Dan sampai kini aku tetap mengandalkan obat dokter setiap harinya.minum terus dan terus minum obat. Di waktu malam sebelum tidur, dan pagi hari selepas breakfast.
Dan tepat di hari ulang tahunku, sekitar pukul 12.40 siang, mertuaku (papih Zahidi) dipanggil oleh Allah Swt. Beliau tutup usia setelah sekitar seminggu di rawat di rumah sakit Muhammadiyah Siti Aminah, Bumiayu. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Semoga amal sholehnya diterima dan diampuni segala dosa-dosanya oleh Allah Swt.
Papih menderita sakit stroke ringan sudah lama, dan sejak sekitar setahun yang lalu papih terbaring di kasur. Sulit beraktivitas. Ketika sehat, perjuangan hidupnya keras. Menuntaskan pendidikan anak-anaknya. Bersama istrinya, ibunda Zaitun (almarhumah), mereka bergandeng tangan membesarkan enam anak-anaknya.
Dan hampir seminggu pula aku dan kakak beradik istriku, termasuk ibu Muayanah (istri ke dua papih), berada di samping papih saat beliau dirawat di rumah sakit. Sampai akhirnya kemudian papih dibawa pulang ke rumah di Balapusuh dengan ambulans . Dalam perjalanan pulang ke rumahnya, papih menghembuskan nafasnya yang terakhir. Diiringi doa ibu Muayanah. Ibu mendampingi papih di dalam mobil ambulans.
Begitulah manusia, mulai bernafas pertama kali saat dalam kandungan ibundanya dan menghembuskan nafasnya yang terakhir ketika sudah tiba saatnya dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.
Setelah dua malam ikut tahlilan bersama bapak-bapak dan remaja tetangga papih di Balapusuh. Semua anggota keluarga harus pulang ke tempat tinggalnya masing-masing, pada Sabtu pagi. Maklum hari Senin harus sudah masuk kantor. Ada yang ke Jakarta ada yang ke Yogyakarta.
Dalam perjalanan pulang ke Jakarta, aku sempat berbincang-bincang dengan mbak Elly (kakak tertua, istriku) dan suaminya mas Syamsuddin. Selepas shalat Ashar di sebuah rest area di tepi jalan tol Palimanan. Baru kutahu bahwa, ternyata dalam darah istriku mengalir darah orang ulama/ahli agama (?) yang terpandang. Ck ck ck... sehebat apakah itu? wow biarlah ini menjadi rahasia kami. Takut jika dikabarkan nanti ada unsur riya-nya disini.
Begitu pula dari darah ibu kandungku, ada mengalir darah biru. wow? seberapa birukah?Nah untuk yang ini juga biar menjadi rahasia kami ya... Takut pula ada aroma riya, sombong bin angkuh.
Yang jelas dulu biarlah dulu. Tapi tetap itu menjadi sejarah hidupku. Yang perlu dibangun adalah, "Siapa aku sekarang ini? dan "Di masa depan, nanti jadi seperti apa aku ini?". Dan mau dikenal sebagai apa, ketika aku sudah ada dalam pusara nanti. Itu yang penting!
Tapi jauh lebih penting dari itu, aku ingin sekali menjadi manusia takwa. Untuk itu memang tidak mudah. Dibutuhkan perjuangan yang gigih. Dan untuk itu aku masih harus terus berjalan, berusaha keras, entah sampai kapan. Yang pasti sampai hembusan nafas yang penghabisan. Keep your spirit, brO!
![]() |
Papih, Ibu Muayanah dan anaknya yang ke-empat (istriku). Photo tgl 8 Februari 2015 |
Wassalam,
SangPenging@T!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar