Pada umumnya orang senang berandai-andai. Tidak terkecuali saya. "Andaikata..., seumpama..., kalau saja..., boleh jadi...", itulah kata awal yang sering dipakai orang. Terutama setelah mengalami nasib apes. Rugi. Nestapa, dll.
Orang yang tidak bisa membuat rencana. Hidupnya hanya main tubruk. Sukanya sekonyong-konyong. Nggak sabaran. Cenderung nantinya akan menggunakan kata yang beraroma "berandai-andai". Selalu mencari alasan untuk kegagalan yang menimpanya. Hal ini terjadi sesudah musibah menimpanya.
Jika sesuatu belum terjadi, maka kata "berandai-andai" kerap dipakai oleh orang yang suka mengkhayal. Dia cukup puas dengan mengkhayal saja, namun enggan mewujudkannya.
Sebentar lagi saya memasuki usia limapuluh tahun. Wow itu artinya sudah setengah abad saya berada di dunia yang fana ini. Sudah banyak saya berandai-andai. Susah menghitungnya. Keinginan saya sering melompat-lompat. Belum tuntas yang satu, sudah mau yang lain.
Sudah saatnya saya serius dengan kehidupan ini. Lima puluh tahun yang lampau sudah cukup bagi saya menjalani hidup dengan berandai-andai. Surga harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Tidak cukup dengan andaikata saya masuk surga. Ah, ini bujukan setan yang menyesatkan.
Saya bertekad, berketetapan hati mengisi hidup di tahun-tahun mendatang untuk tidak menyesal atas keputusan hidup yang sudah saya goreskan. Semoga Allah senantiasa membimbing apa yang saya putuskan, sehingga saya tidak lagi menggunakan kata-kata yang meninabobokkan, "Andaikata..., seumpama..., kalau saja..., boleh jadi...".
Penyesalan yang paling mendalam dan menyesakkan dada serta merobek hati, saya pikir adalah ketika kita ternyata dicemplungkan ke dalam neraka. Padahal kita yakin benar masuk surga. Nauzubillah...
Ya Rabb, Maha Pengasih, Maha Penyayang... Jangan masukkan hamba ke dalam golongan penghuni neraka. Berilah petunjuk kepadaku jalan menuju ke surga-Mu... jauhkan hamba dari godaan setan yang Engkau kutuk. Aamiin ya Rabbal aalamiin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar