sepasang kekasih. Kelingking dengan kuku yang tersembul sedikit berfungsi untuk ngupil dan ngorek kuping. Jari tengah? Maaf untuk bagian bawah. Eits, maksudku untuk membersihkan saluran buang sehabis kita BAB. Luar biasa ya jari jemari tangan kita?
Melihat jari jempol dan kawan-kawannya berfungsi dengan baik dan lincah, kita patut bersyukur kepada Allah Swt.
Artikel ini pernah diterbitkan di Catatan Facebook M Fajar Irianto Ludjito pada 24 Oktober 2010 jam 4:16
Rabu, Juli 20, 2011
Menyambut Bulan Suci
Apabila diumpamakan sebagai tamu maka bulan Ramadhan ini, pantas disebut sebagai tamu agung/istimewa. Dan sebagai tuan rumah yang baik, sudah selayaknya kita harus menjamunya dengan sepenuh hati. Menjamu bulan Ramadhan artinya kita harus berpuasa dengan khidmat, dan meningkatkan amal ibadah lebih hebat lagi ketimbang di bulan-bulan yang lain.
Bulan Ramadhan disebut pula sebagai bulan suci. Kalau main plesetan kata, maka kata "suci" bisa diplesetkan menjadi "cuci". Artinya bulan dimana kita mencuci bersih hati, pikiran dan perbuatan kita selama sebelas bulan yang lampau dari segala kotoran dosa, kecil maupun yang besar. Dengan harapan setelah Ramadhan, tepat di tanggal 1 Syawal kita terlahir sebagai layaknya bayi yang bersih bebas dari dosa. Hmmm... nikmat bukan? Tapi tentu "syarat dan ketentuan berlaku" dong. Seperti bunyi kalimat yang biasa kita jumpai dalam iklan undian berhadiah.
Artinya apa? Jangan mentang-mentang sudah berpuasa tapi nggak pol, sudah sedekah tapi secuil lalu berharap bisa bebas total dari dosa layaknya bayi baru mbrojol. Tentu tidak sesederhana itu. Allah punya pertimbangan yang ketat. Dan itu diluar perkiraan kita manusia biasa.
Puasa tingkat awam, hanya sekedar menahan makan dan minum. Mata masih jelalatan, lihat cewek berpakaian minim masih sukar menghindarinya untuk tidak melirik.
Puasa tingkat khusus, selain menahan lapar dan haus, mengekang pula panca indera yang lain. Artinya telinga, hidung, dan tangan ikut pula berpuasa. Dan puasanya tingkat yang paling istimewa, adalah ikut mem-puasa-kan hati. Alangkah indahnya kalau kita setiap tahun bisa meningkatkan kualitas puasa kita, tidak semakin menurun kualitas puasa kita. Bisakah?
Tanggal satu Ramadhan tahun ini diperkirakan jatuh bertepatan dengan satu Agustus 2011. Berarti tinggal beberapa hari lagi kita menjalani ibadah puasa. Patut kita syukuri, sebagai orang yang beriman, bila kita bisa menikmati jamuan bulan suci Ramadhan. Nah bila diibaratkan sebuah hidangan, maka bulan suci Ramadhan adalah jamuan dari Allah yang dihidangkan khusus buat orang yang beriman kepada Allah Swt. Orang kafir? No way!
Sambutlah bulan suci dengan hati gembira, tawadhu, penuh rasa syukur. Surga merindukan orang-orang yang berpuasa. Sebaliknya neraka menyukai orang-orang yang menentang dan menantang-Nya, dengan tidak berpuasa.
Minggu, Juni 05, 2011
Puasa Senin-Kamis
Manfaatnya? Jelas ada, tidak mungkin Nabi Muhammad Saw mengajarkannya kalau tidak ada faedahnya. Yang kurasakan nafsu sedikit demi sedikit bisa dikendalikan, terutama nafsu makan! Tapi “nafsu” untuk ibadah semakin bergelora. Sekaligus puasa sebagai jalan untuk melatih kesabaran.
Sehingga pengendalian hawa nafsu kita tidak hanya di bulan Ramadhan saja. Tapi setiap minggunya pun diusahakan untuk ada pengendalinya yakni puasa Senin-Kamis.
