Hari jumat minggu lalu, 10 Januari 2014, ada dua peristiwa yang menggetarkan hatiku. Pertama, ketika aku dalam perjalanan berangkat subuhan, aku kaget melihat dari kejauhan Pak Selamat berjalan pelan tertatih-tatih tanpa alas kaki. Pulang ke rumah, bukan berangkat ke masjid.
Kulihat di bagian belakang baju kokonya kotor terlumuri lumpur got. Sarungnya juga basah plus kotor. Sandalnya terlepas dari kakinya. Dia rupanya baru saja jatuh terpeleset di pinggir gorong-gorong yang belum juga diperbaiki. Kasihan. Aku sempat mengiringi dia balik ke rumahnya. Tapi belum sampai rumahnya, dia menyuruhku untuk ke masjid saja. Sebab sebentar lagi akan adzan subuh.
Yang kedua, ketika shalat jumat, ada seorang jamaah yang tersungkur sampai dua kali. Sebaris denganku di shaf terdepan. Ketika imam membaca surah setelah Al Fatihah, terdengar suara keras "Gdebug!". Bagaikan suara buah nangka besar yang jatuh ke tanah. Kulirik mataku, jauh di sebelah kananku ada orang tersungkur, kepalanya membentur karpet lantai. Dia bergerak pelan lalu berdiri lagi, tak berapa lama jatuh lagi. Gedebug! Kasihan.
Jatuh di usia setengah baya cukup mengkhawatirkan. Macam-macam analisanya. Bisa darah rendah. Atau gejala stroke. Ah, mengerikan. Ini sungguh kutakutkan. Pada suatu shalat Jum'at, aku pun nyaris tersungkur. Tiba-tiba tubuh seperti mau sempoyongan. Pandangan nyaris gelap. Tapi untungnya aku segera pulih.
Tidak jarang kita mendengar berita orang meninggal gara-gara jatuh di kamar mandi. Jatuh dimanapun, bisa membawa kematian, jika memang sudah ajal.
Jatuh bisa berarti kekalahan. Sedang bertanding tinju, lalu tubuh tersungkur mencium canvas, panggung lantai bertinju, bisa pertanda kalah. Jika kita jatuh setelah kena bogem mentah dari lawan, lalu sampai hitungan ke sepuluh belum juga bangun, maka wasit meniup peluit panjang tanda kita KO!
Ternyata "jatuh" nggak bisa dianggap remeh, bro!
Wassalam,
SangPenging@T
Tidak ada komentar:
Posting Komentar