Pada tahun 2006 yang lampau aku pernah terkesima melihat seorang teman kerja yang baru kukenal. Orangnya masih muda, belum menikah. Shalat sunnah Dhuha selalu dilakukannya sebelum ia bekerja. Dan dia rajin menjalankan puasa Senin-Kamis. Aktivitas anak muda itu mengobarkan semangatku untuk bertekad melakukan puasa Senin Kamis secara rutin. “Masak yang tua kalah sama yang muda,” pikirku.
Manfaatnya? Jelas ada, tidak mungkin Nabi Muhammad Saw mengajarkannya kalau tidak ada faedahnya. Yang kurasakan nafsu sedikit demi sedikit bisa dikendalikan, terutama nafsu makan! Tapi “nafsu” untuk ibadah semakin bergelora. Sekaligus puasa sebagai jalan untuk melatih kesabaran.
Sehingga pengendalian hawa nafsu kita tidak hanya di bulan Ramadhan saja. Tapi setiap minggunya pun diusahakan untuk ada pengendalinya yakni puasa Senin-Kamis.
Puasa Senin, bisa menjadi rem cakram yang pakem dalam melakukan segala aktivitas di awal pekan. Paling tidak mengingatkanku agar tidak mengumbar nafsu duniawi. Disamping mengirit makan siang. Sekaligus untuk memaksa perut istirahat sejenak dan mulut berhenti mengunyah setelah hari Sabtu dan Minggu berpesta pora makan sepuasnya di akhir pekan.
Tentu saja “makan sepuas”nya berlaku, kalau ada undangan resepsi pernikahan kerabat atau tetangga, atau ada arisan keluarga. Plus sedang punya duit ekstra buat makan di restoran cepat saji, seafood ataupun menikmati masakan padang kesukaanku dan keluarga. Yang biasa kuteriakkan di sana, “Tambo ciek lai!” hehe..he.
Puasa Senin-Kamis membuatku merasa dekat dengan Allah Swt. Hati menjadi peka dengan getaran cinta Ilahi. Nafsu duniawi jadi tertata. Do’a pun Insya Allah cepat dikabulkan-Nya.
Kalaupun belum terkabul yakinlah Allah punya rencana lain yang lebih bagus buat kita.
Tantangan puasa Senin Kamis jangan dianggap enteng. Buktinya? Anda sampai detik ini belum menjalankannya, bukan? (Jika sudah, Alhamhamdulillah… Anda patut diacungi dua jempol!)
Yang aku rasakan berat karena setiap hari Senin dan Kamis harus stop sarapan pagi! Menghentikan suatu kebiasaan bukan perkara gampang.
Aroma teh manis panas atau pun secangkir kopi instan yang diseduh oleh anggota keluarga yang tidak berpuasa, membangkitkan selera untuk ikutan menyeruputnya. Apalagi sarapan pagi bubur ayam ataupun nasi uduk cukup menggoda selera, belum lagi aroma lezat masakan istri tercinta tercium dihidung ini. Wow! Sehingga kalau tekad puasa tidak kuat bisa menunda puasa hari Senin dan Kamis.
Untuk sahur aku tidak terlalu direpotkan musti menyiapkan hidangan komplit. Minimal seteguk air putih. Atau kalau mau menjaga kondisi tubuh agar tetap fit, bisa minum segelas susu plus telur rebus, dan dua potong roti tawar yang diolesi mentega plus selembar keju. Mie instan? Boleh kalau ada. Prinsipnya, hati ini jangan merasa diberatkan atau disibukkan dengan hidangan sahur!
Puasa Kamis, bisa menjadi pengingatku untuk menyongsong malam mulia dan hari penuh berkah, yakni hari Jum’at. Dan aku merasakan ketika selesai puasa Kamis, serasa habis puasa sebulan penuh. Lalu merayakan kemenangan melawan hawa nafsu itu dengan melaksanakan shalat Jum’at berjamaah di masjid. Uih, seru! Rasanya lebih mantap ketika shalat Jum’at didahului dengan berpuasa hari Kamis. Nggak percaya? Silahkan coba sendiri. Dan rasakan sensasinya puasa Senin-Kamis. Luar biasa!
Wassalam,
SangPenging@t!