Puasa Senin, bisa menjadi rem cakram yang pakem dalam melakukan segala aktivitas di awal pekan. Paling tidak mengingatkanku agar tidak mengumbar nafsu duniawi. Disamping mengirit makan siang. Sekaligus untuk memaksa perut istirahat sejenak dan mulut berhenti mengunyah setelah hari Sabtu dan Minggu berpesta pora makan sepuasnya di akhir pekan.
Tentu saja “makan sepuas”nya berlaku, kalau ada undangan resepsi pernikahan kerabat atau tetangga, atau ada arisan keluarga. Plus sedang punya duit ekstra buat makan di restoran cepat saji, seafood ataupun menikmati masakan padang kesukaanku dan keluarga. Yang biasa kuteriakkan di sana, “Tambo ciek lai!” hehe..he.
Puasa Senin-Kamis membuatku merasa dekat dengan Allah Swt. Hati menjadi peka dengan getaran cinta Ilahi. Nafsu duniawi jadi tertata. Do’a pun Insya Allah cepat dikabulkan-Nya.
Kalaupun belum terkabul yakinlah Allah punya rencana lain yang lebih bagus buat kita.
Tantangan puasa Senin Kamis jangan dianggap enteng. Buktinya? Anda sampai detik ini belum menjalankannya, bukan? (Jika sudah, Alhamhamdulillah… Anda patut diacungi dua jempol!)
Yang aku rasakan berat karena setiap hari Senin dan Kamis harus stop sarapan pagi! Menghentikan suatu kebiasaan bukan perkara gampang.
Aroma teh manis panas atau pun secangkir kopi instan yang diseduh oleh anggota keluarga yang tidak berpuasa, membangkitkan selera untuk ikutan menyeruputnya. Apalagi sarapan pagi bubur ayam ataupun nasi uduk cukup menggoda selera, belum lagi aroma lezat masakan istri tercinta tercium dihidung ini. Wow! Sehingga kalau tekad puasa tidak kuat bisa menunda puasa hari Senin dan Kamis.
Untuk sahur aku tidak terlalu direpotkan musti menyiapkan hidangan komplit. Minimal seteguk air putih. Atau kalau mau menjaga kondisi tubuh agar tetap fit, bisa minum segelas susu plus telur rebus, dan dua potong roti tawar yang diolesi mentega plus selembar keju. Mie instan? Boleh kalau ada. Prinsipnya, hati ini jangan merasa diberatkan atau disibukkan dengan hidangan sahur!
Puasa Kamis, bisa menjadi pengingatku untuk menyongsong malam mulia dan hari penuh berkah, yakni hari Jum’at. Dan aku merasakan ketika selesai puasa Kamis, serasa habis puasa sebulan penuh. Lalu merayakan kemenangan melawan hawa nafsu itu dengan melaksanakan shalat Jum’at berjamaah di masjid. Uih, seru! Rasanya lebih mantap ketika shalat Jum’at didahului dengan berpuasa hari Kamis. Nggak percaya? Silahkan coba sendiri. Dan rasakan sensasinya puasa Senin-Kamis. Luar biasa!
Wassalam,
SangPenging@t!
Minggu, Mei 22, 2011
Sang Pengingat!
Ketika masa sekolah, kita sering disuruh guru menghafal suatu rumus, istilah atau apapun yang berkaitan dengan pelajaran. Yang hafalannya pas betul dengan teks maka mendapat nilai tinggi. Yang tidak pandai menghafal dapat nilai buruk. Ganjarannya tak naik kelas. Beruntunglah yang punya otak encer. Yang otaknya pas-pasan, duduk di bangku paling belakang. Menerima nasib menjadi kasta terendah.
Menghafal atau mengingat itu penting. Saya baru menyadarinya belakangan ini. Karena apa? Orang banyak terkesima ketika mendengar seorang pembicara, ustadz atau guru yang ilmu pengetahuannya luas. Misalkan, dia bisa menjelaskan secara detil tentang sejarah perjuangan Nabi. Atau menerangkan sebuah teori yang rumit dengan bahasa yang sederhana. Hal itu bisa dilakukannya karena daya ingatnya yang baik.
Menghafal adalah kegiatan otak. Semakin sering otak dipakai untuk menghafal dan berfikir, otak akan semakin cerdas. Ibarat pisau bila rajin diasah maka akan semakin tajam. Murid yang malas menghafal dan berpikir maka ia akan mengandalkan contekan baik dari kertas mau pun dari teman.
Mengapa saya baru menyadarinya sekarang? Karena saya dulu ketika sekolah tidak gemar menghafal tapi suka menggambar. Akibatnya nilai pelajaran yang berkaitan dengan hafalan sangat buruk. Dan kini tidak boleh terulang untuk kedua kalinya. Lho, memang setelah selesai sekolah/kuliah masih ada yang harus dihafal atau diingat? Jelas masih ada dan banyak! Terutama yang berprofesi sebagai guru, dosen, ustadz. Pelajaran akan asyik diterima oleh murid/jamaah jika guru/ustadz menerangkan suatu teori atau persoalan dengan gamblang tanpa sering melihat buku teks.
Nah, karena manusia sering lupa, apalagi yang berkaitan dengan urusan agama Islam yang dipeluknya, tentulah sangat menarik untuk mengingatkannya. Mengingatkan manusia agar menjadi orang islam yang kaffah (beriman seutuhnya), memang tidak gampang. Ingatkan manusia tentang iman Islamnya, ibadahnya, akhlaknya, tentang fikih Islam, firman-firmanNya, serta hadits Rasullullah.
Kebetulan ilmu yang saya dalami adalah bidang desain komunikasi visual. Dengan demikian ilmu tersebut akan saya coba jalinkan dengan Al Quran dan hadits. Fokus perhatiannya adalah mengingatkan terutama tentang adanya surga dan neraka. Sebab manusia yang hidup di zaman modern ini tak jarang sering mengabaikan kehidupan akhirat. Padahal itu penting. Hidup di dunia bukankah hanya sebentar? Kehidupan akhirat itu abadi, selamanya.
Oleh karena itu disini saya ingin mencoba profesi baru (kalau boleh dikatakan sebagai profesi) menjadi "sang pengingat". Semoga kiranya Allah meridhoi usaha saya ini. Dan senantiasa memberikan petunjuk agar kita selalu berada di jalan yang lurus. Dijauhkan dari siksa api neraka dan digolongkan menjadi ahli surga. Amin.
Tulisan ini pernah aku muat di facebook-ku// pada kamis, 23 September 2010
Selasa, April 26, 2011
Kacamata
Dunia ini masih akan terus berputar pada porosnya, maka dari itu manusia harus terus beraktivitas. Termasuk bengong atau pun melamun tetap itu dinamakan aktivitas. Masak sih? iya, itu namanya aktivitas diam!
Manusia hidup dengan segala macam aktivitasnya. Sesuai dengan profesi yang digelutinya. Tujuannya? Macam-macam. Ada yang untuk mencari uang buat kehidupannya, sebagai ekspresi diri atau untuk mencari popularitas.
Tanpa uang hidup seolah tak punya daya. Tapi ingat dalam hidup ini yang lebih utama adalah mencari ridho Allah, dalam setiap langkah kita beraktivitas. Sebab kalau Allah sudah ridho, maka Insya Allah kita tetap berada di jalan yang lurus. Artinya senantiasa dalam hidayahNya. Jauh dari sentuhan godaan sang penggoda!
***
Jika mata masih normal, kacamata pun diperlukan. Namanya kacamata gaya, alias kacamata buat tampilan biar macho untuk yang laki-laki dan supaya terlihat cantik buat yang wanita.
Mata menggambarkan rasa hati. Hati yang berduka, mata akan berkaca-kaca. Hati yang penuh amarah, mata menjadi merah!
Untuk melihat hikmah suatu peristiwa dalam kehidupan yang kita alami, maka kita tidak bisa menggunakan kacamata bermerk dengan harga selangit. Tapi yang kita butuhkan adalah "kacamata" batin yang jernih.
Lebih terasa menyakitkan bila kita melihat sukses orang lain dengan kacamata "iri, dengki" dan "syak wasangka".
Melihat diri selalu menderita. Belum juga sukses. Janganlah menggunakan kacamata "kufur". Tapi gunakanlah kacamata "syukur". Itu lebih bermanfaat, bung!
Allah tidak akan menguji seseorang diluar batas kemampuannya. Ingatlah itu sobat. Kalau ujian dirasakan terus mendera, berarti kita akan naik tingkat.
Minimal derajat ketaqwaannya, jika kita bisa lulus dari ujian kehidupan ini. Sukses di akhirat ( bisa masuk surga )jauh lebih utama ketimbang sekedar sukses dunia.
Sukses dunia paling-paling seputar harta, tahta dan wanita(keluarga). Godaan dunia yang bisa menggelincirkan kita nyemplung ke neraka juga sekitar itu juga.
Alangkah indahnya hidup ini jika kita mampu menggunakan kacamata hati yang pas. Diantaranya; kacamata "taqwa" dan kacamata "ikhlas".
Kamis, Maret 17, 2011
Kiriman Uang Untuk Ibu
ADA rasa jengkel dan menyesal, ketika melihat isi celengan yang barusan aku hempaskan ke lantai. Rasa bangga akan punya uang banyak sirna seketika.
Beberapa hari sebelumnya, celengan kakak sepupuku pecah berkeping-keping jatuh ke lantai. Tangan simbok tak sengaja menyenggolnya. Wow! Berlimpah-ruah uangnya. Campur baur antara uang kertas dan uang logam.
Akibat kejadian itu, aku jadi tak sabar ingin segera melihat isi celenganku juga. Kepada Ibu aku merengek agar dibolehkan untuk memecahkan celenganku.Celengan kami terbuat dari tembikar berbentuk macan. Sedangkan punya Wawan, kakak sepupuku, berbentuk ayam.
Mendengar rengekanku, Ibu memberi syarat tegas: “Boleh dipecah jika isi celengan sudah penuh!” Tetapi aku tak mengindahkannya. Aku terus merengek sampai bosan Ibu mendengarnya. Hingga akhirnya diluluskan juga permintaanku. Sip!
Dengan sigap aku ambil celenganku. Tak lama kemudian terdengar bunyi celengan terhempas, membelah keheningan pagi. Suaranya keras seperti suara ledakan mercon! Mengagetkan Ibu dan seisi rumah.
Isinya? Meleset jauh dari perkiraanku. Tidak ada setengahnya dibandingkan punya Wawan. Peristiwa itu terjadi sewaktu aku belum sekolah di kota Secang dekat Magelang.
Ibu sudah mengenalkan pentingnya menabung sejak aku kecil. Tapi sifat borosku pun tumbuh sejak aku mengenal uang. Suka jajan, malas menabung! Dulu di tahun 70-an bank pemerintah mengeluarkan Tabanas (Tabungan Nasional) dan Taska (Tabungan Asuransi Berjangka). Dan aku pernah punya Tabanas tapi jumlahnya lambat naiknya.
LULUS dari Sekolah Dasar, Ayahku pindah tugas, menjadi dosen tamu di Mahidol University di Bangkok. Sekeluarga boyongan ikut Ayah tinggal di Ibukota Thailand, Bangkok selama dua tahun.
Aku dan tiga adikku bersekolah di Sekolah Indonesia Bangkok. Aku SMP, adikku SD. Karena penghasilan Ayah tidak berlebihan, maka kami hidup musti hemat. Ibu pandai menyiasati agar kami cukup makan, bayar sekolah. Serta rekreasi sesekali.
Di kota Bangkok aku sering melihat stiker dengan tulisan “we accept here!” dan di bawahnya ada logo kartu kredit, ditempel di depan hampir semua toko cenderamata atau mal dan supermarket. Dulu aku belum tahu apa manfaatnya kartu kredit itu. Pikirku itu mungkin hanya buat orang kaya. Sebab Ayahku tidak pernah punya.
Gaji Ayah ditransfer oleh ford foundation lewat bank. Sebab kalau kebetulan sedang liburan sekolah, kadangkala Ayah mengajakku untuk menemaninya mengambil gajinya di sebuah bank. Itulah pertama kalinya aku mengenal kata transfer.
DUA puluh dua tahun kemudian setelah dari Bangkok, aku berada di samping Ayah yang terbaring lemah di ruang ICU, RS Dr. Kariadi Semarang. Ayah tiba-tiba terserang stroke tatkala tidur di suatu malam. Empat hari Ayah koma, lalu sadar meski tetap lemah.
Setelah pensiun Ayah lebih senang menetap di Semarang, ditemani Ibu dan adikku yang bungsu Achie. Aku dan tiga adikku yang lain tetap tinggal di Jakarta, tempat Ayah bertugas sepulang dari Bangkok. Meski dipisahkan jarak kami tetap saling berkomunikasi lewat telepon.
Pentingnya menabung baru terasa kalau ada keperluan mendadak, seperti saat aku tiba-tiba harus menghadapi Ayah yang sedang dirawat di rumah sakit. Apalagi kini di setiap rumah sakit besar, mudah ditemukan gerai ATM beberapa bank. Sehingga jika perlu uang untuk menebus obat tinggal ambil di ATM.
Jangan bawa uang tunai banyak-banyak di rumah sakit. Rawan!, begitulah nasehat seseorang yang kujumpa tatkala menunggui Ayah.
Pada hari keenam sewaktu Ayah dirawat di rumah sakit, aku dan adikku mohon pamit kepada Ibu dan Ayah, untuk berangkat ke Jakarta. Kami sudah harus masuk kerja.
“Semoga Ayah lekas sembuh ya… aku mohon maaf kalau banyak salah sama Ayah. Insya Allah minggu depan aku ke Semarang lagi” bisikku di telinga Ayah.
“Ayah… minta maaf juga,” ucap Ayah dengan suara lirih terbata-bata nyaris tak terdengar.
“Hati-hati di jalan,” ucap Ibu menahan tangis menatap kepulangan kami ke Jakarta.
KERETA Api Senja Utama Bisnis, tiba terlambat di Stasiun Gambir, sehingga aku putuskan untuk langsung saja ke kantorku. Sedangkan adikku turun di Stasiun Jatinegara.
Sebelum sempat kaki melangkah memasuki pintu utama kantor, aku berpapasan dengan temanku di halaman kantor.
“Lho… belum dengar kabar?” katanya dengan wajah keheranan melihat aku masuk kantor hari itu.
“Kabar apa?” tanyaku penasaran dan jantung tiba-tiba berdegup kencang.
“Ayahmu… telah meninggal! Jam sebelas tadi malam,” katanya dengan hati-hati.
“Apa? Meninggal?” kataku seakan tak percaya.
“Iya, betul! Tadi pagi aku yang menerima kabar interlokal dari Semarang,” jawabnya tegas agar lebih meyakinku.
“Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun…”
Lunglai badanku seketika! Mendengar berita duka itu. Kemudian segera aku pulang ke rumah. Setelah beres semua, cepat kucegat taksi. Bergegas aku ke bandara Sukarno-Hatta.
Sesampai di bandara, aku segera berlari menuju mesin ATM. “Hah!!?” terbelalak mataku melihat selembar kertas putih bertuliskan “Mohon maaf, mesin ATM sedang ada gangguan” terpampang menutupi layar monitornya. Terbayang aku tak bisa hadir pada saat pemakaman Ayah. Gawat!
Kulirik arlojiku, jam keberangkatan pesawat tinggal dalam hitungan menit. Aku lemparkan pandangan melihat sekeliling kerumunan orang, adikku dan sanak famili sudah tidak ada di bandara. Mereka semua sudah berangkat ke Semarang.
Di tengah kepanikan di depan loket penjualan tiket, aku buka dompetku dan kulihat terselip kartu kredit di dalam dompet. Kartu kredit itu baru beberapa minggu aku miliki.
“Mbak, boleh pakai ini bayar tiketnya?” kataku setengah ragu, sambil menyorongkan kartu kreditku. Sebab ini untuk pertama kalinya aku membeli tiket pesawat dengan kartu kredit. Lagi pula jarang sekali aku bepergian naik pesawat.
“Boleh mas...” jawabnya dengan kenes.
Alhamdulillah. Lega perasaanku! Aku bisa terbang ke Semarang tepat waktu. Terasa betul manfaatnya kartu kredit di saat genting seperti ini.
Akhirnya aku bisa ikut Ibu dan adik-adikku serta sanak keluarga dan tetangga, bersama-sama mengantarkan Ayah ke tempat peristirahatannya yang terakhir di Bergota, Semarang. Semoga Ayah khusnul khotimah.
INDONESIA didera krisis moneter, setahun setelah ayah meninggal, tahun 1998. Ekonomi keluargaku pun ikut morat marit. Aku terkena imbas pengurangan karyawan. Di PHK! Pahit rasanya. Istriku mulai ikut menopang keuangan keluarga. Dia bekerja sebagai guru honorer. Dan aku bekerja serabutan.
Tak jarang Ibu mengirimi uang sekadarnya untuk menambah kebutuhan keuangan keluargaku. Aku terharu atas kebaikan Ibu yang senantiasa hadir di saat aku membutuhkan.
Kartu kredit aku tutup. Aku tidak ingin terjerat hutang bergulung-gulung.
Tiga tahun sesudah Ayah meninggal, Ibuku divonis oleh dokter menderita gagal ginjal. Tidak ada jalan lain, harus cuci darah! Sudah kronis kondisi ginjalnya.
Ibu menjalani cuci darah setiap hari Senin dan Kamis. Sudah berjalan selama lima bulan. Hingga suatu hari aku mendapat interlokal dari adikku Achie, yang mengabarkan Ibu tidak sadarkan diri sejak dini hari. Dan aku katakan padanya secepatnya aku akan ke Semarang.
SUDAH sebulan ini aku jadi “orang kantoran” setelah lebih dari satu tahun menganggur. Aku diterima kerja di sebuah biro iklan di kawasan segitiga emas, Jakarta.
Dan hari ini hatiku merasa bahagia, karena aku gajian lagi setelah sekian tahun tidak mendapatkannya secara tetap dan tak pernah memberi Ibu uang. Aku bersyukur kepada Allah.
Dalam hati aku berjanji, mulai sekarang aku akan rutin mengirimi Ibu setiap bulan. Apalagi kini Ibu hidup hanya mengandalkan uang pesiun almarhum Ayah dan harus menjalani cuci darah pula.
Begitu menerima amplop gaji pertama dari bagian keuangan. Segera aku memacu motorku, tancap gas ke bank terdekat. Aku ingin secepatnya mentransfer ke rekening Ibu.
Di tengah perjalanan menuju ke bank, handphone-ku berdering berkali-kali. Segera kupinggirkan motorku. Aku ambil handphone-ku dari sarungnya yang menempel di ikat pinggangku. Ternyata ada telpon dari adikku. “Mas, Ibu meninggal… ” ucap adiku terbata-bata.
Lemas tubuhku mendengar berita itu. Dunia serasa berhenti berputar. Sejuta bayangan kebaikan ibu berkelebatan di depan mata. Petuahnya terngiang di telingaku: ”Kau hiduplah yang rukun, hemat dan rajin beribadah!”.
Tanpa terasa airmataku menetes di pipi. Bergema firmanNya dikalbuku: “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS 63:11).
Dengan khusyuk kupanjatkan doa,” Ya Rabb… terimalah segala amal ibadah ibu, ampunilah segala dosanya, semoga ibu ditempatkan disisiMu yang terbaik.”
Sebuah cerpen dari SangPenging@T
Selasa, Maret 08, 2011
Aku Dan Buku
Kemudian jika ada sesuatu yang bermanfaat maka kita jadikan itu sebagai acuan/kiat untuk menjalani hidup ini. Apa pun profesi kita, umumnya ada buku yang bisa kita baca untuk menunjang keahlian kita. Dengan buku kita jadi tahu lebih banyak.
Seribu tantangan yang menghadang bisa kita hadapi dengan membaca dan mempraktekkan apa kata buku. Buku banyak ragamnya. Mulai dari pengetahuan umum sampai pengetahuan yang khusus.
Tanpa buku manusia tetap bisa hidup. Itu tak dimungkiri. Sebab untuk hidup, jasmani kita membutuhkan makan bukan sekedar baca buku. Makan itu penting, baca buku tak boleh diabaikan.
Orang yang membaca buku dan tidak, akan terlihat bedanya ketika menghadapi ujian kehidupan. Apalagi ujian sekolah!
Kesukaanku dengan buku sejak di bangku SD dulu. Hobiku adalah melihat cover-nya buku lalu gambar-gambar di dalamnya. Membacanya? Malas. Mungkin karena aku tak lancar membacanya. Seingatku aku baru bisa membaca ketika kelas dua. Luar biasa bodohnya? Boleh jadi.
Di pontianak dulu, aku merengek minta langganan majalah Bobo. Akhirnya dipenuhi oleh orangtuaku. Ketika datang edisi yang baru, aku hanya melihat gambarnya. Membacanya tidak telaten.
Buku bahasa Inggris yang kubeli sewaktu SD adalah Conversation in English. Hanya untuk dibeli dan dimiliki. Namun malas untuk dipelajari.
Ketika SMA, setali tiga uang. Alias sami mawon, membeli buku hanya untuk memenuhi perintah guru. Membacanya ogah-ogahan. Paling-paling kata pengantar, daftar isi lalu membaca isinya jika disuruh bapak dan ibu guru.
Setelah kutahu diterima di STSRI Asri (kini ISI Yogyakarta), maka tatkala aku mengunjungi pameran buku sekitar tahun 1982 aku membeli textbook judulnya “Advertising Theory and Practice” penulisnya Sandage dkk. Kuciumi buku itu, kulirik isinya dan jarang kubaca.
Baru terasa manfaatnya buku itu ketika aku menulis skripsi. Dengan susah payah kucerna isinya. Mataku melotot antara buku itu dan kamus. Pikiranku berusaha keras menangkap makna kalimat yang tertuang di buku itu. Sulit memang tapi tak bisa kuhindari. Aku tak ingin mengecewakan ayah, yang sudah bersusah payah membiayaiku kuliah dijurusan yang paling kusukai.
Aku suka dunia iklan, graphic design dan lukisan. Aku cinta dunia Islam. Dan aku senang sesuatu yang berkaitan dengan motivasi. Oleh karena itu koleksi bukuku ya seputar dunia itu.
Ayahku tatkala meninggal dunia, mewarisiku banyak buku agama. Ini memacuku untuk memperdalam Islam. Aku bermimpi bisa mewariskan buku tulisanku dalam bidang yang kucintai itu.
Bagiku buku yang istimewa sudah pasti adalah Kitab Suci Al Qur’an. Al Qur’an adalah pedoman dan tuntunan hidup manusia muslim yang bertaqwa.
Aku melazimkan membaca Al Qur’an setiap hari. Aku mengerjakannya seperti yang biasa orangtuaku lakukan sehabis shalat subuh. Tiada hari tanpa membacanya. Serasa ada yang kurang jika tak membacanya. Aku biasakan pula membaca terjemahannya. Ini dapat mengokohkan keimananku.
Untuk Anda yang belum biasa membaca Al Qur’an setiap hari. Yuk mulai hari ini kita latihan! Insya Allah, kalau sudah terbiasa nanti akan nyaman dan terasa nikmatnya membaca Al Qur’an. Jangan jadikan Al Qur’an hanya menjadi pajangan belaka. Sayang…bukan?
Tatkala membaca buku “Mukjijat Al Qur’an” tulisan M. Quraish Shihab, hatiku tersentuh ketika dia menuliskan pesan orangtuanya yang disampaikan sambil berbisik, “Bacalah Al Qur’an, seakan-akan ia turun kepadamu.”
Jumat, Januari 14, 2011
Tahun Baru 2011
Artikel ini telah diterbitkan di facebook_ku, pada 01 Januari 2011 jam 10:06
Sepanjang kita masih hidup, maka tahun baru selalu kita alami dan segera berlalu di depan kita. Tahun lama berganti tahun baru, disepakati ketika jarum detik melewati angka 12 pada tengah malam, pada setiap tanggal 31 Desember. Suasana malam tahun baru selalu meriah. Suara dentuman mercon bertubi-tubi, diiringi kembang api berwarna warni menghiasi langit malam. Suara terompet membahana di tengah-tengah keramaian orang-orang yang menyambut pergantian tahun. Begitu juga yang terjadi pada malam pergantian tahun 2010 ke tahun 2011.
Di seluruh kota metropolitan di dunia menyambut pergantian tahun dengan gegap gempita. Atmosfir dunia dipenuhi dengan kembang api berwarna warni. Di kota Sydney kembang api pecah menghias langit di atas jembatan Sydney. Di kota Taiwan kembang api berkilauan di seputar gedung tertinggi Taiwan Tower 101. Begitu juga di New York, Tokyo, Bangkok, HongKong dan di banyak kota lainnya.
Di Ibukota Jakarta, perayaan dipusatkan di pantai Ancol. Yang merasa kurang sreg menyambut pergantian tahun dengan hura-hura di hotel berbintang, maka lebih memilih mendatangi majelis zikir untuk mengagungkan asma Allah.
Atau ada yang lebih asyik merenungi diri di dalam kamar sendirian. Menghitung berapa banyak amal yang pantas dibawa sebagai bekal pulang ke kampung akhirat dan berapa banyak dosa yang telah dilakukan selama setahun yang lewat dan tak boleh diulangi lagi. Istilahnya menghisab diri sendiri sebelum hisab (perhitungan amal) nanti di alam akhirat. Lalu merancang target setahun ke depan, mau berbuat apa?
Tahun berganti, umur pun bertambah satu tahun. Sebetulnya bertambah atau berkurang sih umur kita? Dengan gizi yang baik, bolehlah diambil rata-rata umur orang Indonesia maksimal 80 tahun. Dan jika diibaratkan gunung maka puncaknya umur adalah 40 tahun. Jadi setelah umur empat puluh tahun maka hakikatnya umur kita mulai berkurang. Angkanya tetap bertambah tapi laksana bensin dalam mobil maka persediaannya lambat laun mulai menipis lalu habis sama sekali dan akhirnya mesin mobil akan mati. Artinya nyawa kita akan “habis”. Nyawa bukan bensin yang bisa diisi ulang setiap habis.
Sehingga ketika usia kita sudah di atas empat puluh tahun, lagu yang cocok dinyanyikan oleh anak-anak kita, cucu-cucu dan handai tolan ketika merayakan ulang tahun kita, syairnya musti berbeda. Bukan lagi “.. Panjang umurnya.. panjang umurnya”.
Semestinya syairnya begini, “… Ingat umurnya, ingat umurnya, ingat umurnya serta takwanya… amal shalehnyaaa...”. Sehabis meniup lilin, lalu kita suruh salah satu anak kita menyerahkan selembar kain kafan yang telah dibungkus rapi. Yang sudah kita siapkan jauh hari sebelumnya. Bagaimana, berani?
Tahun baru musti disikapi dengan tekad mengubur masa silam yang buruk dan terus gigih memperbaiki kualitas ibadah dan ketaqwaan kita kepada Allah Swt. Yang tadinya shalat di kala sempat, maka tahun ini sempat tidak sempat ketika mendengar adzan berkumandang cepat hentikan aktivitas dan segera dirikan shalat lima waktu tepat waktu. Tidak menunda-nunda lagi! Yang tadinya jika shalat suka sendirian, maka shalatlah secara berjamaah. Yang tadinya jika shalat subuh lebih suka di kamar tidur/kamar kost, maka segera singkirkan rasa malas untuk berangkat ke masjid.
Ayo campakkan selimut hangat itu, setan kemalasan bersemayam di sana. Setan akan terus menyelimuti kita dengan kenikmatan tidur yang akan menyeret kita ke jurang neraka saqar. Nauzubillah… Yang tadinya lebih suka baca koran ketimbang baca Qur’an, maka biasakan baca Qur’an dulu baru baca koran!
Yang tadinya baca Qur’an jika sempat, maka mulai sekarang baca Qur’an setiap pagi. Masak baca koran pagi setiap hari bisa, tetapi baca Qur’an setiap pagi malas. Minimal satu ayat. Satu ayat? Malu ah, yaa paling tidak satu ain atau satu halaman. Syukur-syukur bisa satu juz. Hebat! Ganti tahun, tambah umur sudah seharusnya iman semakin kokoh, amal shaleh semakin bagus. Bukan sebaliknya, iman semakin tergerus oleh perubahan zaman yang semakin edan.